BAB
VI
FILSAFAT BARAT MODERN
A.
FILSAFAT BARAT MODERN
1.
Idealisme
Kata idealis dalam filsafat
mempunyai arti yang sangat berbeda dari artinya dalam bahasa sehari-hari.
Secara umum kata idealis berarti:
(1) seorang yang menerima ukuran moral yang
tinggi, estetika dan agama serta menghayatinya; (2) orang yang dapat melukiskan
dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada. Kata idealis dapat
dipakai sebagai pujian atau olok-olok. Seorang yang memperjuangkan
tujuan-tujuan yang dipandang orang lain tidak mungkin dicapai, atau seorang
yang menganggap sepi fakta-fakta dan kondisi-kondisi suatu situasi, sering
dinamakan idealis.
Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan
lebih banyak oleh arti biasa dari kata ide daripada kata ideal.
W.F. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata-kata idea-isme adalah
lebih tepat dari pada idealisme. Dengan ringkas idealisme mengatakan
bahwa realitas terdiri atas ide-ide, fikiran-fikiran, akal (mind) atau
jiwa (selves) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme adalah
suatu pandangan dunia atau metafisik yang mengatakan bahwa realitas dasar
terdiri atas, atau sangat erat hubungannya dengan ide, fikiran atau jiwa.
a.
J.G. Fichte (1762-1814 M)
1) Riwayat Hidup
Johan Gottlieb
Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar
teologi di Jena pada tahun 1780-1788. Johann Gottlieb Fichte, atau yang
biasa dikenal sebagai Fichte adalah anak sulung dari penenun pita miskin. Dia
memiliki bakat intelektual yang hebat, bahkan pada usia dini 9, menarik
perhatian seorang pejabat setempat sehingga mau me biayai pendidikannya. Dia
bersekolah di Sekolah Pforta, dan kemudian di Universitas Jena dan Leipzig.
Dengan kematian orang tua baptisnya, Fichte dipaksa untuk meninggalkan studinya
dan mencari nafkah sebagai guru pribadi(Anonim.2011).
2) Ajaran
dan Karya Kefilsafatan
Filsafat
menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu prinsip. Ini sudah mencukupi untuk
memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip
yang dimaksud ada di dalam etika. Bukan teori, melainkan prakteklah yang
menjadi pusat yang disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial dalam
pengalaman adalah tindakan, bukan fakta. Menurut Fichte, dasar kepribadian
adalah kemauan; bukan kemauan irasional seperti pada Schopenhauer, melainkan
kemauan yang dikontrol oleh kesadaran bahwa kebebasan diperoleh hanya dengan
melalui kepatuhan pada peraturan. Kehidupan moral adalah kehidupan usaha (Tafsir, 2004 : 147).
Secara
sederhana, dialektika Fichte itu dapat diterangkan sebagai berikut : manusia
memandang objek benda-benda dengan indranya. Dalam mengindra objek tersebut,
manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya maka berjalanlah proses
intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi
pengertian seperti yang dipikirkannya. Dengan demikian, jelaslah bahwa realitas
merupakan sebuah hasil aktivitas piker subjek.
Pandangan dia
mengenai etika adalah bahwa tugas moral manusia didasarkan atas pikiran bahwa
manusia berkewajiban menghargai dirinya sebagai mahluk yang bebas dan bahwa ia
senantiasa berbuat dengan tidak memaksa kebebasan orang lain. Fichter
menganjurkan supaya kita memenuhi tugas, dan hanya demi tugas, tugaslah yang
menjadi pendorong moral. Isi hokum moral ialah berbuatlah menurut kata
hatimu,(Atang & Beni. 2008 : 261).
3) Karya-Karya J.G. Fichte
a)
Dia menulis sebuah Naskah yang berjudul Attempt at a Critique of All Revelation, yang
dirilis pada tahun 1792.
b)
Di Berlin, Fichte bekerja sebagai tutor pribadi
untuk menyokong kehidupannya. Pada saat itu, tulisan-tulisan Fichte
semakin populer seperti The
Vocations of Man (1800).
Pada tahun 1810, Fichte menjadi kepala
departemen filsafat dan rektor universitas Prusia di Berlin dalam pendirian
organisasi. Pada tahun-tahun terakhir dalam hidupnya, Fichte tidak pernah
melenceng dari karyanya, terus kuliah dan mempublikasikan hasil kerjanya dan
ekstensi dari sistemnya, termasuk Logic
and Philosophy, System of the Theory of right, System of Ethical Theory,
pada tahun 1812, The Facts of Consciousness dan Theory of the State pada tahun 1813 (Anonim, 2013).
4) Sumbangan
Filsafat terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini
Didalam ajaran tentang ilmu pengetahuan yang teoritis Fichte menentang pendapat
Kant, yang mengatakan bahwa hanya berpikir secara ilmu pasti alamlah yang
memberi kepastian di bidang pengenalan. Fichte tidak mau memisahkan rasio
teoritis dari pada rasio praktis. Jikalau benar, bahwa rasio adalah satu dalam
segala perbuatannya, harus mungkin menurunkan kategori yang bermacam-macam itu
dari satu sumber saja, bukan dari dua sumber, seperti yang dilakukan Kant (
rasio murni dan rasio praktis).
Menurut Fichte, sumber yang satu itu terdapat
pada aktivitas Ego atau “Aku”. Apa sebab Ego menciptakan
dunia, dijelaskan demikian: Menurut Fichte, keadaan Ego tidaklah terbatas.
Agaknya yang dimaksud dengan Ego ini adalah Ego mutlak (Ego Absolut) yang
dibedakan dengan “Aku” perorangan. ( ada orang yang berpendapat, bahwa yang
dimaaksud dengan Ego adalah Allah, akan tetapi ada juga yang mengatakan, bahwa
yang dimaksud dengan Ego bukan Allah yang berpribadi, melainkan “tertib moral
dari alam semesta”, suatu kuasa yang bekerja didalam dan melalui pribadi
perorangan yang kita kenal.
Isi tugas moral moral
manusia diturunkan dari dua dasar pikiran, yaitu: bahwa manusia berkewajiban
menghargai dirinya sendiri sebagai makhluk yang bebas, dan bahwa ia senantiasa
berkewajiban berbuat dengan tidak memperkosa kebebasan orang lain.
Umpamanya: saya hanya
dapat berbuat dengan perantaraan tubuh saya; oleh karenanya saya harus
memelihara tubuh itu sebaik-baiknya sebagai alat bagi perbuatan moral. Umpama
yang lain: hak milik timbul dari kenyataan, bahwa milik memungkinkan orang
berusaha mendapatkan milik sendiri, tetapi juga untuk menghormati hak milik
orang lain,(Syadali:
1997: 232).
b.
G.W.F Hegel (1798-1857 M)
1)
Riwat Hidup
G.W.F Hegel
GWF.
Hegel lahir di kota Stuttgart pada tanggal 27 Agustus 1770, dari sebuah pegawai
negeri sipil. Pada usia 18 tahun yaitu pada tahun 1788, dia menjadi mahasiswa
teologi di Universitas Tübingen. Dalam usia dua puluh tahun dia meraih ijazah
filsafatnya, dan tiga tahun kemudian menyelesaikan studi teologinya.
Sesudah
meninggalkan Tübingen, dia menjadi seorang tutor pada keluarga bangsawan di
Bern, Swiss yaitu pada tahun 1797. Pada
masa-masa ini, antara tahun 1793-1800, dia menghasilkan tulisan-tulisan teologisnya.
Istilah “teologi” Hegel disini jangan dipahami lepas dari filsafat, bahkan bagi
Hegel filsafat adalah sebuah teologi dalam arti menyelidiki yang absolute,(Atang
: 2008 : 262).
Pada usia 18 tahun ia masuk
Universitas Tubingen, Jerman. Dan mulai mempelajari filsafat dan teologi.
Disana ia bertemu dengan Friedrich Hölderlin dan Friedrich Wilhelm Joseph
Schelling yang kemudian berpengaruh pada perkembangan pemikirannya. Merasa
senasib ketiganya menjadi teman akrab dan sering bertukar pikiran. Ketiganya
memperhatikan peristiwa Revolusi Prancis dengan antusias.
Schelling dan Hölderlin mempelajari filsafat Kant
dengan serius, sementara Hegel bercita-cita menjadi filosof popular, yaitu
menyederhanakan ide-ide sulit para filosof. Dari Tubingen ia pindah ke Switzerland
dan memperdalam filsafat pengetahuan di Frankrut. kemudian Karir akademisnya
menanjak ketika ia mengajar di Universitas Jena dan pada tahun 1805 Hegel
ditasbih sebagai profesor filsafat, (Tafsir. 2004 : 151).
2)
Ajaran dan Karya Kefilsafatan Hegel
Tema fisafat
Hegel adalah Ide Mutlak. Oleh karena itu, semua pemikirannya tidak
terlepas dari ide mutlak, baik berkenaan dari sistemnya, proses dialektiknya,
maupun titik awal dan titik akhir kefilsafatannya. Oleh karena itu pulalah
filsafatnya disebut filsafat idealis, suatu filsafat yang menetapkan wujud yang
pertama adalah ide (jiwa).
Bertarnd
(1979:68) Rasio, ide, dan roh menurut Hegel sangat mementingkan rasio,
tentu saja karena ia seorang idealis. Yang dimaksud olehnya bukan saja rasio
pada manusia perseorangan, tetapi rasio pada subjek absolute karena Hegel
juga menerima prinsip idealistik bahwa realitas seluruhnya harus disetarafkan
dengan suatu subjek. Dalil Hegel yang kemudian terkenal berbunyi: “ Semua yang
real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real.”
Maksudnya,
luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses
pemikiran (idea, menurut istilah Hegel) yang memikirkan dirinya sendiri. Atau
dengan perkataan lain, realitas seluruhnya adalah Roh yang lambat
laun menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja
beraksi terhadap kecenderungan intelektual ketika itu yang mencurigai rasio
sambil mengutamakan perasaan.
Pusat fisafat Hegel ialah konsep Geist (roh,spirit), suatu istilah yang
diilhami oleh agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan
Hegel adalah sesuatu yang real, kongkret, kekuatan yang objektif, menjelma
dalam berbagai bentuk sebagai world of
spirit (dunia roh), yang menempatkan ke dalam objek-objek khusus. Di dalam
kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah
manusia,(Tafsir. 2004 : 152).
3)
Karya-Karya Hegel
Dalam karya besarnya, salah satunya
ialah :
a)
The Encyclopedia of the Philosophical Sciences, Hegel membagi
sistem filosofisnya ke dalam tiga bagian: logika, filsafat alam, dan filsafat
roh. Dalam logika bukan dalam pengertian tradisional dia menjelaskan struktur kategorial idea yang mendasari segala yang
ada. Dua bagian yang lain merupakan penjelasan dari struktur konseptual yang
lebih spesifik yang mewujud dalam alam dan roh; dimana keduanya adalah area
manifestasi idea (Achmad. 2013).
b)
Dari tahun 1790 sampai 1800 bisa dibilang Hegel
hanya menghasilkan karya-karya yang berbau teologi antara lain “The Positivity
of Christian Religion” tahun 1796 dan “The Spirit of Christianity” tahun
1799.
c)
Tahun 1818 dia menggantikan Fichte sebagai
Profesor di Universitas Berlin dan di sana dia mempublikasikan sebuah karya
yang sangat berpengaruh terhadap filsafat politik dan filsafat hukum, buku yang
terbit tahun 1820 itu berjudul “Grundlinien der Philosophie des Rechts”
(Garis Besar Filsafat Hukum). Selanjutnya terbit juga buku-buku lain yang
merupakan hasil dari kuliahnya di Universitas Berlin, yang terpenting dari
beberapa karyanya itu adalah,(Hakim.
2008 : 264).
4)
Sumbangan Filsafat terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini
Sumbangan filsafat
idealisme yang dikembangkan oleh Hegel terhadap ilmu masa kini diantaranya
yaitu : antropologi, fenomologi, dan psikologi. Dalam antropologi, kenallah roh
itu akan dirinya dalam penjelmaan pada alam. Dalam fenomenologi, kenallah ia
akan dirinya dalam perbedaannya dengan alam. Adapun pada psikologi, roh
mengenal dirinya dalam kemerdekaan terhadap alam, mula-mula teoritis, kemudian
praktis dan akhirnya merdekalah roh itu.
Maka meningkatlah
kepada roh objektif. Roh objektif ini roh mutlak yang menjelma pada
bentuk-bentuk kemasyarakatan manusia, hak dan hukum kesusilaan dan kebajikan.
Dalam hak dan hukum terdapat penjelmaan roh merdeka itu pada hukum-hukum umum.
Di samping itu adalah kesusilaan yang merupakan kebatinan. Pada sintesis
keduanya itu terlahirlah kebajikan,(Hakim: 2008 : 265).
2.
Realisme
Real menunjukkan apa yang ada. Reality adalah
keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada, yakni bertentangan dengan
yang tampak. Dalam arti umum, realisme berarti kepatuhan kepada fakta, kepada
apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang diharapka atau yang diinginkan. Akan
tetapi dalam filsafat, kata realisme dipakai dalam arti yang lebih teknis.
Dalam arti filsafat yang sempit, realisme
berarti anggapan bahwa obyek indra kita adalah real, benda-benda ada, adanya
itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan
atau ada hubungannya dengan pikiran kita.
Bagi kelompok realis, alam itu, dan satu-satunya hal
yang dapat kita lakukan adalah: menjalin hubungan yang baik dengannya. Benda
dalah realitas dan ide adalah 'bagaimana benda itu nampak pada kita'. Oleh
karena itu, maka fikiran kita harus menyesuaikan diri dengan benda-benda , jika
mau menjadi benar, yakni jika kita ingin
agar ide kita menjadi benar, jika ide kita cocok dengan bendanya, maka ide itu
salah dan tidak berfaedah. Benda tidak menyesuaikan dengan ide kita tentang
benda tersebut (Hamdani:2007: 315-329).
a.
Aristoteles
1)
Riwayat Hidup
Aristoteles merupakan salah
satu filosof dari aliran realisme, Aristoteles (384 SM) sebagai murid Plato,
dalam banyak hal sering tidak setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari
gurunya (Plato). Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi”
sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada
kenyataan/benda-benda itu sendiri.
Setiap benda mempunyai dua
unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”).
Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat dilepaskan atau dikatakan
tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan
demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi, artinya bentuk
memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari
materi (Anonim, 2012)
Ketika Plato meniggal pada tahun 348
Sebelum Masehi, Aristotles meniggal kan Athena dan kembali
Makedonia. Selama tujuh tahun, Aristotle melayani raja Philip dari Makedonia
sebagai guru les privat putera sang raja, yaitu Alexander. Pemikir terbesar di
dunia zaman dulu menjadi guru les privat individu yang kemudian menjadi
pemimpin militer terbesarnya, yaitu Alexander Agung. Murid dan guru ini
membentuk ikatan persahabatan yang kuat.
Pada tahun 336 sebelum masehi, Alexander
menjadi Raja Makedonia setelah Ayahnya wafat. Usianya baru 20 tahun ketika itu.
Ia segera menaklukkan kerajaan-kerajaan besar di dunia dan betul-betul
melaksanakannya. Aristoteles kembali ke Athena dan membentuk sekolahnya
sendiri, Lyceum, di mana ia lanjut karya kehidupannya. Aristotle mengadakan
pengamatan-pengamatan yang teliti, mengupulkan spesimen-spesimen, merangkum,
dan mengklasifikasi-kan segala pengetahuan yang ada tentang dunia fisik.
Pendekatannya yang sistimatis menjadi demikian berpengaruh sehingga belakangan
berevolusi menjadi metod ilmiah dasar yang digunakan didunia barat,(Anonim:2008)
2) Ajaran dan Karya Kefilsafatan
Aliran
filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran
yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran realisme
adalah:
a)
Metafisika-realisme; Kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan
fisik (materialisme); kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan
kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan (pluralisme);
(1)
Humanologi-realisme; Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat
dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan
berpikir;
(2) Epistemologi-realisme;
Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan
manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat
diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan
dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta;
(3) Aksiologi-realisme;
Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu,
dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau
adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
b)
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus universal, seragam,
dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu
kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima jenis
pendidikan yang sama.Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah,
metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam (Anonim, 2012).
Anonim (2012), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai
berikut:
a)
Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial;
b)
Kurikulum: komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi
pentahuan umum dan pengetahuan praktis;
c)
Metode: Belajar tergantung pada pengalaman baik langsung atau tidak
langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode pontiditioning
(Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan;
d)
Peran peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang handal dapat
dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial dalam
belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik;
e)
Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik
mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik.
3)
Karya-Karya Aristoteles
Salah satu karya Aristoteles yang paling menonjol adalah penelitian
ilmiah. Ia melakukan penelitian bidang zoologi, biologi, dan botani ketika ia
mernatau ke sekitar pantai Asia Kecil dengan menggunakan segala fasilitas yang
disediakan oleh Hermeias bersama dengan Theophrastus.
a)
Selain
itu, Aristoteles juga melakukan penelitian khusus terhadap konstitusi dan
sistem politik dari 158 negara kota (polis) di Yunani.Analisanya terhadap penelitiannya
itu merupakan karya besar di bidang politik dan telah meletakkan dasar yang
teguh bagi ilmu politik yang disebut Perbanding Pemerintahan dan Politik
(Anonim, 2013).
b)
Para
cendekiawan di zaman purba mengatakan bahwa karya tulis Aristoteles lebih dari
400 buku. Namun, sebagian besar telah musnah. Dari sekitar 50 buku yang masih
ada, hanya sekitar separuhnya yang benar-benar merupakan hasil karya
Aristoteles sendiri. Karya Plato begitu indah dan menarik, sementra karya
Aristoteles kurang begitu indah dan kurang menarik. Will Ross Durant membagi
karya Aristoteles ke dalam tiga bidang utama yaitu: Karya
tulis yang bersifat populer, Karya tulis yang berupa kumpulan data ilmiah,
dan Bahan kuliah.
4) Sumbangan Terhadap Ilmu
Pengetahuan Masa Kini
Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut
banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Selain perintis
pengetahuan sistematis, Aristoteles juga merupakan perintis naturalisasi dalam
ilmu. Dialah peletak dasar metode observasi dan pengembang biologi awal yang
merintis taksonomi dan klasifikasi makhluk hidup. Dalam pandangannya tubuh
manusia memiliki fungsi spesifik. Dia juga merintis penalaran dedukatif, logika
formal atau silogisme. Aristoteles menulis banyak bidang, meliputi logika, etika,
politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam (Anonim:2012).
3.
Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham yang mengajarkan
bahwa sumber pengatahuan satu-satunya yang benar adalah rasio (akal budi).
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (resen) adalah
alat terpenting dalam memperoleh pengatahun dan mengetes pengatahuan. Jika
empiresme mengatakan bahwa pengatahuan diperoleh dengan alam mengalami objek
empiris, maka rasionalisme mengejarkan bahwa pengatahuan di peroleh dengan cara
berfikir alat dalam berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah
logika.
a.
Rene Descartes (1596-1650).
1)
Riwayat Hidup
Filosof
Orang yang digelari sebagai “bapa filsafat modern”
adalah Rene Descartes (1596-1650). Ia dilahirkan di Perancis dan belajar
filsafat pada Kolese yang dipimpin Pater-pater Yesuit di desa La Fleche. Dalam
buku Discours de la method (1637) (Uraian tentang metode) ia melukiskan
perkembangan intelektualnya.
Di sini ia menyatakan bahwa ia tidak merasa puas
dengan filsafat dan ilmu pengetahuan yang menjadi bahan pendidikannya. Dalam
bidang ilmiah tidak ada sesuatu pun yang dianggap pasti; semuanya dapat dipersoalkan
dan pada kenyataanya memang dipersoalkan juga. Satu-satunya kekecualian ialah
matematika atau ilmu pasti. Sesudah memperluas pengalamannya dengan berpergian
ke luar negeri, akhirnya ia menetap di negeri Belanda 20 tahun lamanya.
Syadali (1997: 65)
mengemukakan bahwa zaman modern dalam filsafat biasanya dimulai oleh filsafat
Descartes. Kata modern disini hanya
mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan, dengan corak filsafat
pada abad pertengahan Kristen.
2)
Ajaran dan Karya Kefilsafatan
Reene Descartes
memulai filsafatnya dengan badai skeptisismenya. Ia berfikir bahwa, karena gagasan saling
berlawanan, maka gagasan-gagasan itu merupakan ajang dari kesalahan. Sementara itu perspektif indrawi pun sering
menipu, ia pun tidak boleh diperhitungkan.
Dengan dua pertimbangan tersebut badai skeptisisme pun muncul dan
menumbangkan dunia material dan spiritual sekaligus. Karena jalan kearah kedua dunia itupun adalah
melalui gagasan dan Persepsi inderawi.
Descartes menegaskan keniscayaan skeptisisme
yang mutlak dan menunjukkan logikanya dengan fakta bahwa manusia mungkin saja
berada dalam cengkeraman kekuatan yang menguasai eksistensi dan pikirannya yang
berusaha menipu dan menyesatkan. Hal
tersebutlah yang tidak realitas dan memiliki persepsi-persepsi yang salah. Bagaimanapun jelasnya gagasan dan persepsi
itu, kita tidak dapat menghindari asumsi tersebut yang mengharuskan kita
mengambil skeptisisme sebagai doktrin yang abadi. Tapi Descartes mengecualikan
suatu kebenaran yang tidak dapat diguncangkan badai skeptisisme yaitu
pikirannya yang realitas actual yang tidak diragukan lagi. Keraguan tidak mempengaruhinya kecuali dengan
memperkuat stabilitas dan kejelasannya. Berpikir adalah suatu kebenaran yang
pasti.
Hal tersebut
merupakan asas filsafat Descartes dan titik tolak keyakinan filosofis. Dari sanalah Descartes berusaha keluar dari
konsepsi menuju eksistensi, dari subjektivitas ke objektivitas. Ia membuktikan subjek dan objek
sekaligus. Memulainya dengan diri
sendiri dan membuktikan eksistensinya dengan realitas tersebut dan mengatakan
“Aku berfikir, maka aku ada” (Ash-shadr.1995:67-68).
Visi dan filsafat Descartes banyak dipengaruhi
oleh ilmu alam dan matematika yang berasas pada kepatian dan kejelasan
perbedaan antara yang benar dan salah.
Sehingga dia menerima suatu kebenaran sebagai suatu hal yang pasti dan
jelas atau disebut Descartes sebagai kebenaran yang Clear and Distinct. Descartes bukan penganut skeptisisme
yang menyangsikan segala-galanya dan mengatakan bahwa sesungguhnya apa yang
dinamakan pengetahuan itu tidak ada.
Kesangsian Descartes hanya kesangsian metodis belaka, (Abdul:1996:112).
3)
Karya-Karyanya Rene Descartes
Meditationes
de prima philosophia (1641) (Meditasi-meditasi tentang filsafat pertama). Ia meninggal
di Stockhlom (Swedia). Descrates berpendapat bahwa dalam diri saya terutama
dapat ditemukan tiga “ide bawaan”. Ketiga ide yang sudah adad dalam diri saya
sejak lahir masing-masing ialah pemikiran, Allah, dan keluasan.
a)
Pemikiran : sebab saya memahami diri saya sebagai
mahluk yang berpikir, harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat
saya.
b)
Allah sebagai Wujud yang sama sekali sempurna :
karena saya mempunyai ide ‘sempurna’, mesti ada suatu penyebab sempurna untuk
ide itu, karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu
tidak bisa lain daripada Allah.
c)
Keluasan : saya mengerti materi sebagai keluasan
atau ekstensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli
ilmu ukur, (Ash-shadr.1995:28).
4)
Sumbangan Filsafat Rasionalisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa
Kini.
Reene Descartes
begitu terkenal karena berhasil terjun dalam bidang matematika. Sampai saat ini ilmu yang bisa diwariskan dan
masih tetap digunakan atau sebagai sumbangan pada pendidikan masa kini dalam
bidang ilmu pengetahuan yaitu geometri analitis (Analitycal geometry) yang
telah berhasil dikembangkan oleh Descartes.
Sejak zaman yunani purba sudah dikenal matematika itu terbagi 2 bagian
yang betul-betul terpisah yaitu aritmetika yang mempelajari kuantitas yang
berbeda serta dinyatakan dengan angka-angka, dan geometri yang mempelajari
kuantitas berkesinambungan yang dinyatakan lewat garis-garis dan bilangan. Kemudian ia memadukan keduanya dengan
menggunakan rumus-rumus aljabar yang kemudian dikenal sebagai Cartesian
Coordinates (Koordinat kartesian), (Abdul. 1996:110).
b.
Gottfried Wilhem Leibniz
1)
Riwayat hidup
Gottfried
Wilhelm Leibniz lahir tahun1646 dan meninggal tahun 1716. Ia Seorang filosof Jerman, matematikawan,
fisikawan, dah sejarawan. Lama menjadi
pegawai pemerinta. Gottfried Wilhem Leibniz atau kadangkala dieja
sebagai Leibnitz atau Von Leibniz (1646- 1716) adalah seorang filsuf Jerman
keturunan Sorbia dan berasal dari Sachsen.
Ia terutama terkenal karena faham Théodicée
bahwa manusia hidup dalam dunia yang sebaik mungkin karena dunia ini diciptakan
oleh Tuhan Yang Sempurna. Faham Théodicée ini menjadi terkenal karena
dikritik dalam buku Candide karangan Voltaire. Leibniz lahir di Leipzig dan
meninggal dunia di Hannover.
Selain seorang filsuf, ia adalah ilmuwan,
matematikawan, diplomat, fisikawan, sejarawan dan doktor dalam hukum duniawi
dan hukum gereja. Ia dianggap sebagai Jiwa Universalis zamannya dan merupakan
salah seorang filsuf yang paling berpengaruh pada abad ke-17 dan ke-18.
Kontribusinya kepada subyek yang begitu luas tersebar di banyak jurnal dan
puluhan ribu surat serta naskah manuskrip yang belum semuanya diterbitkan.
Sampai sekarang masih belum ada edisi lengkap mengenai tulisan-tulisan Leibniz
dan dengan ini laporan lengkap mengenai prestasinya belum dapat dilakukan,(Tafsir. 2004 : 138).
2)
Ajaran dan Karya Kefilsafatan
Menurut Leibniz ada banyak substansi yang disebut dengan monad (monos:
satu, monad: satu unit) jika dalam ilmu matematika yang terkecil adalah titik,
dan di dalam fisika disebut atom, sehingga dalam metafisika disebut dengan
monad, terkecil dalam pendapat Leibniz bukan berarti sebuah ukuran, melainkan
sebagai tidak berkeluasan, maka yang dimaksud dengan monad bukan sebuah benda. Monad-monad bukanlah sebuah kenyataan jasmaniah
melainkan kenyataan mental, yang terdiri dari persepsi dan hasrat. Leibniz
membayangkan monad sebagi “force primiyives” (daya purba) yang tidak materiil
melainkan spiritual. Sebagai substansi nonmaterial, monade yang memiliki sifat
antara lain:
a)
Abadi yang
berarti tidak bisa dihasilkan ataupun dimusnahkan
b)
Tidak bisa
dibagi memiliki arti bertentangan dengan “substansi” keluasan
c)
Individual atau
berdiri sendiri sehingga tidak ada monade yang identik dengan monade lain
d)
Mewujudkan
kesatuan yang tertutup atau tidak berjendela, yang bermakna bahwa sesuatu bisa
masuk dan keluar
e) Mampu bekerja berkat daya aktif dari dalam
dirinya sendiri yang terdiri dari kegiatan mengamati(perceptio) dan
menginginkan (appetitions).
Berdasarkan
sifat-sifat tersebut Leibniz mendefinisikan monade sebagai atom-atom sejati
dari alam dan monade tersebut ada dalam “jasad-jasad organic” sehingga
monade-monade tersebut akan menjadi prinsip kehidupan. Menurut Leibniz monade
terbagi menjadi tiga antara lain: yang pertama Monade yang hanya memiliki
gambaran gelap dan sama sekali tidak disadari yaitu monade-monade yang menyusun
benda-benda anorganik.
Dan yang kedua
adalah monade yang telah memiliki gambaran agak terang yaitu monade yang
memberi pengenalan inderawi dan memori. Dan yang ketiga adalah monade
yang memiliki gambaran yang terang dan kesadaran diri yaitu jiwa manusia yang
mengenal hakikat segala sesuatu secara sadar dan mampu mengungkapkan apa yang
dilihatnya kedalam suatu definisi.
Ajaran Leibniz
tentang monade juga diterapkan pada ajaran tentang proses pengetahuan manusia
menurut Leibniz pengetahuan manusia mengenai alam semesta sesungguhnya telah
ada didalam dirinya sendiri sebagai bawaan, pengetahuan ini berbentuk gagasan
yang belum disadari dan dalam pengamatan inderawi pengetahuan ini masih sangat
kabur karena masih menghasilkan gagasan yang masih sedikit kejelasannya hingga
muncul dalam gagasan atau ide yang jelas sebagai suatu pemahaman.
Pengetahuan manusia adalah pengetahuan yang dikembangkan lebih lamjut dan
pengalaman sendiri bukanlah sumber pengetahuan melainkan proses menjadi
pengetahuan dalam bentuk satu pemahaman, rasio atau daya berfikir berusaha
menambah isi pengetahuan pengalaman hingga menjadi pengetahuan yang jelasdan
disadari (Bertarnd, 2002 : 765).
3)
Sumbangan Filsafat Rasionalisme
Terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini.
Penemuan atau
pengembangan ilmu yang dilakukan oleh para filosof terdahulu memberikan banyak
ilmu pengetahuan atau bahkan bisa disebut sebagai sumbangan filosof untuk ilmu
pengetahuan saat ini. Seperti filosof
Leibnis. Kalkulus tidak akan sempurna
apabila tidak ada kiprah Leibniz. Minat Leibniz yang sangat beragam ternyata
membuka cakrawala baru bagi perkembangan ilmu pengetahuan atau memunculkan
disiplin ilmu baru. Hukum internasional, sistim bilangan berbasis dua (binary)
dan geologi adalah disiplin ilmu hasil cetusan dari Leibniz. Belum lagi karya
mesin hitung yang merupakan penyempurnaan buatan Blaise Pascal mampu membuat
orang jaman itu berdecak kagum, (Anonim. 2012).
c.
Spinoza (1632-1677)
1)
Riwayat Hidup
Baruch de Spinoza lahir di Amsterdam tanggal 24
November pada tahun 1632. Ayahnya seorang pedagang yang kaya raya. Dimasa
kecilnya, dia sudah menunjukan kecerdasannya. Dia tidak hanya belajar
matematika dan ilmu-ilmu alam saja , tetapi dia pun belajar berbagai bahasa
diantaranya; Latin, Yunani, Belanda, Spanyol, Prancis, Yahudi, jerman dan
Italia, pemikirannya banyak dipengaruhi Descartes.
Dia
mendiskusikan masalah-masalah agama secara terbuka dan gagasan-gagasannya
begitu mengejutkan teman-teman dan para tokoh agama saat itu. Misalnya, dia
berpendapat bahwa malaikat hanyalah fiksi atau imajinasi belaka dan bahwa Allah
bersifat material. Pandangan-pandangan macam ini di abad-20 ini sudah banyak
diterima secara ilmiah, tetapi dizaman Spinoza, gagasan-gagasannya betul-betul
menggoyangkan kemapanan dogma agama, baik dikalangan Yahudi maupun Kristen (Robert: 1981:71).
2)
Ajaran dan
Karya Kefilsafatannya
Ajaran tentang
Substansi Tunggal; Allah atau Alam ( Deus sive Natura) Bagaimanakah Allah,
jiwa, dan dunia material bisa di pikirkan sebagai satu kesatuan utuh? Inilah
persoaalan utama dari filsafat Dascartes. Dalam bukunya yang berjudul Eticha, Ordine Geometrico
Demonstrata ( Etika yang di buktikan
secara Geometris, 1677) Spinoza
menjawab persoalaan ini. Ia memulai filsafatnya dengan pengertian “ sebstansi
“.
Spinoza
mendefinisikan substansi sebagai “ sesuatu yang ada dealam dirinya sendiri dan
di pikirkanoleh dirinya sendiri. Artinya yang Sesutu konsepnya tidak
membutuhkan konsep lain untuk membentuknya “. Jadi substansi adalah apa yang
berdiri sendiri dan ada oleh dirinya sendiri. Spinoza membedakan substansi
dengan atribut, yakni sifat atau ciri khas yang melekat pada substansi. Sifat
substansi adalah abadi, tidak terbatas, mutlak ( artinya tidak tergantung kepada
yang lain ) dan tunggal.
Menurut
Spinoza, hanya ada satu yang memenuhi semua definisi ini, yaitu Allah! Ya hanya
Allah yang mempunyai sifat abadi, tidak terbatas, mutlak, tunggal, dan utuh.
Jelas implikasinya Spinoza menolakAllah yang bersifat personal, dengan kata
lain Allah disapa manusia dengan kata “ engkau ” atau “ bapa ” seperti yang di
yakini oleh agama monoteisme, khususnya agama Yahudi atau Kristen. Sebab
menurut Spinoza manusia hanyalah bersifat fana, relatif dan terbatas,
yang sesungguhnya dalam hal ini adalah sifat Allah.
Selanjutnya
Spinoza mengajarkan bahwa kalau Allah adalah satu-satunya substansi, maka yang
ada harus di katakana berasal dari Allah. Bahwa ini semua bentuk pluralitas
alam, yang sifat jasmaniah (baik manusia, hewan, dan tumbuhan) ataupun yang
bersifat rohaniah (pemikiran, perasaan, atau bukan kehendak) bukan hal yang
berdiri sendiri, melainkan keberadaanya mutlak bergantung pada Allah.
Untuk menyebut gejala ini Spinoza memakai
istilah modiyang berarti
berbagai bentuk atau cara keberadaan dari substansi. Dengan demikian realitas
yang kita temukan di alam hanyalah modi dari Allah sebagai substansi tunggal.
Alam dengan segala isinya identik dengan Allah. Dengan kata kunci ajaran
Spinoza adalah Deus Sive Natur ( Allah atau Alam ). Sebagai Allah,
alam adalah natura-naturans ( alam yang di lahirkan ), sebagai
dirinya sendiri natura
naturata ( alam yang di
lahirkan ) namun substansinya adalah satu dan nama, yaitu Allah atau (juga)
alam.
3)
Karya Kefilsafatan dari Spinoza
Buku Ethica
Ordine Geometrico Demonstrat yang merupakan karya utamanya, ditulis dengan
maksud untuk membantu mengurangi penderitaan orang-orang yang menganut suatu
keyakinan. Karya ini bukan semata-mata karya filosofi melainkan memiliki tujuan
praktis yakni untuk mengajari pembacanya bahwa Tuhan merupakan bagian dari
Penciptaan, bahwa semua hal yang eksis merupakan manifestasi dari Tuhan
termasuk umat manusia.
Agar seseorang
mampu memahami hal ini sangat penting untuk bersikap mandiri dan bebas dari
seluruh fanatisme yang membelenggu. Spinoza membuktikan keyakinan tersebut
dalam kehidupannya, argumen-argumennya selalu disampaikan dengan tenang,
dipertimbangkan dengan matang dan masuk akal. Beliau bahkan tidak membiarkan
dirinya terprovokasi. Tractactus de
intellectus emendation (Traktat tentang perbaikan pemahaman,1677) dan Tractatus-politicus beliau
menulis tentang demokrasi dan pentingnya kebebasan berpendapat,
(Mujamil.2007:45).
Buku-buku
Spinoza banyak yang dilarang sebagai subversif dan setelah diterjemahkan
kedalam bahasa asing, buku-buku itu malah termasyhur di luar negeri. Beberapa
karyanya yang termasyhur adalah Renati Descartes principiorum Philosophiae
(Prinsip filsafat Descartes, 1663), Tractatus de intellectus emendatione
(Traktat tentang Perbaikan Pemahaman, 1677), Tractatus Theologico-Politicus
(Traktat Politis-Teologis, 1670), dan yang paling penting Ethica More
Geometrico Demonstrata (Etika dibuktikan secara geometris, 1677).
Karya-karyanya
ini menimbulkan reaksi yang keras dari para pendeta pada zamannya dan dengan
cara ini Spinoza menjadi salah seorang pendobrak dogmatisme, seperti Bruno.
Baru di abad ke-18 dan ke-19 para kritikus sastra seperti Lessing dan Goethe
merehabilitasi nama baik Spinoza.
4)
Sumbangan Filsafat Rasionalisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa
Kini.
Banyak
sekali-karya Baruch Spinoza seperti Buku Tractatus-politicus, disana
tercatat hukum demokrasi dan pentingnya kebebasan berpendapat, hal tersebut
tetap di gunakan pada pendidikan saat ini.
Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan
modern yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil
teknologi era industri dan era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil
rasionalisme untuk mendorong manusia menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia, (Anonim.).
4. Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan
bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak
anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika
dilahirkan. Empirisme
adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara
keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera. Kaum empiris
cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistem pengetahuan yang mempunyai
peluang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak tidak akan pernah dapat
dijamin. Kaum empiris memegang teguh
pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman, (Sumarna.
2004: 161).
a.
John Locke
1)
Riwayat hidup
John Locke lahir di Wrington Kota Somerset Inggris tahun 1632
(meninggal tahun 1704). Bapaknya seorang pengacara dan tuan tanah. Locke
belajar di Oxford tempat ia memperoleh gelar BA dan M.A, kemudian ia
melanjutkan pendidikannya di bidang ilmu kedokteran pada tahun 1667 dan menjadi
sekretaris dan dokter pribadi Earl Shaftesbury pertama, pemimpin partai Whing.
Selanjutnya
Locke menduduki beberapa jabatan publik penting yang memberikannya kesempatan
untuk mengamati secara langsung realitas dan konspirasi politik di negaranya.
Karena gangguan kesehatan, Locke pindah ke Perancis selama empat tahun, dan
pada saat itu beliau mengembangkan pemikiran filsafat politiknya. Setelah
kembali dari Perancis, Shaftesbury terlibat makar menentang raja dan terpaksa
meninggalkan negara.
Meskipun
Locke tidak terlibat dalam konspirasi itu, namun ia tetap dituduh dan terpaksa
mengasingkan diri di Holland. Memasuki awal tahun 1689, di saat kasus makar
yang melibatkan Shaftesbury selesai, ia kembali ke Inggris dan pada tahun 1690
Locke menerbitkan karya utamanya tentang politik, Two Treatises of Government,
sebuah karya yang sering disebut sebagai ‘Bibel’ liberalisme modern,
menguraikan tentang perubahan masyarakat sampai terbentuknya sebuah Negara (Bertarnd.
1975, hal 51).
2) Ajaran
dan Karya Kefilsafatannya.
Menurut Locke
seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia. Ini adalah teori
empirisme yang pada waktu itu Locke menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia berasal dari rasio atau
pikiran manusia. Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam
proses manusia memperoleh pengetahuan.
Locke
berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio
manusia itu belum berfungsi atau masih kosong diibaratkan seperti sebuah kertas
putih (tabula
rasa) yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani
oleh manusia itu. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah
pengalaman-pengalaman manusia menjadi pengetahuan sehingga sumber utama
pengetahuan menurut Locke adalah pengalaman.
Pendapat Locke dalam teori pengetahuan adalah,
bahwa pengetahuan itu dibagi sebagai berikut :
a.
Pengetahuan
intuitif (al-ma’rifah al-wijdaniyyah),yaitu pengetahuan yang dapat
dicapai pikiran tanpa perlu mengakui sesuatu yang lain, seperti pengetahuan
kita bahwa satu adalah separuh dari dua.
b.
Pengetahuan
reflektif (al-ma’rifah al-ta’ammuliyyah) yaitu pengetahuan yang tidak mungkin
didapat tanpa bantuan informasi sebelumnya seperti yang kita tahu bahwa jumlah
sudut-sudut sebuah segitiga adalah sama dengan dua sudut siku-siku.
c.
Pengetahuan
yang merupakan hasil dari pengetahuan empirical atas suatuobjek yang sudah
diketahui (Ash-Shadr. 1995:71).
Locke mengatakan, kita telah
membentuk suatu gagasan yang rumit mengenai sebuah apel. Tidak seperti kita kecil yang memakan apel
dengan pemikiran yang serumit itu. Kita
melihat warna, rasa, kemudian mengumpulkan banyak serupa bersama-sama menyusun
konsep-konsep. Tapi, dalam analisis
akhir, semua bahan dari pengetahuan kita tentang dunia kita dapatkan melalui
penginderaan. Oleh karena itu
pengetahuan yang tidak dapat dilacak kembali pada penginderaan sederhana adalah
pengetahuan yang keliru sehingga harus kita tolak (Solihin, 2008).
Teori locke tentang pengetahuan ini
dan bobot filosofisnya tidak sesuai dengan pendapatnya sendiri tentang analisis
pengetahuan. Pengetahuan intuitif seperti prinsip non kontradiksi dan
prinsip-prinsip pokok serupa lainnya dalam fikiran manusia tidak mungkin
terdapat pada manusia kecuali dengan cara penginderaan dan pengalaman
inderawi. Indera adalah sumber pokok
pengetahuan, tidak mempunyai nilai filosofis yang pasti dalam teori pengetahuan
Locke.
Kesimpulannya adalah skeptic mutlak
terhadap nilai setiap pengetahuan manusia; sebab pada esensi dan realitas
dasarnya pengetahuan hanyalah persepsi inderawi yang didapat dengan pengalaman
lahir atau batin. Dengan demikian
jelaslah bahwa dibagi-baginya pengetahuan menjadi 3 bagian oleh Locke dan
pembedaannya secara filosofis bertentangan dengan asas-asas yang dibangunnya
sendiri (Ash-Shadr. 1995:72).
3)
Karya-karyanya John Locke
Pada tahun 1690 Locke menerbitkan karya utamanya
tentang politik, Two Treatises of Government, sebuah karya yang sering
disebut sebagai ‘Bibel’ liberalisme modern, menguraikan tentang perubahan
masyarakat sampai terbentuknya sebuah negara. Pemikiran
John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human
understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun
1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690.
Aliran
ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme
mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah
pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat
Locke : "Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak).
Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah
kertas itu terisi." Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah
(yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari
empiris).
Karya-karya
Locke yang terpenting adalah "Esai tentang Pemahaman Manusia" (Essay
Concerning Human Understanding), "Tulisan-Tulisan tentang
Toleransi" (Letters of Toleration), dan "Dua Tulisan tentang
Pemerintahan" (Two Treatises of Government), (Anonim, 2011).
4) Sumbangan Filsafat Empirisme terhadap Ilmu
Pengetahuan Masa Kini.
Sumbangan
utama dari aliran empirisme adalah penerapan metode ilmiah untuk membangun
pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata
rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan
apakah ilmu pengtahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu,
empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan
sosial. Acapkali empirisme diparalelkan dengan tradisi positivism. Namun
demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu yang berbeda, (Anonim.
2011).
b. David Hume
1) Riwayat Hidup
David Hume lahir di Edinburg,
Skotlandia pada 1711. Ia pun menempuh pendidikannya di sana. Keluarganya
berharap agar ia kelak menjadi ahli hukum, tetapi Hume hanya menyenangi
filsafat dan pengetahuan. Setelah dalam beberapa tahun belajar secara otodidak,
ia pindah ke La Flèche, Prancis (tempat di mana Descartes menempuh pendidikan).
Sejak itu pula hingga wafatnya 1776 ia lebih banyak menghabiskan waktu hidupnya
di Prancis.
2) Ajaran Dan Karya Kefilsafatan
Teori Hume
ini meruntuhkan teori rasionalisme yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan
adalah melalui rasio atau akal. Menurut Hume, pengetahuan itu bersumber dari
pengalaman yang diterima oleh kesan indrawi. Hal demikian mendorong bagi kita,
bahwa untuk menemukan sebuah pengetahuan kita memerlukan pengalaman kita.
Dengan demikian, bahwa untuk membuktikan sebuah kebenaran akan pengetahuan itu
memerlukan penelitian dilapangan, observasi, percobaan yang mana dengan
cara-cara seperti itulah merupakan titik tolak dari pengetahuan manusia.
Ketika Hume menerapkan teori empirismenya dalam
mengkaji eksistensi Tuhan, dia mengungkapkan bahwa Tuhan yang menurut orang
rasionalisme memang sudah ada dalam alam bawaan sebenarnya tidak nyata. Menurut Hume, pengetahuan akan Tuhan
merupakan sebuah hal yang tidak dapat dibuktikan karena tidak adanya kesan
pengalaman yang kita rasakan akan Tuhan.
Persoalan
Tuhan merupakan persoalan yang berkaitan dengan metafisika. Pembahasan dalam
metafisika tidak bisa didekati dengan pembuktian menuntut adanya suatu yang
empiris dan nyata. Jauh dari kritik destruktif terhadap metafisika dan teologi
(Anonim. 2011).
Pikiran kita menurut Hume bekerja berdasarkan tiga prinsip
pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa
yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan yaitu
kalau kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita
juga berpikir tentang adanya jendela, pintu, atap, perabot sesuai dengan
gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderawi sebelumnya. Ketiga,
prinsip sebab-akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan
rasa sakit yang diakibatkannya.
Hal-hal di atas mengisyaratkan bahwa ide apa pun selalu berkaitan
dengan kesan. Karena kesan berkaitan langsung dengan pengalaman inderawi atas
realitas, maka ide pun harus sesuai dengan relitas yang ditangkap pengalaman
inderawi. Berdasarkan prinsip epistemologinya, Hume melancarkan
kritik keras terhadap asumsi epistemologi warisan filsafat Yunani kuno yang
selalu mengklaim bahwa pengetahuan kita mampu untuk menjangkau semesta
sesungguhnya.
Contohnya Orang sudah terbiasa di masa
lalu melihat peristiwa matahari terbit di Timur selalu diikuti oleh peristiwa
tenggelam di Barat, dan ia akan mengharapkan peristiwa yang sama terjadi di
masa yang akan datang. Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi
pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini.
Kebenaran yang bersifat apriori seperti ditemukan dalam
matematika, logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak
menambah pengetahuan kita tentang dunia. Dalam pemikiran David Hume yang
memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang
bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang
menyangkut pribadi manusia). Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan
kausalitas, (Hardiman, 2004: 87).
3)
Karya Kefilsafatan David Hume
Hume
juga meninggalkan banyak tulisan, yaitu : A Treatise of Human Nature,
1739-1740; Essays, Moral, Political and Literary, 1741-1742; An Enquiry
Concerning Human Understanding, 1748; An Enquiry Concerning the Principles of
Morals, 1751; Political Discourses, 1752; Four Dissertation, 1757; Dialogues
Concerning Natural Religion, 1779; dan Immortality of the Soul, 1783. Perlu
dicatat bahwa buku-buku An Enquiry Concerning Human Understanding dan An
Enquiry Concerning the Principles of Morals merupakan ringkasan dan revisi dari
buku A Treatise of Human Nature,(Abdul.
2002:121).
4)
Sumbangan Filsafat Empirisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini.
Sumbangan utama
dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan
metode ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah
fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama
dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengtahuan sosial itu berbeda dengan ilmu
alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam
metodologi ilmu pengetahuan sosial. Acapkali empirisme diparalelkan dengan
tradisi positivisme. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu
yang berbeda, (Anonim. 2011).
5.
Kritisisme
Filsafat
kritisisme adalah faham yang mengkritik terhadap faham Rasionalisme dan faham
Empirisme. Yang mana kedua faham tersebut berlawanan.
Adapun pengertian secara perinci adalah sebagai
berikut:
a.
Faham
Rasionalisme adalah faham yang beranggapan bahwa dasar semua pengetahuan itu
ada dalam pikiran (berasal dari rasio/ akal). Faham ini depelopori oleh Rene
Descartos (1596-1650).
b.
Faham Empirisme
adalah faham yang beranggapan bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia itu
berasal dari indra (pengalaman) kita. Faham ini di pelopori oleh David Hume
(1711-1776).
Jadi,
Kritisisme adalah penggabungan dua paham yang saling berseberangan yakni
rasionalisme Eropa yang teoritis “a priori” dengan empirisme Inggris yang
berpijak pada pengalaman “a posteriori”. Immanuel Kant beranggapan bahwa kedua
paham tersebut sama baiknya dan dapat digabungkan untuk mencapai kesempurnaan.
Gagasan-gagasannya muncul oleh karena bentrokan yang timbul dari pemikiran
metafisis Jerman, dan empirisme Inggris. Dari bentrokan ini Kant terpaksa
memikirkan unsur-unsur mana di dalam pemikiran manusia yang telah terdapat
dalam akal manusia dan unsur-unsur mana yang berasal dari pengalaman.
Aliran ini
muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seorang yang cerdas mencoba
menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan emperisme. Zaman baru ini
disebut zaman pencerahan (aufklarung) zaman pencerahan ini muncul dimana
manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan
tetapi, seorang filosof Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mengadakan
penyelidikan (kritik) terhadap pernah pengetahuan akal (Zaim. 2011).
a.
Immanuel Kant
(1723-1804 M)
1)
Riwayat
Hidupnya
Immanuel Kant adalah seorang ilmuawan yang
sangat penting dalam filsafat Yunani, sehingga filsafat yang ada sesudahnya
sangat terpengaruhi oleh pandangan, orientasi serta metodenya. Demikian pula
dengan Descartes. Ia dipandang sebagai Bapak Filsafat Eropa Modern sekaligus
dinobatkan sebagai garis demarkasi antara filsafat klasik dan filsafat modern.
Akan tetapi, Immanuel Kant melakukan terobosan orientasi baru dalam pemikiran
yang kemudian mendominasi pemikiran pada abad ke-19 M.
Ia dilahirkan di kota Konigsberg di Prusia dari
keluarga yang miskin, tapi sangat shalah dan mulia. Kant belajar disekolah
teologia dan sangat menyenangkan kajian-kajian alam dan astrologi, termasuk
kajian filsafat. Setelah berhasil meraih dua gelar akademis, ia mulai
menyibukkan diri mengajar di Universitas sebagai dosen luar biasa (1755 M). Ia
melakukan itu selama 14 tahun, sebelum akhirnya meningkat menjadi professor
(guru besar) bidang logika (Isma’il. 2012: 115-116).
2)
Ajaran dan Karya Kefilsafatanya
Immanuel Kant yang mengajarkan tentang daya
pengenalan mengemukakan bahwa daya pengenalan roh adalah bertingkat, dari
tingkatan terendah pengamatan inderawi, menuju ke tingkat menengah akal
(Verstand) dan yang tertinggi rasio atau buddhi (Vernunft).
Immanuel Kant menganggap
Empirisme (pengalaman) itu bersifat relative bila tanpa ada landasan teorinya.
contohnya adalah kamu selama ini tahu air yang dimasak sampai mendidih pasti
akan panas, itu kita dapat dari pengalaman kita di rumah kita di Indonesia ini,
namun lain cerita bila kita memasak air sampai mendidih di daerah kutub yang
suhunya di bawah 0̊ C, maka air itu tidak akan panas karena terkena suhu dingin
daerah kutub, karena pada teorinya suhu air malah akan menjadi dingin. dan
contoh lainnya adalah pada gravitasi, gravitasi hanya dapat di buktikan di bumi
saja, tetapi tidak dapat diterapkan di bulan.
Jadi sudah terbukti bahwa pengalaman
itu bersifat relatif, tidak bisa kita simpulkan atau kita iyakan begitu saja
tanpa dibuktikan dengan sebuah akal dan teori. Dan oleh karena itu Ilmu pengetahuan atau
Science haruslah bersifat berkembang, tidak absolute atau mutlak dan tidak bertahan
lama karena akan melalui perubahan yang mengikuti perkembangan zaman yang terus
maju. (mungkin Sir Issac Newton bila hidup kembali bakal merevisi teroi
Gravitasinya kembali) (Zaim. 2011).
3)
Karya-Karya Kefilsafatan Immanuel Kant
Karya Immanuel Kant diantaranya mampu menciptakan suatu pola (model) filsafat
yang dianggap paling mengagumkan dalam filsafat modern. Ada tiga buku besarnya
yang menjadi penopang kesuksesannya ini, yaitu:
a)
Kritik Akal
Murni (Critique of Pure Reason),
b)
Kritik Akal
Praktis (Critique of Practical Reason), dan
c)
Kritik
Hukum(Critique of judgment) (Isma’il.
2012).
4)
Pengaruh
Ajaran Kritisisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini
Pada umumnya,
Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh emperisme (Hume).
Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui
bahwa emperisme membawa karagu-raguan terhadap budi manusia akan dapat mencapai
kebenaran. Maka Kant menyelidiki (mengadakan kritik). Itulah sebabnya aliran
ini disebut kriticisme. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada budi
(nasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (emperisme) budi
metode berpikirnya disebut metode kritik.
Kant membedakan
pengetahuan ke dalam empat bagian, yaitu sebagai berikut:
a.
Yang analitis a priori
b.
Yang sintetis a priori.
c.
Yang analitis a posteriori
d.
Yang sintetis a posteriori (Solihin, 2007: 124).
Pengetahuan a priori adalah
pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman atau, yang ada sebelum
pengalaman. Sedangkan pengetahuan “a posteriori” terjadi sebagai akibat
pengalaman. Pengetahuan yang analitis merupakan hasil analisa dan pengetahuan
sintetis merupakan hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya
terpisah.
Pengetahuan yang analitis “a priori” adalah pengetahuan yang
dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur yang “a priori”. Pengetahuan
sintetis a priori dihasilkan oleh penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk
pengalamannya sendiri dan penggabungan unsur-unsur yang tidak saling bertumpu.
Misal, 7 - 2 = 5 merupakan contoh pengetahuan semacam itu. Pengetahuan sintetis
a posteriori diperoleh setelah adanya pengalaman. Kant bermaksud mengadakan
penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan realita. Kant yang mengajarkan
tentang daya pengenalan mengemukakan bahwa daya pengenalan roh adalah
bertingkat, dari tingkatan terendah pengamatan inderawi, menuju ke tingkat
menengah akal (Verstand) dan yang
tertinggi rasio atau buddhi (Vernunft).
Immanuel Kant menganggap Empirisme (pengalaman) itu bersifat
relatif bila tanpa ada landasan teorinya. Dapat dikatakan pengalaman itu
bersifat relatif, tidak bisa kita simpulkan atau kita iya-kan begitu saja tanpa
dibuktikan dengan sebuah akal dan teori. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan atau
science haruslah bersifat berkembang,
tidak absolut atau mutlak dan tidak bertahan lama karena akan melalui perubahan
yang mengikuti perkembangan zaman yang terus maju (mungkin Sir Issac Newton
bila hidup kembali akan merevisi teori Gravitasi-nya kembali). Pengalaman juga
bersifat data-data inderawi, (Anonim.2012).
6.
Positivisme
Filsafat positivisme adalah filsafat yang berorientasi pada
realitas dan menolak pembahasan mengenai sesuatu yang ada di balik realitas,
dengan dasar bahwa akal manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui
entitas apapun yang melintasi alam inderawi (persepsi) dan alam kasat mata, (Isma’il. 2012: 136).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai
kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan
pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat
menjadi pengetahuan. Hal penting bagi Positivisme Logis yang pertama adalah
bekerja untuk membersihkan filsafat dari semua sebab keruwetan dan ambiguitas,
dengan cara menganalisa bahasa dan ungkapan-ungkapannya, baik apa yang
dikatakan oleh para ilmuwan maupun orang awam dalam kehidupan mereka (Isma’il.
2012: 137).
a.
Auguste Comte (1798 – 1857)
1)
Riwayat
hidup
Auguste Comte
lahir di Montpellier, Perancis, pada tanggal 19 Januari 1798. Ia belajar di
sekolah Politeknik di Paris, tetapi ia dikeluarkan karena ia seorang pendukung
Republik, sedangkan sekolahnya justru royalistis. Auguste Comte
merupakan sosok filosof besar dan cukup berpengaruh bagi perkembangan technoscience,
dimana dia merupaka penggagas dari aliran Positivisme. Aliran
Positivisme ini kemudian di abad XX dikembangluaskan oleh filosof kelompok Wina
dengan alirannya Neo-Positivisme (Positivisme-Logis) (Anonim).
2)
Ajaran
dan Karya Kefilsafatannya
Dasar pemikiran
Comte diperoleh secara inspiratif dari Saint Simon, Charles Lyell, dan Charles
Darwin. Selain dari itu, pemikiran Herbert Spencer mengenai “Hukum Perkembangan” juga mempengaruhi
pemikirannya. Kata “Rasional” bagi
Comte terkait dengan masalah yang bersifat empirik dan positif yakni
pengetahuan riil yang diperoleh melalui observasi (pengalaman indrawi),
eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-induktif diperoleh hukum yang
sifatnya umum sampai kepada suatu teori.
Perbedaan antara positivisme dengan empirisme adalah bahwa
positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman batiniah,
tetapi hanya mengandalkan fakta-fakta belaka. Positivisme inilah yang pertama
kali diperkenalkan oleh August Comte. Karya utamanya adalah ‘Cours de
Philosophie Positive’ (kursus tentang Filsafat Sains).
Tuntutan utama
bagi positivisme adalah pengetahuan faktual yang dialami oleh subjek, sehingga
kata rasional bagi Comte menunjuk peran utama dan penting rasio untuk mengolah
fakta menjadi pengalaman. Berdasarkan atas pemikiran yang demikian itu, maka
sebagai konsekuensinya metode yang dipakai adalah “Induktif-verifikatif”, (Anonim,2011).
a)
Pengaruh
Ajaran Positivisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini
Comte
menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie
Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis
dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya
itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam
hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan
organis antara gejala-gejala, sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala
(Burhanudin, 1994).
Bagi Comte
untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang
kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu: Metode ini
diarahkan pada fakta-fakta, Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs
dari syarat-syarat hidup, Metode ini berusaha ke arah kepastian, Metode ini
berusaha ke arah kecermatan.
Menurut Comte,
perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, tahap
teologis, kedua, tahap metafisik, ketiga, tahap positif.
(1) Tahap Teologis
Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa dibelakang
gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan
gerak gejala-gejala tersebut. Pada taraf
pemikiran ini terbagi lagi menjadi tiga tahap: Pertama, tahap yang
paling bersahaja atau primitif, dimana orang menganggap bahwa segala benda
berjiwa (animisme). Kedua, tahap ketika orang menurunkan kelompok
hal-hal tertentu, dimana seluruhnya diturunkan dari suatu kekuatan adikodrati
yang melatarbelakanginya sedemikian rupa hingga tiap kawasan memiliki dewa
sendiri-sendiri (polytheisme). Ketiga, adalah tahapan tertinggi,
dimana pada tahap ini orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu
tokoh tertinggi (esa), yaitu dalam monotheisme.
Singkatnya, pada tahap ini manusia mengarahkan
pandangannya kepada hakikat yang batiniah (sebab pertama). Di sini, manusia
percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak. Artinya, di balik setiap
kejadian tersirat adanya maksud tertentu.
(2) Tahap Metafisika
Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap
transisi dari pemikiran Comte. Tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan
kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah,
yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut
dengan alam.
(3) Tahap Positif
Pada tahap positif, orang tahu bahwa tiada
gunanya lagi untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak,
baik pengenalan teologis maupun metafisik. Contohnya; gaya
berat.
Ia tidak lagi mau mencari asal dan tujuan
terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakekat yang sejati dari “segala sesuatu” yang berada di belakang
segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan
urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya, yaitu dengan “pengamatan” dan dengan “memakai akalnya”.
Pada tahap ini pengertian “menerangkan” berarti
fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian,
tujuan tertinggi dari tahap positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala
gejala di bawah satu fakta yang umum.
Berdasarkan
pembagian 3 (tiga) zaman atau tahap yang dilakukan August Comte, maka ia telah
menempatkan deretan ilmu pengetahuan dengan urutan sebagai berikut: ilmu pasti,
astronomi, fisika, kimia, biologi, dan sosiologi, (Syadali, 19967: 133-134).
Comte bukanlah orang yang menyukai hal-hal yang
berbau matematika, tetapi lebih peduli pada masalah-masalah sosial dan
kemanusiaan. Bersama dengan Henry de’Saint Simon, Comte mencoba mengadakan
kajian problem-problem sosial yang diakibatkan industrialisasi. Karena
ketekunan dan kepiawaiannya dalam bidang-bidang sosial menjadikan Comte dikenal
sebagai bapak sosiologi. ia mempunyai asumsi bahwa sosiologi terdiri dari dua
hal, yaitu sosial statis dan sosial dinamis. Menurut Comte, sebagai sosial statis
sosiologi merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari timbal balik
antara lembaga kemasyarakatan. Sedangkan sosial dinamis melihat bagaimana
lembaga-lembaga tersebut berkembang.
Di antara karya-karyanya Auguste Comte, Cours
de Philosphie Possitive dapat dikatakan sebagai masterpiece-nya,
karena karya itulah yang paling pokok dan sistematis. Buku ini dapat juga
dikatakan sebagai representasi bentangan aktualisasi dari yang di dalamnya
Comte menulis tentang tiga tahapan perkembangan manusia (Bakhtiar,
2003: 116-117).
b.
John Stuart Mill (1806-1873)
1)
Riwayat Hidup
John Stuart Mill (lahir di Pentonville, London, Inggris, 20 Mei 1806 – meninggal
di Avignon, Perancis, 8 Mei 1873 pada umur 66 tahun) adalah seorang filsuf empiris dari Inggris. Ia juga dikenal sebagai reformator dari utilitarianisme sosial. Ayahnya, James Mill, adalah seorang sejarawan dan akademisi. Ia
mempelajari psikologi, yang merupakan inti filsafat Mill, Pada usia 20 tahun, ia pergi ke Perancis untuk mempelajari bahasa, kimia, dan matematika (Ahmad,2012).
2) Ajaran
dan Karya Kefilsafatan
Menurut Mill, psikologi adalah suatu ilmu
pengetahuan dasar yang menjadi asas bagi filsafat. Di sini, pandangannya
berbeda dengan Comte. Tugas psikologi adalah menyelidiki apa yang
disajikan oleh kesadaran, artinya sistem indrawi manusia dan
hubungan-hubungannya. Mill berpendapat bahwa satu-satunya sumber bagi segala
pengenalan adalah pengalaman.
Di dalam etika, Mill melihat hubungan timbal-balik antara
manusia secara pribadi dengan masyarakat atas dasar prinsip utilitarianisme.
Dengan demikian, tindakan yang dilakukan oleh manusia bertujuan membawa
kepuasan bagi dirinya sendiri secara psikologis, bukan orang lain atau
nilai-nilai. Dia adalah seorang pendukung utilitarianisme,
sebuah teori etika yang dikembangkan oleh filsuf Jeremy Bentham, ayah Mill
sendiri, (Anonim 2010).
Di
tangan Bentham, utilitarianisme membawa pengaruhnya yang bisa dibilang mencapai
puncaknya. Namun ditangan Mill, utilitrarianisme ini direvisi kembali malah
bisa dibilang menyimpang dari kerangka Bentham dan merubahnya secara radikal.
Dalam hal ini tampak jelas terutama dalam karyanya yang berjudul
Utilitarianisme. Di karyanya tersebut, Mill memperkenalkan gagasan yang paling
penting yakni perbedaan kualitatif insrinsik pelbagai macam kesenangan.
Menurut
Mill, suatu hal yang penting untuk menilai kesenangan baik atas dasar kualitas
dan juga kuantitasnya. Tidak masuk akal menilainya hanya atas dasar
kuantitasnya saja. Tetapi apabila orang harus mengakui adanya perbedaan
kulitatif intrinsik pada semua kesenangan, maka harus ada suatu patokan untuk itu.
Patokan
tersebut tidak terdiri dari kesenangan itu sendiri. Bila dilihat dari cara
berfikir Mill, ia mengacu pada sebuah aturan pada bagaimana manusia itu
seharusnya. Patokan tersebut berada pada kodrat manusia yang berfungsi sebagai
patokan untuk menentukan perbedaan kualitatif antara kegiatan-kegiatan yang
membawa kesenangan. Namun sayangnya Mill tidak menjelaskan bagaimana maksud
kodrat manusia itu secara lengkap (Sholihin, 2007).
Mill membedakan antara ilmu pengetahuan alam
dengan ilmu pengetahuan rohani. Yang dimaksud ilmu pengetahuan rohani adalah
psikologi, ajaran tentang kesusilaan (etologi) dan sosiologi. Sedangkan ilmu
sejarah termasuk ilmu pengetahuan alam, (Bakhtiar, 1994 : 24).
3) Sumbangan
terhadap Perkembangan Sains Masa Kini
The Subjection of Women
merupakan salah satu karya terkenal dan mempunyai pengaruh yang luas terhadap
kehidupan dalam perihal kebebasan wanita di dalam suatu tatanan sosial. Karya
ini menjadikan wanita sebagai subjek dalam pembahasannya tentang kesulitannya
berkecimpung atau mendapatkan hak yang sama dengan kaum pria dalam suatu tatara
sosial. Karya ini bisa dibilang sebagai inspirasi besar terhadap para kaum
feminis hingga hari ini.
The Subjection of Women sering
kali terbaca seperti literatur feminis kontemporer. Mill berpendapat adanya
perbedaan dalam hubungan sosial antara dua jenis kelamin adalah sesuatu yang
salah. Karena hal tersebut dapat menjadi hambatan dalam perbaikan manusia dan
harus digantikan dengan suatu prinsip tentang kesetaraan sempurna yang mengakui
tiadanya kekuasaan atau keisitimewaan pada satu kaum dari kaum jenis kelamin
lain. Ia berpendapat bahwa kaum wanita harus diberikan status yang setara
dengan kaum pria dalam lingkup tempat kerja, keluarga, arena politik dan
lain-lain.
7.
Materialisme
Materialisme adalah asal atau hakikat dari
segala sesuatu, dimana asal atau hakikat dari segala sesuatu ialah materi.
Karena itu materialism mempersoalkan metafisika, namun metafisikanya adalah
metafisika materialisme.Materialisme adalah merupakan istilah dalam filsafat
ontology yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas spiritual dalam
metafisika, teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau penjelasan historis.
Maksudnya, suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain materi
yang sedang bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah
pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran (roh, kesadaran, dan jiwa) hanyalah
materi yang sedang bergerak. Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki
karakteristik-karakteristik pikiran dan tidak ada entitas-entitas nonmaterial.
Realitas satu-satunya adalah materi. Setiap perubahan bersebab materi atau
natura dan dunia fisik, (Bertarnd:2002: 80).
a.
Karl Marx
(1818-1883)
1)
Riwayat Hidup Filosof
Marx lahir di
Trier Jerman pada tahun 1818, ayahnya merupakan seorang Yahudi dan pengacara
yang cukup berada, dan ia masuk Protestan ketika Marx berusia enam tahun.
Setelah dewasa Marx melanjutkan studinya ke universitas di Bonn, kemudian
Berlin. Ia memperoleh gelar doktor dengan desertasinya tentang filsafat
Epicurus dan Demoktirus. Kemudian, ia pun menjadi pengikut Hegelian sayap kiri
dan pengikut Feurbach. Dalam usia dua puluh empat tahun, Marx menjadi redaktur
Koran Rheinich Zeitung yang dibrendel pemerintahannya karena dianggap
revolusioner.
Setelah ia menikah
dengan Jenny Von Westphalen (1843) ia pergi ke Paris dan disinilah ia bertemu
dengan F.Engels dan bersahabat dengannya. Tahun 1847, Marx dan Engels bergabung
dengan Liga Komunis, dan atas permintaan liga komunis inilah, mereka
mencetuskan Manifesto Komunis (1848).
2)
Ajaran dan Karya Kefilsafatannya
Dasar filsafat
Marx adalah bahwa setiap zaman, system produksi merupakan hal yang fundamental.
Yang menjadi persoalan bukan cita-xita politik atau teologi yang berlebihan,
melainkan suatu system produksi. Sejarah merupakan suatu perjuangan kelas,
perjuangan kelas yang tertindas melawan kelas yang berkuasa. Pada waktu itu
Eropa disebut kelas borjuis. Pada puncaknya dari sejarah ialah suatu masyarakat
yang tidak berkelas, yang menurut Marx adalah masyarakat komunis.
3)
Karya Karl Marx
Karya Marx yang terkenal adalah Manifest der Kommunistischen Partei dan Achtzehnte Brumair (Suhar:2009:79).
4)
Sumbangan Karl Marx terhadap Ilmu Pengetahuan
Masa Kini
Adapun
sumbangan pemikiran Marx dalam dunia ilmu pengetahuan adalah mengenai demokrasi, humanisme,
dan idealisme.
Demokrasi dapat kita artikan sebagai kebebasan dalam mengembangkan dan memilih
apa yang menjadi minat kita. Dalam ilmu
pengetahuan, hal ini juga berlaku demikian.Kita bebas mengembangkan teori-teori
pemikiran dari otak kita sesuka hati kita, tanpa ada siapapun yang berhak
melarangnya.
Humanisme menurut pandangan Marx dapat kita artikan sebagai
perasaan saling peduli sesame, tanpa ada amaksud saling menjatuhkan dan lain
sebagainya. Jadi, dalam menuangkan ide
atau gagasan yang kita miliki, hendaknya kita tidak saling menjatuhkan orang
lain. Hanya saja, ini yang kadang kurang
dipahami oleh para pemikir atau ilmuwan saat ini.
Pemikiran-pemikiran mereka sering kali menimbulkan konflik
antaragama, ras, maupun lainnya yang mungkin saja tidak sejalan dengan
pemikiran mereka. Sedangkan untuk
idealisme, hal ini biasanya yang menjadi pemikiran individu di Negara Barat
sana. Selain itu, sumbangan Marx lainnya terdapat di bidang sosial, ekonomi, politik
dan filsafat itu sendiri (Anonim, 2013).
b.
Thomas Hobbes (1588-1679 M)
1)
Riwayat Hidup Filosof
Thomas Hobbes lahir di Wiltshire, Inggris pada
5 April 1588, beberapa lainnya percaya ia dilahirkan di Malmesbury. Terlahir
premature tepat ketika ibunya mendengar adanya invasi Armada Spanyol, dari
pasukan Philip II yang kuat dan tak terkalahkan, terhadap Inggris.Ketika itu
Ratu Elizabeth I sedang sibuk menghancurkan kelompok dari kalangan Katolikisme.
Pendukung ajaran ini ditindas dengan kejam sementara saat itu bersamaan denga
aksi penaklukan Inggris atas Irlandia dan Skotlandia untuk menjadi bagian dari
Inggris Raya. Oleh karenanya Hobbes megumpamakan dirinya dengan ungkapan “my mother gave birth to twins: myself and
fear”, (Anonim, 2013).
Thomas Hobbes
dikenal sebagai salah satu pemikir Inggris pada abad pertengahan.Ia putra dari
seorang pendeta. Karena ayah Hobbes memiliki perilaku yang kurang baik, maka
Hobbes pun tinggal dengan pamannya. Hobbes tumbuh dengan pendidikan yang ia
dapat dari Oxford. Setelah lulus, ia pun memutuskan untuk bekerja.
Pada saat
bersamaan Hobbes bekerja sebagai William Cavendish, calon Earl of Devonshire.
Selain ia melarikan diri karena insiden Raja Charles I yang dikalahkan oleh
majelis parlemen Inggris saat itu, ia melakukan perjalanan ke berbagai tempat
membawanya mengenal beberapa filsuf terkenal lainnya seperti Rene Descartes dan
Galileo Galilei.
Tahun 1651,
Thomas Hobbes menulis buku berjudul Leviathan.Pada umur 22 tahun mulai
memberikan pendidikan pada seorang bangsawan dengan menjadi Tutor. Di usia 91
tahun pada 1679, Thomas Hobbes wafat setelah menyelesaikan karyanya terjemahan
Homer, Illiut, dan Odyssey.
2)
Ajaran dan Karya Kefilsafatannya
Menurut Thomas Hobbes, materialisme menyangkal
adanya jiwa atau roh karena keduanya hanyalah pancaran dari materi. Dari
pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa materialisme menyangkal adanya ruang
mutlak lepas dari barang-barang material.
Kondisi alami manusia: selalu dipenuhi rasa
takut dan ketakutan. Dalam sifat manusia terdapat tiga penyebab prinsip dari
pertengkaran yaitu persaingan, kehilangan kepercayaan, dan kejayaan. Bahwa
tubuh manusia merupakan alat-alat mekanis, namun manusia itu merupakan
mesin-mesin yang berpikir.
Bagi kaum
materalis memandang kenyataan merupakan apa yang ditetapkan oleh ilmu sebagai
kenyataan. Sedangkan hasil penelitian fisika maupun kimia sebagai pembatasa
mengani apa yang dimaksud dengan materi. Seluruh alam semesta dipandang berasal
dari materi terdalam. Selanjutnya pada setiap tahapan dapat memunculkan
cara-cara baru mengenai gerak gerik. Demikian itulah akibat dari pola-pola baru
dalam penyusunan materi.
Dilihat dari
perbedaan, pandangan mengenai materialisme modern dan materialisme yang lebih
tua terletak pada kemajuan ilmu. Materialisme mengambil hasil-hasil ilmu. Bahan
acuan bagi materialisme ialah hasil-hasil penemuan ilmu modern, (Mujamil,
2005:169).
3)
Sumbangan Thomas Hobbes terhadap Ilmu
Pengetahuan Masa Kini
Pada umumnya dapat dikatakan bahawa dengan belajar filsafat semakin
menjadikan orang mampu untuk menangani berbagai pertanyaan mendasar manusia
yang tidak terletak dalam wewenang metodis ilmu-ilmu khusus. Jadi filsafat
membantu untuk mendalami berbagai pertanyaan asasi manusia tentang makna
realitas dan lingkup tanggung jawabnya. Kemampuan itu dipelajarinya dari dua
jalur yakni secara sistematis dan historis.
Hobbes menyatakan hanya ada empat bidang
di dalam filsafat, yakni:
a)
Geometri, yang merupakan refleksi atas benda-benda dalam ruang,
b)
Fisika, yang merupakan refleksi timbal-balik benda-benda dan gerak
mereka,
c)
Etika, yang
dalam pengertian Hobbes dekat dengan psikologi. Maksudnya,
refleksi atas hasrat dan perasaan manusia serta gerak-gerak mentalnya,
d)
Politik, yang adalah refleksi atas institusi-institusi social.
B.
Kelemahan
dan Keunggulan Filsafat Barat Modern
1.
Keunggulan
Filsafat Barat Modern
Meskipun kadang menuai kritikan, namun dalam dunia pendidikan,
filsafat Barat memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Random Blog (2011).
a.
Teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori pengetahuan yang sudah umum.
b. Isi pendidikan mencakup
pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan
dengan sasaran perilaku.
c. Dalam dunia pendidikan aliran materialisme
hanya berpusat pada guru dan tidak memberikan kebebasan kepada siswanya,
baginya guru yang memiliki kekuasan untuk merancang dan mengontrol proses
pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.
Sedangkan siswa tidak ada kebebasan, perilaku ditentukan oleh kekuatan dari
luar, pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup, mereka
dituntut untuk belajar.
d. Di kelas, anak didik hanya
disodori setumpuk pengetahuan material, baik dalam buku-buku teks maupun proses
belajar mengajar. Yang terjadi adalah proses pengayaan pengetahuan kognitif
tanpa upaya internalisasi nilai. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang jauh
antara apa yang diajarkan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehar-hari
anak didik. Pendidikan agama menjadi tumpul, tidak mampu mengubah
sikap-perilaku mereka.
2.
Kekurangan
Filsafat Barat Modern
Sebagian ahli
lain mengatakan bahwa materialisme adalah kepercayaan bahwa yang ada hanyalah
materi dalam gerak. Juga dikatakan kepercayaan bahwa pikiran memang ada, tetapi
adanya pikiran disebabkan perubahan-perubahan materi. Materialisme juga berarti
bahwa materi dan alam semesta tidak memiliki karakteristik pikiran, seperti
tujuan, kesadaran, niat, tujuan, makna, arah, kecerdasan, kemauan atau upay,
(Syadali, 1997: 261). Jadi, materialisme tidak mengakui adanya entitas
nonmaterial, seperti roh, hantu, dan malaikat.
Materialisme
juga tidak mempercayai adanya Tuhan atau alam supranatural. Oleh sebab itu,
penganut aturan ini menganggap bahwa satu-satunya realitas yang ada hanyalah
materi. Segala perubahan yang tercipta pada dasarnya berkausa material.Pada
ekselasi material menjadi suatu keniscayaan pada being of phenomena. Pada akhirnya dinyatakan bahwa materi dan
segala perubahannya bersifat abadi.
Aristoteles merupakan filsuf dari Barat, sehingga hukum-hukum logika yang
dibabarkannya berdasarkan semangat pemahaman Barat. Hukum-hukum yang telah
diciptakan oleh Aristoteles tersebut “sudah diakui oleh para ahli di dunia”.
Para ahli di dunia yang “mengakui” hukum tersebut umumnya berdasarkan tolok
ukur Barat, karena sistem pendidikan dunia (misalnya pendidikan kampus) berkiblat
pada pendidikan di Barat.
Namun perlahan-lahan,
terbuktikan bahwa sistem filosofi Barat banyak memiliki kelemahan. Teori dan
konsep filsafat Barat yang telah mempengaruhi cara pandang dan pola berpikir
kebanyakan orang selama ini juga terdapat banyak kelemahannya. Beberapa
kelemahan tersebut diantaranya sebagai berikut.
a.
Klarifikasi atas Pandangan Marx
Menurut Marx, agama sebagai candu masyarakat. Dalam pandangan Marx, agama
seperti candu, ia memberikan harapan-harapan semu, dapat membantu orang untuk sementara
waktu melupakan masalah real hidupnya. Bagi Marx, agama juga merupakan medium
dari ilusi sosial. Agama tidak berkembang karena ada kesadaran dari manusia
akan pembebasan sejati, tetapi lebih karena kondisi yang diciptakan oleh
orang-orang yang memiliki kuasa untuk melanggengkan kekuasaannya.
Propaganda agama yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan
dipandang oleh Marx sebagai sikap meracuni masyarakat. Pernyataan Marx bahwa
agama sebagai candu masyarakat, muncul tatkala dia mengamati realitas empiris
di sekitarnya pada saat itu, dimana orang beragama dan melakukan ritualitas
karena menghindari realitas hidup yang dihadapinya dan agama mampu
meninabobokan para penganut agama tersebut (Islamic Science Group, 2013).
Sehingga kesimpulannya, pandangan Marx tersebut tak bisa digunakan untuk
menggeneralisir semua agama. Juga keterbatasan kemampuan Marx dalam memahami
tentang agama secara hakekat, maksud dan tujuan-lah yang mengantarkannya pada
pengetahuan tersebut.
b.
Materi Bukan Segalanya
Materialisme menganggap segala yang ada adalah materi. Unsur pokok, dasar
dan hakekat segala sesuatu yang ada itu materi. Materi adalah suatu yang abadi,
tidak diciptakan dan ada dengan sendirinya.
Materi adalah awal dan akhir kehidupan. Paham materialisme menganggap
pikiran, gagasan dan idea merupakan hasil dari kerja materi. Pada akhirnya
paham materialisme mengingkari keberadaan agama dan Tuhan. Pandangan yang
menyatakan bahwa segala yang ada materi adalah sebuah kekeliruan. Dalam diri
manusia sendiri, disamping adanya materi juga ada unsur non materi yang mampu
menggerakkan tubuh materinya. Yang membuat tubuh materi tersebut hidup. Dan
ketika manusia meninggal, ada sesuatu yang lepas dari tubuh materiny, (Solihin,
2007).
c.
Berpikir Tak Dapat “mengadakan” Sesuatu
Apa yang dikatakan Rene Descartes yaitu “cogito ergo sum” yang artinya aku
berpikir, maka aku ada, bukanlah bermakna bahwa dengan berpikir mampu
“mengadakan” sesuatu. Hakekat berpikir adalah bertanya, bertanya adalah mencari
jawaban. Maka dengan berpikir akan didapat suatu pengetahuan, suatu kepahaman,
kesadaran akan adanya sesuatu. Berpikir bukanlah bisa mengadakan sesuatu tetapi
hanya bisa menyadari keberadaan sesuatu.
Kenyataannya, sejumlah benda yang ada di sekitar kita, baik kita pikirkan
maupun tidak, tetaplah ada. Dan suatu benda yang tak ada, tak akan pernah
diwujudkan hanya dengan sekedar berpikir. Terhadap sesuatu yang tidak nyata,
yang kemudian kita pikirkan adanya hanyalah dalam abstraksi pada pikiran kita.
Anggapan bahwa Tuhan pada kepercayaan orang-orang beragama, hanyalah hasil
rekayasa pikiran, adalah sebuah kesalahan. Jika Tuhan merupakan hasil rekayasa
pikiran, betapa hebatnya pemilik pikiran tersebut yang mampu merekayasa adanya
Tuhan (Islamic Science Group, 2013).
d.
Skeptisisme Kaum Atheis
Perkembangan pemikiran manusia baik perorangan maupun masyarakat, menurut
Comte, melalui tahapan zaman teologi, metafisi dan positif. Pada zaman positif
yang ditandai dengan kemajuan dan perkembangan sains dan teknologi, manusia
sudah tidak lagi membutuhkan kepercayaan, agama maupun Tuhan, karena seluruh
persoalan telah mampu diatasi dengan sains dan teknologi itu sendiri. Pandangan
demikian jauh dari kenyataan (Solihin,
2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar