Jumat, 18 September 2015

MAKALAH FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN




FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Tersetruktur
Mata Kuliah                : Filsafat Umum
Dosen Pengampu        : Dr. Anda Juanda, M.Pd

                                
                                      
Disusun oleh
Kelompok 5
Nana Solihin
Mariyana Rahman
Reiza Fitri Yulia
Siti Humairoh
Umi Hani


Tadris IPA Biologi-B/VI
KEMENTRIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2015

 

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah swt, alhamdulillah dengan rahmat Allah swt akhirnya makalah yang berjudul “Filsafat Abad Pertengahan” dapat terselesaikan. Makalah ini berisi tentang perkembangan filsafat pada abad pertengahan. Filsafat pada abad ini terbagi menjadi dua periode yaitu periode partisik dan periode skolastik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dalam materi maupun cara penyajian penulisannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga informasi yang terdapat dalam makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin...
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Cirebon, 15 Februari 2015

                 Penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................  i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
C.     Tujuan ...................................................................................................................... 2
II.            PEMBAHASAN
A.     Zaman Patristik.......................................................................................................... 3
1.      Makna Partisik...................................................................................................... 3
2.      Ajaran Tokoh Filosof Partisik............................................................................... 4
3.      Sumbangan Filsafat Partisik terhadap Perkembangan Ilmu................................... 10
B.     Zaman Skolastik Awal............................................................................................... 11
1.      Makna Skolastik................................................................................................... 11
2.      Ajaran Tokoh Filosof Skolastik Awal................................................................... 13
3.      Sumbangan Filsafat Skolastik Awal terhadap Perkembangan Ilmu....................... 16
C.     Zaman Kejayaan Skolastik........................................................................................ 16
1.      Faktor Pendorong Kejayaan Skolastik................................................................... 16
2.      Ajaran Tokoh Filosof Zaman Kejayaan Skolistik.................................................. 18
3.      Sumbangan Zaman Kejayaan Skolastik terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan            22
D.     Zaman Akhir Skolastik.............................................................................................. 23
1.      Faktor Penyebab Berakhirnya Zaman Skolastik.................................................... 23
2.      Tokoh Filosof Skolastik Arab (Islam)................................................................... 24
3.      Zaman Peralihan Skolastik.................................................................................... 32
E.     PENUTUP
A.    Kesimpulan .............................................................................................................. 34
B.     Kritik dan Saran ....................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 36
 

I.            PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Abad pertengahan merupakan
kurun waktu yang sangat khas. Secara singkat dikatakan bahwa dominasi agama Kristen pada abad ini sangatlah menonjol. Perkembangan alam pikiran harus disesuaikan dengan ajaran agama. Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru di tengah-tengah suatu perkumpulan bangsa yang baru pula yaitu bangsa Eropa Barat. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa (sekitar lima abad) belum memunculkan ahli pikir (filosuf). Akan tetapi setelah abad ke-6 masehi, baru muncul ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat.
Filsafat Barat abad pertengahan ini dikatakan sebagai abad kegelapan. Berdasarkan pada pendekatan sejarah Gereja, saat itu tindakan Gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli berpendapat bahwa pada saat itu juga manusia tidak mempunyai kebebasan berpikir. Apalagi  terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran agama Gereja. Siapapun orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak Gereja akan melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan yang mengarah kepada rasio (akal) terhadap keyakinan (agama). Karena itu kajian terhadap agama (teologi) yang tidak berdasarkan ketentuan Gereja akan mendapatkan larangan ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak Gereja. Kendati demikian, ada juga yang melanggar peraturan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi).
Abad pertengahan ditandai dengan berintegrasinya filsafat Yunani dengan agama Kristen sehingga memungkinkan adanya perkembangan dengan pembaharuan dalam filsafat karena adanya pengaruh agama Kristen. Dimasa ini penuh dengan dominasi Gereja. Tujuannya adalah untuk membimbing umat kearah hidup yang saleh tetapi menjadi salah karena dalam pelaksanaanya tanpa memikirkan  martabat  dan kebebasan manusia mengengkang pemikiran-pemikiran dan masa depan mereka, karena itu pula pada masa ini perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia atau abdi agama. Namun demikian harus diakui bahwa banyak juga temuan bidang ilmu yang terjadi pada masa ini. Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Abad pertengahan adalah abad keemasan bagi kekristenan. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan filsafat pada abad pertengahan, secara garis besar di dalam makalah ini penulis akan membahas tentang perkembangan filsafat pada abad pertengahan.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka cakupan rumusan masalahnya ialah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan zaman partisik, sebutkan makna partisik, ajaran tokoh filosof partisik serta sumbangan filsafat partisik terhadap perkembangan ilmu pengetahuan?
2.      Apa yang dimaksud dengan zaman skolastik awal, sebutkan makna skolastik, ajaran tokoh filosof skolastik awal serta sumbangan filsafat skolastik awal terhadap perkembangan ilmu pengetahuan?
3.      Apa yang dimaksud dengan zaman kejayaan skolastik, sebutkan faktor pendorong kejayaan skolastik, ajaran tokoh filosof zaman kejayaan skolastik serta sumbangan zaman kejayaaan skolastik terhadap perkembangan ilmu pengetahuan?
4.      Apa yang dimaksud zaman akhir skolastik, sebutkan faktor penyebab berakhirnya zaman skolastik, tokoh filosof skolastik arab serta zaman peralihan skolastik?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui zaman partisik, makna partisik, ajaran tokoh filosof partisik serta sumbangan filsafat partisik terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
2.      Mengetahui zaman skolastik awal, makna skolastik, ajaran tokoh filosof skolastik awal serta sumbangan filsafat skolastik awal terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
3.      Mengetahui zaman kejayaan skolastik, faktor pendorong kejayaan skolastik, ajaran tokoh filosof zaman kejayaan skolastik serta sumbangan zaman kejayaaan skolastik terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
4.      Mengetahui zaman akhir skolastik, faktor penyebab berakhirnya zaman skolastik,  tokoh filosof skolastik arab serta zaman peralihan skolastik.
II.            PEMBAHASAN
Menurut Petrus (2004: 103) perkembangan filsafat pada abad pertengahan dibagi menjadi dua periode, yakni zaman pratistik dan zaman skolastik.
A.     Zaman Patristik  (100-700 M)
1.      Makna Partisik
Partisik sebagaimana dijelaskan Hadiwijono (2001: 70) berasal dari kata Latin Patter atau Bapa, yang artinya para pemimpin Gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau dari golongan ahli fikir. Bapa yang dimaksud adalah bapa Gereja. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Surajiyo (2010: 89) yang menjelaskan makna dari partisik yang berasal dari kata Latin patres yang berarti bapa-bapa Gereja, yaitu ahli-ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen berada.  Agama ini mulai tersebar dengan ajaran tentang tuhan, manusia dan etika. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggunakan filsafat Yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya menganai soal-soal  tentang kebebasan manusia,  kepribadian, kesusilaan, dan sifat tuhan. Zaman ini muncul pada abad ke-2 sampai abad ke-7 yang ditandai dengan usaha keras para bapa Gereja untuk mengartikulasikan, menata, dan memperkuat isi ajaran Kristen serta membelanya dari serangan kaum kafir dan bid’ah kaum gnosis. Bagi para bapa Gereja, ajaran Kristen adalah filsafat yang sejati dan sekaligus wahyu dari tuhan. Sikap para bapa Gereja terhadap filsafat Yunani berkisar antara sikap menerima dan sikap menolak. Penganiayaan keji atas umat Kristen dan karangan-karangan yang menyerang ajaran Kristen  membuat para bapa Gereja awalnya memberikan reaksi pembelaan (apologia) dengan mempelajari serta menggunakan paham-paham filosofis.
Zaman partisik sebagaimana dijelaskan Ahmad (2004: 91) ditandai dengan tampilnya apologet dan para pengarang Gereja. Para apologet memiliki tugas utama yaitu menjawab berbagai persoalan dan keberatan mengenai ajaran-ajaran imam Gereja terhadap berbagai ajaran atau paham-paham filosofis yang mengancam ajaran keimanan yang benar. Para pengarang Gereja adalah orang-orang yang menulis buku dan karangan-karangan tentang berbagai ajaran Gereja secara menyeluruh dan mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan sebelumnya. Diantara pengarang di Gereja adalah Clemens (150-219 M) dan Origenes (185-254 M). Selain para pologet dan para pengarang Gereja, menurut Sumarna (2004: 101) pada zaman ini tampil juga para pujangga Gereja (325-500 M) yang membaktikan jasa mereka bagi Gereja dan ajaran Kristen. Athanasius, Gregorius dari Naziaza, Basilius, Gregorius dari Nyssa, dan Sirilus dari Alexandria adalah para pujangga Gereja dari tradisi Yunani dan menggunakan Bahasa Yunani, sedangkan Ambrosius dan Agustinus termasuk para pujangga Gereja tradisi Latin yang menggunakan bahasa Latin.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, makna Partisik dapat diartikan sebagai tokoh-tokoh Gereja yang mempunyai peranan besar dalam pemikiran kekristenan yang mewarnai dengan filsafat agamanya.
2.      Ajaran Tokoh Filosof Partisik
Tokoh-tokoh filosof partisik sebagaimana dijelaskan oleh Tafsir (2013: 66) diantaranya Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos, dan Augustinus.
a.      Justinus Martir

Gambar 1. Justinus Martir
(Sumber: wikipedia.org)
 Menurut Anonim (2013) nama asli dari Justinus Martir adalah Justinus,  kemudian nama Martir diambil dari  istilah "orang-orang yang rela mati hanya untuk kepercayaannya". Menurut pendapat-nya sebagaimana dijelaskan Muzairi (2009: 88), agama Kristen bukan agama baru,
karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap seba­gai awal kedatangan Kristen. Padahal, Musa hidup sebelum Socrates dan Plato. Socrates dan Plato sendiri sebenarnya telah menurun-kan hikmahnya dengan memakai hikmah Musa. Selanjutnya dikatakan bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam mengembangkan aspek logosnya ini orang-orang Yunani (Socrates, Plato dan lain-lain) kurang memahami apa yang terkandung dan memancar dari logos­nya, yaitu pencerahan sehingga orang-orang Yunani dapat dikatakan  menyimpang dari ajaran murni.  Mereka menyimpang karena orang-orang Yunani terpengaruh oleh demon atau setan.Demon atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian dipalsukan. Jadi, agama Kristen lebih bermutu dibanding dengan filsafat Yunani.
Ajaran Justinus Martir sebagaimana dijelaskan Tafsir (2013:80) Ia berpendapat bahwa filsafat yang digabung dengan idea-idea keagamaan akan menguntungkan. Esensi dari pengetahuan ialah pemahaman tentang Tuhan. Semakin banyak kita memikirkan kesempurnaan Tuhan, semakin bertambah kemampuan intelek kita. Supremasi Kristus tercapai karena ia telah mencapai kebenarannya yang utuh. Karya-karya Justinus  masih eksis hingga sekarang, karyanya yang pertama kali adalah Apologia yang ditujukan kepada kaisar Antonius Pius dan masih banyak karyanya yang bukan hanya tertulis.
b.      Klemens (150 – 215 M)
       
Gambar 2. Klemens
       Sumber: wikipedia.org
Klemens sebagaimana dijelaskan Syadali dan Mudzakir ( 2004: 155) lahir pada tahun 15 M di Alexandria, dan meninggal dunia pada tahun 215 M.  Menurut pendapatnya, bahwa memahami Tuhan bukanlah dengan keyakinan irasional, melainkan melalui disiplin pemikiran rasional. Filsafat merupakan persiapan
yang amat baik dalam rangka mengenal Tuhan. Menurut Anonim (2013) Klemens adalah salah satu tokoh pembela Kristen, tetapi ia tidak membenci fil­safat Yunani. Pokok-pokok pikirannya adalah sebagai berikut:
1)      Memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk  mempertahankan diri dari otoritas filsafat Yunani.
2)      Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggu­nakan filsafat Yunani.
3)      Bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen, dan memikirkan secara mendalam.
Klemens menggunakan filsafat Yunani dengan memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen. Contohnya sebagaimana dijelaskan oleh Hadiwijono (2001: 73) dalam filsafat menurut Klemens, iman diperlukan bagi orang Kristen. Akan tetapi menurut Klemens disamping iman masih ada hal yang lebih tinggi yaitu pengetahuan (Gnosis). Pengetahuan atau Gnosis ini bukan meniadakan iman tapi menerangi iman. Oleh karena itu iman harus berkembang menjadi pengetahuan.
c.       Tertullianus (160 – 222 M)
Gambar 3. Tertullianus
Sumber: wikipedia.org
Tertullianus dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melakukan pertobatan ia gigih membela Kristen dengan fanatik. Ia menolak kehadiran filsafat Yunani karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Dia berpendapat bahwa wahyu Tuhan sudahlah cukup dan tidak ada hubungan teologi dengan filsafat (Muzairi, 2009: 89).
Menurut Anonim (2012) tidak ada hubungan antara Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat filsafat), tidak ada hubungan antara gereja dengan akedemi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan penemuan baru. Beliau mengatakan bahwa dibandingkan dengan cahaya Kristen, maka segala yang dikatakan oleh para filosof  Yunani dianggap tidak penting. Karena apa yang dikatakan oleh para filosof  Yunani tentang kebenaran pada hakikatnya sebagai kutipan dari kitab suci. Akan tetapi karena kebodohan para filosof,  kebenaran kitab suci tersebut dipalsukan. Akan tetapi lama kelamaan Tertullianus akhirnya menerima juga filsafat Yunani sebagai cara berpikir yang rasional. Alasannya bagaimanapun juga berpikir yang rasional diperlukan sekali. Pada saat itu karena pemikiran filsafat yang diharapkan tidak dibakukan. Saat itu filsafat hanya mengajarkan pemikiran-pemikiran ahli pikir Yunani saja. Sehingga akhirnya Tertullianus melihat filsafat hanya dimensi praktisnya saja dan ia menerima filsafat sebagai cara atau metode berpikir untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan beserta sifat-sifatnya.
Tertullianus sebagaimana dijelaskan Tafsir (2013: 83) Tuhan adalah pemegang kekuasaan dan peraturan. Kepatuhan kepada Tuhan merupakan kewajiban. Bila menantang Tuhan, maka akan masuk neraka dan neraka itu benar-benar ada. Dalam bukunya Adversus Marcion, ia menjelaskan bahwa Tuhan itu Esa. Kristus lahir sebagai juru penyelamat. Akan tetapi, di dalam bukunya Adversus Praxean, ia menyatakan bahwa Tuhan mempunyai tiga oknum, yaitu Bapak, Anak, dan Roh Kudus.

d.      Origenes (185-254 M)
      Gambar 4. Origenes
       Sumber: wikipedia.org
Origenes lahir pada tahun 185M dan meninggal tahun 254 M. Tuhan menurut Orignes adalah transenden.  Transenden ialah suatu konsep yang menjelaskan bahwa Tuhan berada di luar alam, tidak dapat dijangkau oleh akal rasional, lawannya ialah konsep imanen yang
berarti Tuhan itu di dalam alam, karena Tuhan transenden itulah maka menurut Origenes kita tidak mungkin mampu mengetahui esensi Tuhan, kita dapat mengkaji Tuhan melalui karya-karya-Nya (Syadali dan Mudzakir, 2004: 156).
Menurut Origen, alam semesta ini abadi. Menurut Injil, alam semesta ini diciptakan dan akan hancur. Argumen yang diajukan oleh Origen cukup menarik. Bila alam semesta ini tidak abadi, akan ada suatu perbedaan antara potensialitas dan aktualitas (Anonim, 2012). 
e.       Plotinus (204-270 M)
Gambar 5. Origenes
Sumber: wikipedia.org
Plotinus sebagaimana dijelaskan Tafsir (2013: 66) dilahirkan pada tahun 204 di Mesir, di daerah Lycopolis. Pada tahun 232 ia pergi ke Alexandria untuk belajar filsafat pada seorang guru bernama Animonius Saccas, selama 11 tahun. Pada umur 40 ia pergi ke Roma. Disana ia
menjadi pemikir terkenal pada zaman itu.Tahun 270 ia meninggal di Minturnqe, Campania, Italia. Muridnya bernama Porpyry mengumpulkan tulisannya yang berjumlah 54 karangan. Karangan itu dikelompokkan menjadi 6 set (ennead), yang tiap set berisi 9 karangan.
Ennead lebih lanjut dijelaskan Tafsir (2013: 66) yang pertama berisi masalah etika, mengenai kebajikan, kebahagiaan, bentuk-bentuk kebaikan, kejahatan, dan masalah pencabutan dari kehidupan. Ennead kedua membicarakan fisik alam semesta, tentang bintang-bintang, potensialitas dan aktualitas, sirkulasi gerakan, kualitas dan bentuk, juga berisi kritik pedas terhadap gnotisisme. Ennead ketiga membahas implikasi filsafat tentang dunia, seperti masalah iman, kuasa Tuhan, kekekalan, waktu, dan tatanan alam. Ennead keempat membicarakan sifat dan fungsi jiwa, penginderaan, dan ingatan. Ennead kelima berisi pembahasan tentang roh ketuhanan (divine spirit). Ennead keenam berisi tentang berbagai topik seperti tentang kebebasan kemauan (free will).
Sistem metafisika Plotinus ditandai oleh konsep transendens. Menurut pendapatnya, di dalam pikiran terdapat tiga realitas: The One, The Mind, dan The Soul. The One (Yang Esa) adalah Tuhan, yaitu suatu realitas yang tidak mungkin dapat dipahami melalui metode sains dan logika. Realitas kedua ialah Nous, suatu istilah yang dapat juga disebut Mind. Ini adalah gambaran tentang Yang Esa. Kandungan Nous adalah benar-benar kesatuan. Untuk menghayatinya kita mesti melalui perenungan. The Soul  mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa manusia mempunyai dua aspek: yang pertama intelek yang tunduk pada reinkarnasi, dan yang kedua adalah irasional (Tafsir, 2013: 68).
Idea keilmuan sebagaimana dijelaskan Tafsir (2013: 71) tidak begitu maju pada zaman Plotinus, ia menganggap sains lebih rendah daripada metafisika, metafisika lebih rendah daripada keimanan. Etika Plotinus dimulai dengan pandangannya tentang politik. Dalam persoalan ini ia membahas masalah kebebasan kehendak. Manusia mempunyai kebebasan, tetapi tidak dapat dipahami secara lahiriah. Manusia jahat akan manjadi budak nafsunya, maka ia tidak bebas. Pengaruh sistem yang dibuat Plotinus sebelum filsafat kuno mengakhiri zamannya, jelas besar pengaruhnya. Pengaruh itu ada pada teologi Kristen, juga pada renaissance.
f.        Augustinus (354-430 M)
Gambar  6. Augustinus
Sumber: wikipedia.org
Augustinus lahir di Tagasta, Numidia (sekarang Algeria). Pada tanggal 13 Nopember tahun 354. Tatkala berumur sebelas tahun ia dikirim kesekolah Madaurus. Lingkungan itu telah mempengaruhi perkembangan moral dan agamanya. Tahun 369-370 M dihabiskannya dirumah sebagai penganggur, tetapi suatu bacaan tentang Cicero pada bukunya Hortensius, telah membimbingnya kefilsafat.
Pada tahun 388 M ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani pengikut-pengikutnya, kemudian ia menjual seluruh warisan dan uang hasil penjualannya tersebut dikasihkan kepada fakir-miskin. Pada tahun 395-396 ia ditahbiskan menjadi seorang Uskup di Hippo. Tahun terakhir hidup-hidupnya adalah tahun-tahun peperangan bagi imperium Romawi. Pada bulan 28 Agustus 430 ia meninggal dunia dalam kesucian dan kemiskinan yang memang sudah lama dijalaninya (Syadali dan Mudzakir, 2004: 91).
Menurut Anonim (2012) sejak masih muda Augustinus telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat, antara lain Platonisme dan Skeptisisme. Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk filsafat abad pertengahan sehingga ia dijuluki sebagai guru skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh besar di bidang teologi dan filsafat. Setelah ia mempelajari aliran Skeptisisme, Augustinus kemudian tidak menyetujui aliran tersebut. Karena didalam aliran tersebut terdapat pertentangan batiniah.  Menurut Augustinus daya pemikiran manusia ada batasanya tetapi pikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasnya yang bersifat kekal abadi. Artinya akal pikir manusia dapat berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang lebih tinggi. Dia menuturkan tuhan menciptakan dunia ex nihilo artinya dalam menciptakan dunia dan isinya, tuhan tidak menggunakan bahan. Ajaran Augustinus berkembang selama sepuluh abad dan mempengaruhi pemikiran Eropa.  Filsafat patristik mengalami kemunduran sejak abad V hingga abad VIII. Di Barat dan Timur muncul tokoh-tokoh dan pemikir-pemikir baru dengan corak pemikiran yang mulai berbeda dengan masa patristik.
Filsafat Augustinus merupakan sumber atau reformasi yang dilakukan oleh Protestan khususnya kepada Luther, Zwingli, dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujianya kepada kehidupa pertapa, pandangannya tentang dosa asal, semuanya ini merupakan faktor yang memberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan abad pertengahan. Filsafatnya tentang sejarah berpengaruh terhadap gerakan-gerakan agama dan pada pemikiran sekular. Dalam pertarungan berbagai ideologi politik sekarang ada kesamaan dalam keabsolutan dalam dogmatisme dan juga dalam fanatisme. Paham toesentris pada Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang meremehkan kepentingan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya kepada Tuhan tetap merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman Augustinus orang Barat lebih memiliki sifat introspektif (Salam, 1995: 76).
Karya Augustinus yang paling berpengaruh adalah The City of God. Karya itu muncul disebabkan oleh adanya perampasan Roma oleh pasukan Alarik. Kejadian ini memiliki konsekuensi yang besar. Banyak orang Roma menganggap bahwa perampasan itu terjadi karena ketidakpatuhan orang-orang Roma kepada dewa-dewa lama dan penerimaan mereka terhadap agama Kristen. Mereka juga ragu apakah tidak salah pilih dengan agama Kristen. Karena banyak yang meilih agama Kristen kemudian melakukan praktek kafir, sebagian lain menjadi orang yang ragu karena merasa Tuhan yang mereka sembah tidak mempunyai kekuatan atas alam semsta ini. Untuk menjawab masalah itu Augustinus menulis The City of God. Buku itu berisi tidak hanya penolakan atas keraguan yang tersebar ketika itu tetapi juga mengetengahkan suatu sejarah filsafat yang sistematis yang menarik perhatian orang-orang pada Abad ke-20 sekarang (Tafsir, 2013: 112).
Karya The City of God dijelaskan Lavine (2002: 66) merupakan penolakan terhadap pernyataan-pernyataan kaum non-Kristiani setelah Roma diguncang oleh serbuan-serbuan orang Jerman, yakni bahwa agama Kristen adalah penyebab terjadinya wabah penyakit yang menimpa Roma, bahwa dewa-dewa telah murka karena mereka dikesampingkan. Augustinus, dalam karyanya tersebut, menjelaskan bahwa keagungan Roma Atau kehancurannya tidak terkait sama sekali dengan dewa-dewa kuno. Sebagaimana diatas, dua kota antara kota duniawi dan kota akhirat, selalu berada dalam pertarungan.
3.      Sumbangan Filsafat Partisik terhadap Perkembangan Ilmu
Menurut Anonim (2012) ajaran-ajaran dari para bapa Gereja adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak dipengaruhi Plotinos. Pada masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi “diabdikan” untuk dogma agama. Setelah berakhirnya zaman sejarah filsafat Barat Kuno dengan ditutupnya akademia Plato pada tahun 529 oleh kaisar Justinianus, karangan-karangan peninggalan para bapa Gereja berhasil disimpan dan diwariskan di biara-biara. Praktis biara tersebut menjadi pusat-pusat intelektual berkat kemahiran para biarawan dalam membaca, menulis, dan menyalinnya ke dalam bahasa Latin-Yunani serta tersedianya fasilitas perpustakaan.
Penulis menambahkan perkembangan ilmu pada zaman partisik ini banyak diberikan oleh para bapa Gereja, imam Gereja, dan para pujangga Gereja. Sehingga pada zaman ini, ilmu pengetahuan banyak berkembang di dalam Gereja-Gereja dan biara-biara. Sehingga didalam gereja atau biara ditemukan berbagai macam buku karangan para bapa Gereja.
Menurut Anonim (2013) terdapat beberapa karya-karya Augustinus seperti :
a.       De Beate Vita (on the happy life)
b.      De ordine (on order)
c.       De limortalite Animae (on the liner tolity of the soul)
d.      Soliluques (monoloque),
e.       De Magistra (concerning the teacher),
f.       De vera religion (on true religion),
g.       De libero arbitria (on free will) dan lain-lain.
B.     Zaman Skolastik Awal (800-1200M)
1.      Makna Skolastik
Zaman skolastik awal sebagaimana dijelaskan Surajiyo (2010: 90) berlangsung dari tahun 800-1200 M. Zaman skolastik ini memiliki perbedaan dengan zaman partisik. Perbedaan zaman skolastik dengan patrisik yaitu tokoh masa patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya sedangkan para tokoh zaman skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah kerajaan dan dari lingkungan universitas serta penerus biarawan. Dengan demikian kata “skolastik” menunjukkan kepada suatu periode di abad pertengahan ketika banyak sekolah didirikan dan banyak pengajar ulung bermunculan. Periode ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu periode skolastik awal, periode puncak perkembangan skolastik dan periode skolastik akhir.
Menurut Salam (1995:191) sebutan skolastik berasal dari kata latin scholasticus yang bermakna “murid”. Hal ini dikarenakan dalam pengajaran filsafat  zaman ini diajarkan pada sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang tetap dan yang bersifat internasional. Metode yang digunakan pada skolastik ini adalah  disputatio  yaitu membandingkan argumentasi diantara yang pro dan kontra. Namun dalam arti yang lebih khusus, kata “skolastik” menunjuk kepada suatu metode tertentu, yakni “metode skolastik”. Dengan metode in berbagai masalah dan pertanyaan diuji secara tajam dan rasional,ditentukan procontra-nya untuk kemudian ditemukan pemecahannya. Tuntutan kemasukakalan dan pengkajian yang teliti dan kritis atas pengetahuan yang diwariskan merupakan ciri filsafat Skolastik.
Berbeda dengan halnya yang diungkapkan oleh Muzairi (2009: 91), istilah Skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata School (Bahasa Inggris), yang berarti sekolah. Jadi skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan Skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat Abad Pertengahan. Tafsir (1991: 112) memaparkan Skolastik, disebut demikian karena filsafat diajarkan pada universitas-universitas (sekolah) pada waktu itu.
Meskipun terdapat perbedaan antara pengertian dari segi bahasa, tetapi maknanya sama. Pernyataan penulis ini diperkuat oleh Anonim (2012) yang menyatakan terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik yaitu sebagai berikut:
a.       Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama.
b.      Filsafat skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian baik dan buruk.
c.       Filsafat skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam kodrat akan dimasukan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
d.      Filsafat skolastik adalah filsafat nasrani karena bannyak dipengaruhi oleh ajaran Gereja.
Filsafat Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor yaitu factor religious dan factor ilmu pengetahuan. Sejak abad ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat Patristik mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad (Mustansyir, 2009: 193).
2.      Ajaran Tokoh Filosof Skolastik Awal
Penulis menuturkan terdapat beberapa tokoh yang berperan dalam mengembangkan filsafat skolastik awal, diantaranya adalah Johanes Scotes Eriugena (810-870 M), Peter Lombard (1100-1160 M), Jhon Salisbury (1115-1180 M), Santo Anselmus (1033-1109 M) dan Peter Abaelardus (1079-1142M ).
a.      Johanes Scotes Eriugena (810-870 M)
Gambar. 7 Johanes Scotes Eriugena
Sumber: wikipedia.org
Johanes Scotus Eriugena (± 810-870 M) dari Irlandia adalah seorang yang ajaib sekali. Ia menguasai bahasa Yunani dengan amat baik pada suatu zaman orang banyak hampir tidak mengenal bahasa itu. Juga ia berhasil menyusun suatu sistem filsafat yang teratur secara mendalam pada suatu zaman ketika orang masih berfikir hanya dengan mengumpulkan pendapat orang lain saja (Anonim, 2011).
Johanes Scotes Eriugena berasal dari Irlandia. Pemikiran filsafatnya berdasakan pemikiran Kristiani. Oleh karena itu segala penelitiannya dimulai dari iman, sedangkan wahyu ilahi dipandang sebagai sumber bahan-bahan filsafatnya. Menurut dia, akal betugas mengungkapkan arti yang sebenarnya dari bahan-bahan filsafat yang digalinya dari wahyu Ilahi itu. (Hadiwijono, 2001: 91).
Menurut Anonim (2012) hakikat alam adalah satu, esa. Tetapi didalam alam yang esa itu dibedakan 4 bentuk, yaitu:
1)      Alam yang menciptakan, tetapi yang sendiri tidak diciptakan. Alam semesta secara sempurna ini adalah Tuhan, satu-satunya realitas adalah hakikat segala sesuatu, yang jauh melebihi segala penentuan, bahkan mengatasi segala ”yang ada”.
2)      Alam yang menciptakan, tetapi yang sendiri diciptakan. Ini adalah teopani yang pertama, yaitu dunia idea yang adalah pola dasar segala sesuatu.
3)      Alam yang diciptakan, tetapi yang sendiri tidak diciptakan. Ini adalah teopani kedua, yaitu perealisasian segala sesuatu didalam dunia yang tampak ini.
4)      Alam tidak menciptakan dan tidak diciptakan. Inilah Tuhan sebagai bentuk alam yang keempat. 
b.      Santo Anselmus (1033-1109 M)
Gambar. 8 Santo Anselmus
Sumber: wikipedia.org
Santo Anselmus sebagaimana dijelaskan Tafsir (2013: 95) merupakan salah satu tokoh filsafat yang mengeluarkan pernyataan credo ut intelligam yang dianggap merupakan ciri utama filsafat Abad Pertengahan. Ia berasal dari keluarga bangsawan di Aosta, Italia, pada tahun 1033. Seluruh kehidupannya
dipenuhi oleh kepatuhannya terhadap Gereja. Dalam dirinya mengalir aliran Mistisme dan iman merupakan masalah utama baginya. Ada tiga karyanya, yaitu Monologium yang membicarakan keadaan Tuhan, Proslogium yang berisi pembahasan tentang dalil-dalil adanya Tuhan, dan Cur deus homo (Why God Became Man) yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk tentang cara penyelamatan melaui Kristus.
Di dalam filsafat Anselmus terlihat bahwa iman merupakan tema sentral pemikirannya. Iman kepada Kristus adalah yang paling penting sebelum yang lain. Dari sini dapatlah kita memahami pernyataannya, credor ut intelligamm yang terkenal itu. Ungkapan ini menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Arti ungkapan itu kira-kira percaya agar mengerti (believe in order to understand), yang secara sederhana ialah percayalah terlebih dahulu supaya mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu harus diterima lebih dahulu sebelum mulai berpikir ( Mayer: 384 dalam Tafsir 2013: 95).
Mengenai sifat Tuhan, Anselmus menyebutkan Tuhan bersifat esa, kekal, baik, dan sempurna. Tuhan tidak berada di dalam ruang dan waktu, tetapi segala sesuatu berada di dalam Tuhan. Teori pengetahuan Anselmus menyatakan bahwa pengetahuan dimulai dari penginderaan, lalu terbentuklah pengetahuan akliah, terakhir adalah menangkap kebesaran Tuhan melalui jalur mistik. Kebaikan tertinggi bagi manusia adalah perenungan tentang kebesaran Tuhan. Selanjutnya ia mengatakan bahwa kita semua selalu dalam kurungan selama kita masih dibimbing oleh nafsu duniawi dan selama kita masih terikat pada keinginan-keinginan jasmani (Tafsir, 2013: 96).
Secara kasar argument ini mengajarkan bahwa apa yang dipikirkan, berarti objek ini benar-benar ada tidak mungkin ada sesuatu yang hanya ada didalam pikiran, tetapi diluar pikiran objek itu tidak ada. Tentang penyelamatan, ajarannya sama dengan Filsuf Abad Pertengahan lainnya:manusia celaka karena jatuhnya Adam, jatuhnya Adam memang karena dikehendaki oleh Tuhan, penyelamatan hanya diperoleh melalui Kristus, (Simoan, 2004: 83).
Diantara karya-karya Anselmus adalah  Monologium, Proslogium dan Cur Deus Homo, dalam ejaan Inggris Why God Become Man, (Mengapa Tuhan Menjadi Manusia), merupakan karya teologi yang cukup lama berpengaruh terhadap pemikir agama. Monologium yang membicarakan keadaan Tuhan, Proslogium yang berisi tentang dalil-dalil adanya Tuhan, dan Cur Deus Homo yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk mengenai penyelamatan melalui Kristus (Syadali, 1997: 91).
c.       Peter Abaelardus (1079-1142 M)
Gambar. 9  Peter Lombard
Sumber: wikipedia.org
Peter Abelardus lahir di Pallet (Palais) tidak jauh dari Nantes, Perancis pada tahun 1079. Dia adalah anak tertua dari rumah Breton mulia. Nama aslinya adalah Pierre de Palais. Nama Abaelardus (juga ditulis Abailardus, Abaielardus, Abelard,dan dalam berbagai cara lain) dikatakan korupsi dari Habelardus, kemudian diganti oleh dirinya sendiri untuk
nama panggilan Bajolardus yang ditunjukkan untuknya saat menjadi siswa.Peter Abaelardus adalah seorang filsuf dan teolog yang terkenal pada Abad Pertengahan. Ia dipandang sebagai pendiri skolastisisme bersama dengan Anselmus dari Canterbury.  Peter Abaelardus meninggal pada tanggal 21 April 1142 M. Salah satu pemikiran Abelardus yang terkenal di bidang etika adalah tentang kemurnian sikap batin. Disamping itu dia juga berfikir bahwa peranan akal dapat menundukan iman.  Iman harus mau didahului oleh akal. Berfikir itu berada di luar iman. (di luar kepercayan). Oleh sebab itu berfikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Peter Abaelardus menberikan status yang tinggi kepada penalaran dari pada iman (Anonim, 2013).
Peter Abaelardus mempunyai kepribadian yang keras dan pandangannya sangat tajam , sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli pikir dan pejabat gereja. Ia termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantic, sekaligus sebagai rasionalistik. Artinya peranaan akal dapat memudahkan kekuatan iman. Iman harus mau didahului akal, yang harus dipercayai adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal (Muzairi, 2009: 94-95).
Semasa hidupnya Peter Ablardus termasuk orang yang dikenal sebagai konseptualisme dan sarjana yang dikenal dalam sastra romantik, sekaligus sebagai rasionalistik. Peter Abaelardus memberikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar iman. Karena itu berpikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam teologi iman hampir kehilangan tempat. Ia mencontohkan seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan (Anonim, 2011).
3.      Sumbangan Filsafat Skolastik Awal terhadap Perkembangan Ilmu
Sumbangan pada zaman skolastik awal adanya perkembangan di Eropa mengalami kemajuan yang luar biasa, karena berdirinya universitas-universitas dan perserikatan-perserikatan biarawan yang ikut serta menyelenggarakan ilmu.  Perkembangan filsafat skolastik awal menerima perhatian yang sangat besar dari pemikiran para tokoh dizaman pertengahan. Diantaranya universitas di Eropa dan Oxford. Universitas-universitas ini merupakan sumber dan pusat ilmu serta kebudayaan termasuk ilmu sains (Suriasumantri, 2009: 83).
Penulis menambahkan karya-karya Anselmus seperti Monologium, Proslogium dan Cur Deus Homo, dalam ejaan Inggris Why God Become Man, (Mengapa Tuhan Menjadi Manusia), memiliki peran penting terhadap perkembangan ilmu pada zaman tersebut.
C.     Zaman Kejayaan Skolastik
1.      Faktor Pendorong Kejayaan Skolastik
Masa skolastik mencapai puncak kejayaan pada abad XIII. Di masa ini filsafat masih dikaitkan dengan teologi. Tetapi sudah menemukan tingkat kemandirian tertentu. Hal ini disebabkan oleh dibukanya universitas-universitas baru dan disebarluaskannya karya-karya filsafat Yunani. Periode puncak perkembangan skolastik dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi. Filsafat Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran abad pertengahan. Universitas-universitas pertama didirikan di Bologna (1158), Paris (1170), Oxford (1200), dan masih banyak lagi universitas yang mengikutinya. Pada abad ke-13, dihasilkan suatu sintesis besar dari khazanah pemikiran kristiani dan filsafat Yunani (Surajiyo, 2010: 86). Hal serupa diungkapkan Hadiwijono (2001: 120) pada masa ini kejayaan Skolastik berlangsung dari abad 1200-1300 M yang disebut juga dengan masa berbunga karena bersamaandengan munculnya beberapa universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan. Pada Abad ke-13 dianggap sebagai zaman kejayaan dalam filsafat dan teologi skolastik. Menurut Muzairi (2009: 95) Skolastik mencapai kejayaan karena bersamaan dengan munculnya beberapa universitas dan ordo-ordo yang secara bersama-sama menyelengarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, disamping juga peranaan universitas sebagi sumber atau pusat lmu pengetahuan dan kebudayaan.
Faktor pendorong kejayaan filsafat skolastik sebagaimana dijelaskan Simon (2004: 102), sebagai berikut:
a.       Adanya pengaruh Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, sejak abad ke-12 sampai ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
b.      Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Prancis. Ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai awal berdirinya Universitas di Paris, di Oxford, Mont pellier, Cambridge dan lain-lain.
c.       Berdirinya ordo-ordo. Ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian dimana kebanyakan tokoh- tokohnya memegang peran di bidang Filsafat dan Teologi, seperti Albertus De Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J. D. Scotus, William Ocham.
2.      Ajaran Tokoh Filosof Zaman Kejayaan Skolistik
Penulis menuturkan tokoh-tokoh filsafat skolastik pada zaman kejayaan sebagaimana dijelaskan Asmoro (1995: 71) diantaranya Albertus Magnus (1203-1280 M), Thomas Aquinas  (1225-1274 M), dan Yohanes Duns Scotus (1266-1308).
a.      Albertus Magnus (1203-1280 M)
Gambar. 10Albertus Magnus
Sumber: wikipedia.org
Albertus Magnus lahir dengan nama Albertus Von Bollstadt yang juga dikenal sebgai doktor universitas dan dokto magnus, kemudian berna-ma Albertus Magnus (Albert the Great). Ia mempunyai kepandaian luar biasa. Di universitas Padua ia belajar artes liberales, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo
Dominican tahun 1223 M, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat. Terakhir dia diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia (Simon, 2004: 102).
     Menurut Albertus, secara hakiki iman harus dibedakan dengan pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Pada pengetahuan, suatu kebenaran diterima karena kejelasannya, yang dikuatkan dengan bukti-bukti. Tidaklah demikian keadaan iman. Pada iman, tiada kejelasan yang berdasarkan akal. Kebenaran ditererima iman bukan karena kejelasan kebenaran itu. Perbuatan iman lebih berdasarkan atas rasa-perasaan dari pada atas pertimbangan akal. Maka isi kebenaran iman tidak dapat dibuktikan (Hadiwijono, 2001: 102).
b.      Thomas Aquinas (1225-1274 M)
Gambar. 11  Thomas Aquins
Sumber: wikipedia.org
Ia lahir di Roccasecca, Italia, pada tahun 1225 dari keluarga Bangsawan baik Bapakanya maupun Ibunya. Melalui Gurunya, Albertinus Magnus, Aquinas belajar tentang alam, ia berfilsafat lebih empiris daripada orang-orang yang diikutinya. Dikatakan demikian karena ia
lebih banyak menggunakan observasi terhadap alam dalam menopang argument-argumennya (Suriasumantri. 2009: 159).
     Puncak kejayaan masa skolastik sebagaimana dijelaskan Syadali dan Mudzakir (1999: 80-81) dicapai melalui pemikiran Thomas Aquinas (1225-1274 M). Dia lahir di Roccasecca, Italia 1225 M dari kedua orang tua bangsawan. Ia mendapat gelar “The Angelic Doctor”, karena banyak pikirannya terutama dalam “Summa Theologia” menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Gereja. Menurutnya pengetahuan berbeda dengan kepercayaan. Pengetahuan didapat melalui indera dan diolah akal. Namun akal tidak mampu mencapai realitas tertinggi yang ada pada daerah adikodrati. Ini merupakan masalah keagamaan yang harus diselesaikan dengan kepercayaan. Dalil-dalil akal atau filsafat harus dikembangkan dalam upaya memperkuat dalil-dalil agama dan mengabdi kepada Tuhan. Aquinas merupakan theolog skolastik yang terbesar. Ia adalah murid Albertus Magnus. Albertus mengajarkan kepadanya filsafat  Aristoteles  sehingga ia sangat mahir dalam filsafat itu. Pandangan-pandangan filsafat Aristoteles diselaraskannya dengan pandangan-pandangan Al-kitab. Dia lah yang sangat berhasil menyelaraskan keduanya sehingga filsafat Aristoteles tidak menjadi unsur yang berbahaya bagi agama Kristen.
     Aquinas mengajarkan Tuhan sebagai “ada yang tak terbatas” (ipsum esse subsistens). Tuhan adalah “dzat tertinggi” yang mempunyai keadaan yang paling tinggi. Tuhan adalah penggerak yang tidak bergerak. Tampak sekali pengaruh filsafat Aristoteles dalam pandangannya. Hidup manusia terbagi atas dua tingkat yaitu tingkat adikodrati dan kodrati (tingkat atas dan tingkatan bawah). Tingkat bawah (kodrati) hanya dapat dipahami dengan mempergunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan ia bisa menjadi sempurna kalau disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati). “Tabiat kodrati bukan ditiadakan, melainkan disempurnakan oleh rahmat,”(Tafsir, 2013: 97).
     Aquinas dibimbing oleh pandangannya bahwa daya pikir (reson) dan iman tidak mengalami pertentangan. Akan tetapi dimana batas kedua-duanya? Menurut pendapatnya, semua objek yang tidak dapat diindera tidak akan dapat diketahui secara pasti oleh akal. Oleh karena itu, kebenaran ajaran Tuhan tidak mungkin dapat diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran ajaran Tuhan diterima dengan iman. Sesuatu yang tidak dapat diteliti dengan akal adalah objek iman. Pengetahuan yang diterima atas dasar iman tidaklah lebih rendah daripada pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Aquinas mengajarkan seharusnya kita menyeimbangkan akal dan iman, akal membantu membangun dasar-dasar filsafat Kristen. Akan tetapi harus selalu disadari bahwa hal itu tidak selalu dapat dilakukan karena akal memiliki sifat terbatas. Akal tidak dapat memberikan penjelasan tentang kehidupan kembali (resurrection) dan penebusan dosa. Akal juga tidak mampu membuktikan kenyataan esensisal tentang keimanan Kristen. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa dogma-dogma Kristen itu tepat sebagaimana telah disebutkan dalam firman-firman Tuhan (Anonim, 2012).
     Aquinas membagi pengetahuan menjadi tiga bagian pengetahua Fisika, Matematika, dan Metafisika. Dari yang tiga Metafisika inilah yang mendapat banyak perhatian darinya. Menurut pendapatnya dia dapat menyajikan abstraksi tingkat tertinggi. Sehunbungan dengan teorinya diatas maka didalam filsafat Aquinas filsafat dapat dibedakan dari agama dengan melihat penggunaan akal. Filsafat ditentukan oelh penjelasan sistematis akliah sedangkan agama ditentukan oleh keimanan. Sekalipun demikian, perbedaan itu tidak terlihat begitu jelas karena pengetahuan adalah gabungan dari kedua-duanya. Agama dapat pula dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah agama natural yang dibentangkan diatas akal dan yang kedua adalah agama wahyu yang dibentangkan diatas iman (Suriasumantri, 2009: 160).
     Doktrin pengetahuan Aquinas adalah realis Moderat. Ia tidak sependapat dengan Plato yang mengajarkan bahwa alam semesta ini menpunyai eksistensi yang objektif. Ia mengajarkan bahwa alam semesta ini berada dalam tiga cara yaitu:  pertama, sebagai sebab-sebab didalam pemikiran Tuhan; kedua, sebagai idea dalam pemikiran manusia; dan ketiga, sebagai esensi sesuatu. Aquinas mencoba menganut dua ekstrimitas. Ekstrimitas Nominalisme dan Ekstriminitas Realisme. Nominalisme adalah suatu ajaran dalam filsafat yang menyatakan bahwa tidak ada eksistensi abstrak yang sungguh-sungguh objektif, yang ada hanyalah kata-kata dan nama-nama. Realisme adalah suatu ajaran dalam filsafa tyang mengatakan bahwa realitas Universal abstrak sama dengan atau lebih tinggi dari realitas (Anonim, 2012). Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa ada dua jalur pengetahuan dalam filsafat Aquinas. Jalur tersebut  ialah jalur akal yang dimulai dari manusia dan berakhir pada Tuhan. Dan yang kedua adalah jalur Tuhan ialah jalur iman yang dimulai dari Tuhan (wahyu) yang didukung oleh akal. Kedua jalur inilah yang melahirkan berbagai ilmu pengetahuan.
     Menurut Tafsir (2013: 104) Thomas memberi 5 (lima) bukti adanya Tuhan, yaitu:
1)      Adanya gerak didunia mengharuskan kita menerima bahwa ada penggerak pertama yaitu Tuhan. Menurut Aquinas apa yang bergerak tentu digerakkan oleh sesuatu yang lain. Gerak menggerakkan ini tidak dapat berjalan tanpa batas. Maka harus ada penggerak pertama. Penggerak pertama ini adalah Tuhan.
2)       Di dunia yang diamati terdapat suatu tertib sebab-sebab yang membawa hasil atau yang berdaya guna. Tidak pernah ada sesuatu yang diamati yang menjadi sebab yang menghasilkan dirinya sendiri. Oleh karena itu, maka harus ada sebab berdaya guna yang pertama yaitu Tuhan.
3)      Di alam semesta terdapat hal-hal yang mungkin ada dan tidak ada. Oleh karena itu semuanya tidak berada sendiri tetapi diadakan. Jikalau segala sesuatu hanya mewujudkan kemungkinan saja, tentu harus ada sesuatu yang adanya mewujudkan suatu keharusan.
4)       Diantara segala yang ada terdapat ha-hal yag lebih atau kurang baik, lebih atau kurang benar dan lain sebagainya. Apa yang lebih baik adalah apa yang lebih mendekati apa yang terbaik. Jadi jikalau ada yang kurang baik, yang baik dan yang lebih baik, semuanya mengharuskan adanya yang terbaik. Dari semuanya dapat disimpulkan bahwa harus ada sesuatu yang menjadi sebab daris segala yang baik, segala yang benar, segala yang mulia. Yang menyebabkan semuanya itu adalah Tuhan.
5)      Segala sesuatu yang tidak berakal seperti berbuat menuju pada akhirnya. Dari situ tampak jelas, bahwa tidak hanya kebetulan saja semuanya itu mencapai akhirnya, tapi memang dibuat begitu. Maka apa yang tidak berakal tidak mungkin bergerak menuju akhirnya, jikalau tidak diarahkan oleh suatu tokoh yang berakal, berpengetahuan inilah Tuhan.
c.       Yohanes Duns Scotus (1266-1308 M)
Gambar. 12  Yohanes Duns Scotus
Sumber: wikipedia.org
Yohanes Duns Scotus sebagaiamana dijelaskan Salam (1995: 191) adalah seorang skot dari ordo Fransiskan. Ia belajar di Cambridge, Oxford dan Paris yang kemudian menjabat menjadi guru besar di Paris. Tulisan-tulisannya sukar dimengerti, karena gaya bahasanya yang singkat. Ia adalah seorang ahli
piker yang tajam, yang menyusun pembuktian-pembuktiannya dengan ketajaman yang mencolok dan mengupas argumentasi lawannya sampai habis. Ia bermaksud mempertahankan tradisi ordo Fransiskan yang berjiwa Augustinis-Neoplatonis. Duns Scotus berpendapat, bahwa ada hubungan yang selaras antara iman dan pengetahuan. Menurut Duns Scotus nisbah antara teologia dan filsafat bahwa keduanya adalah dua ilmu yang berdampingan, yang masing-masing memiliki pangkal keberangkatan serta metodenya sendiri-sendiri. Menurut Duns Scotus, kehendak lebih penting daripada akal. Sebab kehendaklah yang menentukan, sedangkan  akal hanya dapat mengemukakan bermacam-macam kemungkinan kepada kehendak, agar bisa ditentukan yang mana yang harus dilakukan.
3.      Sumbangan Zaman Kejayaan Skolastik terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan
                  Karakteristik pada zaman kejayaan skolastik  ditandai dengan munculnya universitas-universitas dan ordo-ordo yang secara bersama-sama ikut menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan. Disamping itu juga peranan universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan (Asmoro, 1995: 71). Penulis menambah-kan pada zaman kejayaan ini terbukalah kesempatan bagi para pemikir Kristiani abad pertengahan untuk mempelajari filsafat Yunani secara lebih lengkap dan lebih menyeluruh daripada sebelumnya. Hal ini semakin  didukung dengan adanya biara-biara yang antara lain memeng berfungsi menerjemahkan, menyalin, dan memelihara karya sastra.
                  Abad ke-13 sebagaimana dijelaskan Hakim (2008: 137) menjadi abad kejayaan skolastik. Ada beberapa faktor yang memberi sumbangan yang berguna bagi kejayaan skolastik. Beberapa faktor yang memberi sumbangan yang berguna bagi abad ke-13 adalah:
a.       Pertama, mulai abad ke-12 ada hubungan-hubungan baru dengan dunia pemikiran Yunani dan dunia pemikiran Arab, yaitu dengan peradaban Yunani dari Italia selatan, sisilia dan dengan kerajaan Bizantium disatu pihak, dan dengan peradaban Arab yang ada di Spanyol dilain pihak. Melalui karya orang-orang Arab dan Yahudi Eropa Barat mulai lebih mengenal karya-karya Aristoteles melalui karya para Bapak Gereja Timur.
b.      Kedua, munculnya Universitas-universitas. Telah dikemukakan bahwa pada abad ke-9 di Eropa Barat muncul sekolah-sekolah karena perkembangan semakin maju ada sekolah-sekolah yang membentuk persekutuan antara dosen dan mahasiswa dari satu jurusan sehingga keduanya mewujudkan suatu kesatuan yang menyeluruh. Kesatuan ini disebut universitas magistrorum et scolarum. Hal yang ketiga yang membantu perkembangan skolastik ialah munculnya ordo-ordo baru, yaitu ordo Fransiskan dan ordo Dominikan. Ordo pada Bapak gereja serta para ahli skolastik.
        Menurut Anonim (2012) faktor lain yang sangat mempengaruhi perkembangan hidup abad pertengahan ialah timbulnya ordo-ordo baru yaitu : Ordo Fransiskan dan Dominikan. Ordo Fransiskan didirikan oleh Fransiskus pada tahun 1209  M sedangkan ordo Dominikan didirikan oleh Dominikus de guzman pada tahun 1215 M. Salah satu aturan hidup yang diajarkan bagi anggota ordo dominikus ialah bahwa mereka wajib mencurahkan tenaganya dalam bidang studi teologi.
D.     Zaman Akhir Skolastik (1400-1500 M)
1.      Faktor Penyebab Berakhirnya Zaman Skolastik
                  Zaman skolastik akhir terjadi pada abad ke 14-15 yang  ditandai dengan pemikiran Islam yang berkembang kearah nominalisme yaitu aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberi jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan ajaran gereja, hanya iman yang dapat menerimanya (Anonim, 2012).
                  Faktor penyebab berakhirnya zaman Skolastik, ditandai dengan adanya  rasa jenuh terhadap segala macam pemikiran filsafat yang menjadi kiblatnya,  sehingga memperlihatkan stagnasi atau kemandegan (Muzairi, 2009: 100). Faktor lain dari penyebab berakhirnya zaman Skolastik antara lain:
a.       Timbulnya kejenuhan terhadap segala macam pemikiran filsafat. Awal dari berakhirnya zaman skolastik ini dimulai pada abad ke 14, dimana timbul banyak kejenuhan terhadapsegala macam pemikiran filsafat yang kontruktif.. Hal tersebut  terjadi karena para ahli pemikiran menampakkan gejala pembekuan yang memperlihatkan stagnasi (kemandegan) pemikiran filsafat Skolastik Kristen. 
b.      Munculnya beberapa kelompok diantaranya adalah aliran Thomisme, Scotisme, Viaantiqua (jalan kuna) dan Via moderna (jalan modern). Aliran via antiqua merupakan kelompok lebih kecil dan lebih lemah dimana mereka adalah pengikut dari Augustinus dan Albertus Agung yang tidak memiliki pemikiran baru. Berbanding terbalik deangan aliran via moderna yang menolak pemikiran metafisis yang kontruktif. Selain itu aliran via moderna lebih memperhatikan kepada hal-hal yang ilmiah dan positif, bukankepada persoalan-persoalan filsafati. Oleh karena itu dibidang teologia yang diperhatikanadalah persoalan gerejani dan politik yang konkrit .
c.       Pada tahap akhir masa skolastik terdapat filosof yang berbeda pandangan dengan Thomas Aquinas, yaitu William Occam (1285-1349). Tulisan- tulisannya menyerang kekuasaan gereja dan teologi Kristen. Karenanya, ia tidak begitu disukai dan kemudian dipenjarakan oleh Paus. Namun, ia berhasil meloloskan diri dan meminta suaka politik kepada Kaisar Louis IV, sehingga ia terlibat konflik berkepanjangan dengan gereja dan negara. William Occam merasa membela agama dengan menceraikan ilmu dari  teologi.Tuhan harus diterima atas dasar keimanan, bukan dengan pembuktian, karena kepercayaan teologis tidak dapat didemonstrasikan (Suriasumantri, 2009:156).
2.      Tokoh Filosof Skolastik Arab (Islam)
                  Zaman akhir skolastik ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh filosofi skolastik Arab. Sebagaimana dijelaskan Salam (1995: 191) berkat pengaruh Helenisme, filsafat Yunani hidup terus di Siria dan diperkembangkan lebih lanjut oleh filosof-filosof Arab yang kemudian diteruskan kembali ke Eropa melalui Spanyol.  Tokoh-tokoh yang termasuk para ahli pikir Islam (pemikir Arab atau Islam pada masa skolastik) diantaranya Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, & Ibnu Rusyd.
a.      Al- Kindi (801- 865M)
Gambar. 13  Al-Kindi
Sumber: wikipedia.org
Nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’kub bin Ishak Al-Sabbah bin Imran bin Al-Asha’ath bin Kays Al-Kindi. Beliau biasa disebut Ya’kub  lahir pada tahun 185 H (801 M) di Kufah. Keturunan dari suku Kays, dengan gelar Abu Yusuf  (bapak dari anak yang bernama Yusuf) nama orang
tuanya Ishaq Ashshabbah dan ayahnya menjabat gubernur di Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Al-Rasyid dari Bani Abbas. Al-Kindi merupakan nama yang diambil dari nama sebuah suku yaitu  Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang berlokasi di daerah selatan Jazirah Arab dan mereka mempunyai kebudayaan yang tinggi. Sebagai orang yang dilahirkan di kalangan para intelektual, maka pendidikan yang  pertama diterima oleh Al-Kindi adalah membaca Al-Qur’an, menulis, dan berhitung. Disamping itu ia banyak mempelajari tentang sastra dan agama, juga menerjemahkan beberapa buku Yunani di dalam bahasa Syiria kuno, dan bahasa Arab (Anonim, 2012).
     Al-Kindi sebagaimana dijelaskan Petrus (2004: 85) menga- rang buku-buku yang menganut keterangan Ibnu Al-Nadim. Buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam bidang filsafat, logika, arithmatika, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika, musik, matematika dan sebagainya. Dari karangan-karangannya, dapat diketahui bahwa Al-Kindi termasuk penganut aliran Eklektisisme. Dalam metafisika dan kosmologi Al-Kindi mengambil pendapat Aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat Plato, dalam hal etika mengambil pendapat Socrates dan Plato. Mengenai filsafat dan agama, Al-Kindi berusaha mempertemukan antara filsafat dan agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya. Dan agama merupakan ilmu mengenai kebenaran akan tetapi keduanya memiliki perbedaan. Mengenai hakikat Tuhan, Al-Kindi menegaskan bahwa Tuhan adalah wujud yang hak (benar), yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak ada, ia selalu ada dan akan selalu ada. Jadi Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului oleh wujud yang lain, tidak berakhir wujudNya dan tidak wujud kecuali denganNya.
     Unsur-unsur filsafat yang dapat diketahui dari pemikiran Al-Kindi ialah:
                                              1)      Aliran Pythagoras tentang matematika sebagai jalan ke arah filsafat;
                                              2)      Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika, meskipun Al-Kindi tidak sependapat dengan Aristoteles tentang qadimnya alam;
                                              3)      Pikiran-pikiran Plato dalam soal kejiwaan;
                                              4)      Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika;
                                              5)      Wahyu dan iman (ajaran-ajaran agama) dalam soal-soal yang berhubungan dengan Tuhan dan sifat-sifatNya;
                                              6)      Aliran Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat Qur’an (Anonim, 2013).
b.      Al-Farabi (850-950 M)
Gambar. 14  Al-Farabi
Sumber: wikipedia.org
Menurut Anonim (2011) Al-Farabi dengan nama lengkapnya Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan. Sebutan Al-Farabi diambil dari nama kota Farab, dimana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya keturunan Iran dan ibunya keturunan Turkestan. Sejak kecilnya, Al-Farabi suka belajar dan ia
mempunyai kecakapan luar biasa dalam lapangan bahasa. Bahasa-bahasa yang dikuasainya antara lain bahasa Iran, Turkistan, dan Kurdistan. Setelah tumbuh besar, Al-Farabi meninggalkan negerinya untuk belajar di kota Baghdad, pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada masanya. Selama berada di Baghdad, ia memusatkan perhatiannya kepada ilmu logika.
Al-Farabi sebagaimana dijelaskan Petrus (2004: 87) memiliki pengetahuan yang luas dan dalam. Ia mendalami ilmu-ilmu bahasa, matematika, kimia, astronomi, kemiliteran, musik, ilmu alam, ketuhanan, fiqih, dan mantik. Sebagian besar karangan-karangan Al-Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenius, dalam bidang-bidang logika, fisika, etika, dan metafisika. Meskipun banyak tokoh filsafat yang diulas pikirannya, namun ia lebih terkenal sebagai pengulas Aristoteles. Di antara karangan-karangan milik Al-Farabi ialah:
1)        Aghradlu ma Ba’da at-Thabi’ah;
2)        Al-Jam’u baina Ra’yai al-Hakimain (Mempertemukan pendapat
            kedua filosof yakni  Plato dan Aristoteles);
3)        Tahsil as-Sa’adah (Mencari Kebahagiaan);
4)        ‘Uyun al-Masail (Pokok-Pokok  persoalan);
5)        Ara-u Ahlil Madinah al-Fadhilah  (Pikiran-Pikiran Penduduk Kota
    Utama Negeri Utama).
6)        Ih-sha’u al-Ulum (Statistik Ilmu);
       Menurut Dr. Ibrahim Madkour, filsafat Al-Farabi adalah filsafat yang bercorak spiritual-idealis. Menurut Al-Farabi, akal yang dikonsepsikannya yaitu ‘Uqul Mufariqah (akal yang terlepas dari benda) merupakan makhluk rohani murni. Roh itu pula yang menggerakkan benda-benda langit dan mengatur alam di bawah bulan. Meskipun Al-Farabi telah banyak mengambil dari Plato, Aristoteles dan Plotinus, namun ia tetap memegangi kepribadian, sehingga pikiran-pikiranya tersebut merupakan filsafat Islam yang berdiri sendiri, yang bukan filsafat stoa, atau Peripatetik atau Neo Platonisme (Anonim. 2012).
c.       Ibnu Sina(980-1037M)
Gambar. 15  Ibnu Sina
Sumber: wikipedia.org
Menurut Anonim (2012) Ibnu Sina dilahirkan dalam masa kekacauan, dimana Khilafah Abbasiyah mengalami kemunduran dan negeri-negeri yang mula-mula berada di bawah kekuasaan khilafah tersebut mulai melepaskan diri satu persatu untuk berdiri sendiri. Kota Baghdad sendiri sebagai pusat pemerintahan
khilafah Abbasiyah yang dikuasai oleh golongan Bani Buwaih pada tahun 334 H dan kekuasaan mereka berlangsung terus sampai tahun 447 H. Nama lengkap Ibnu Sina ialah Abu Ali Husain Ibnu Abdillah Ibnu Sina, dibarat dikenal dengan nama Avicenna. Sealain dikenal sebagai ahli di bidang filsafat, ia juga dikenal sebagai ahli kedokteran (Syadali dan Mudzakir, 2004: 173-174). Pada masanya yaitu  tahun 340 H (980 M) di suatu tempat yang bernama Afsyana, daerah Bukhara, Ibnu Sina dilahirkan dan dibesarkan. Di Bukhara ia menghafal Qur’an dan belajar ilmu-ilmu agama serta ilmu astronomi, sedangkan usianya baru sepuluh tahun. Kemudian ia mempelajari matematika, fisika, logika dan ilmu metafisika. Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya (Anonim, 2013). Belum lagi usianya melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori-teori kedokteran, juga melakukan praktek dan mengobati orang-orang sakit.Sebenarnya hidup Ibnu Sina tidak pernah mengalami ketenangan, dan usianya pun tidak panjang. Meskipun banyak kesibukan-kesibukannya dalam urusan politik, sehingga ia tidak banyak mempunyai kesempatan untuk mengarang, namun ia telah berhasil meninggalkan berpuluh-puluh karangan (Petrus, 2004: 90).
Karangan-karangan Ibnu Sina yang terkenal ialah:
1)      Asy-Syifa. Buku ini adalah buku filsafat yang terpenting dan terbesar dari Ibnu Sina, dan trediri dari enpat bagian, yaitu: logika, fisika, matematika, dan metafisika (ketuhanan);
2)      An-Najat. Buku ini merupakan keringkasan buku as-Syifa, dan pernah diterbitkan bersama-sama dengan buku al-Qanun dalam ilmu kedokteran pada tahun 1593 M di Roma dan pada tahun 1331 M di Mesir;
3)       Al-Isyarat wat-Tanbihat. Buku ini adalah buku terakhir dan yang paling baik, dan pernah diterbitkan di Leiden pada tahun 1892 M, dan sebagiannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis;
4)      Al-Hikmat al-Masyriqiyyah. Buku ini banyak dibicarakan orang, karena tidak jelasnya maksud judul buku, dan naskah-naskahnya yang masih ada memuat bagian logika;
5)      Al-Qanun, atau Canon of Medicine, menurut penyebutan orang-orang Barat. Buku ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan pernah menjadi buku standar untuk universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ketujuhbelas Masehi (Anonim, 2012).
Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku-buku yang khusus untuk soal-soal kejiwaan atau pun buku-buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat. Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat  diremehkan, baik pada dunia pikir Arab sejak abad kesepuluh Masehi sampai akhir abad ke-19 Masehi terutama pada Gundissalinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon, dan Dun Scott. Bahkan ada pertaliannya dengan pikiran-pikiran Descartes tentang hakikat jiwa dan wujudnya. Menurut Syadali dan Mudzakir (2004: 175) Ibnu Sina mengatakan bahwa Tuhan itu adalah Al-aqlu (akal), ia memikirkan diri-Nya sendiri lalu memikirkan sesuatu di luar diri-Nya menyebabkan timbulnya akal lain yang dinamkan akal pertama (Al-Aqlu Awwal), akal pertama ini berpikir pula dan mengeluarkan akal kedua dan seterusnya.
Hidup Ibnu Sina penuh dengan kesibukan bekerja dan mengarang; penuh pula dengan kesenangan dan kepahitan hidup bersama-sama, dan boleh jadi keadaan ini telah mengakibatkan ia tertimpa penyakit yang tidak bisa diobati lagi. Pada tahun 428 H (1037 M), ia meninggal dunia di Hamadzan, pada usia 58 tahun, (Anonim, 2011).
d.      AL- Ghazali (1058-1085 M)
Gambar. 15  Ibnu Sina
Sumber: wikipedia.org
Al-Ghazali sebagaimana dijelaskan Lavine (2002: 95) memiliki nama asli  adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali yang bergelar Hujjatul Islam. Beliau  lahir tahun 450 H di Tus, suatu kota kecil di Khurassan (Iran). Al-Ghazali pertama kali belajar agama di kota Tus, kemudian meneruskan di Jurjan, dan
akhirnya di Naisabur pada Imam al-Juwaini, sampai yang terakhir ia wafat tahun 478 H/1085 M. Pada tahun 483 H/1090 M, ia diangkat menjadi guru di sekolah Nidzamah Baghdad, dan pekerjaannya itu dilaksanakan dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad selain  mengajar ia  juga mengadakan bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan Bathiniyah, Isma’iliyyah, golongan filsafat dan lain-lain. Pengaruh al-Ghazali di kalangan kaum Muslimin besar sekali, sehingga menurut pandangan orang-orang ahli ketimuran (Orientalis), agama Islam yang digambarkan oleh kebanyakan kaum Muslimin berpangkal pada konsepsi al-Ghazali. Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya dan mempunyai nafas panjang dalam karangan-karangannya. Puluhan buku telah ditulisnya yang meliputi berbagai lapangan ilmu, antara lain Teologi Islam (Ilmu Kalam), Hukum Islam (Fiqih), Tasawuf, Tafsir, Akhlak dan adab kesopanan, kemudian autobiografi. Sebagian besar dari buku-buku tersebut diatas dalam bahasa Arab dan yang lain ditulisnya dalam bahasa Persia. Karyanya yang terbesar yaitu  Ihya‘Ulumuddin yang artinya “Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama”, yang berisi tentang paduan yang indah antara fiqih, tasawuf dan filsafat, bukan saja terkenal di kalangan kaum Muslimin, tetapi juga di kalangan dunia Barat dan luar Islam. Bukunya yang lain yaitu al-Munqidz min ad-Dlalal (Penyelamat dari Kesesatan), berisi sejarah perkembangan alam pikirannya dan mencerminkan sikapnya yang terakhir terhadap beberapa macam ilmu serta jalan untuk mencapai Tuhan (Anonim, 2013).
e.       Ibnu Rusyd (1126-1198 M)
Gambar. 16  Ibnu Rusyd
Sumber: wikipedia.org
Ibnu Rusyd sebagaimana dijelaskan Lavine (2002: 98) memiliki nama lengkap Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd, lahir di Cordova pada tahun 520 H. Ia berasal dari kalangan keluarga besar yang terkenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan
tinggi di Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang hakim  dan kakeknya yang terkenal dengan sebutan “Ibnu Rusyd kakek” (al-Jadd) adalah kepala hakim di Cordova. Ibnu Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam terhadap filsafat Aristoteles. Kegemarannya terhadap ilmu sukar dicari bandingannya, karena menurut riwayat  sejak kecil sampai tuanya ia tidak pernah terputus membaca dan menelaah kitab kecuali pada malam ayahnya meninggal dan dalam perkawinan dirinya. Karangannya meliputi berbagai ilmu seperti: fiqih, ushul, bahasa, kedokteran, astronomi, politik, akhlak, dan filsafat. Tidak kurang dari sepuluh ribu lembar yang telah ditulisnya. Karena sangat tinggi penghargaannya terhadap Aristoteles, maka tidak mengherankan kalau ia memberikan perhatiannya yang besar untuk mengulaskan dan meringkaskan filsafat Aristoteles. Buku-buku lain yang telah diulasnya ialah buku-buku karangan Plato, Iskandar Aphrodisias, Plotinus, Galinus, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, dan Ibnu Bajah.
Buku-bukunya yang lebih penting dan yang sampai kepada kita ada empat, yaitu:
1.      Bidayatul Mujtahid, ilmu fiqih. Buku ini bernilai tinggi, karena berisi perbandingan mazhabi (aliran-aliran) dalam fiqih dengan menyebutkan alasannya masing-masing;
2.      Faslul-Maqal fi ma baina al-Hikmati was-Syari’at min al-Ittisal (ilmu kalam). Buku ini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya persesuaian antara filsafat dan syari’at, dan sudah pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman pada tahun 1895 M oleh Muler, orientalis asal Jerman;
3.      Manahijul Adillah fi Aqaidi Ahl al-Millah (ilmu kalam). Buku ini menguraikan tentang pendirian aliran-aliran ilmu kalam dan kelemahan-kelemahannya, dan sudah pernah  diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, juga oleh Muler, pada tahun 1895 M;
4.      Tahafut at-Tahafut, suatu buku yang terkenal dalam lapangan filsafat dan ilmu kalam, dan dimasukkan untuk membela filsafat dari serangan al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah. Buku Tahafut at-Tahafut berkali-kali diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, dan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris oleh van den Berg yang terbit pada tahun 1952 M (Anonim, 2011).
Ibnu Rusyd adalah tokoh pikir Islam yang paling kuat, paling dalam pandangannya, paling hebat pembelaannya terhadap akal dan filsafat, sehingga ia benar-benar menjadi filosof-pikiran dikalangan kaum Muslimin. Pada garis besar filsafatnya, ia mengikuti Aristoteles dan berusaha mengeluarkan pikiran-pikirannya yang sebenarnya dari celah kata-kata Aristoteles dan ulasan-ulasannya. Ia juga berusaha menjelaskan pikiran tersebut dan melengkapinya terutama dalam lapangan ketuhanan, di mana kemampuannya yang tinggi dalam mengkaji berbagai persoalan dan dalam mempertemukan antara agama dengan filsafat nampak jelas kepada kita. Ketika hendak meninggal, Ibnu Rusyd mengeluarkan kata-katanya yang terkenal akan mati rohku karena matinya filosof”  (Anonim,  2012).
Syadali dan Mudzakir (2004: 183-184) menjelaskan bahwa menurut Ibnu Rusyd tugas filsafat ialah tidak lain dari berpikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta semua yang ada ini dan Al-Qur’an menyuruh supaya manusia berpikir tentang wajud dan alam sekitarnya untuk mengetahui Tuhan, dengan demikian Tuhan sebenarnya menyuruh manusia supaya berfilsafat, oleh karena itu ia berpendapat bahwa berfilsafat wajib atau sekurang-kurangnya sunat, kalau pendapat bertentangan dengan wahyu, demikian pendapat  Ibnu Rusyd, teks wahyu harus diberi interpretasi bagitu sehingga sesuai dengan akal.
3.      Zaman Peralihan Skolastik
                  Setelah abad pertengahan berakhir sampailah pada masa peralihan yang diisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat pembaharuan. Zaman peralihan ini merupakan embrio masa modern. Masa peralihan ini ditandai dengan munculnya renaissance, humanisme, dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hinggake-16 (Anonim, 2012).
a.       Renaissance
Renaissance atau kelahiran kembali Eropa  merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia, kemudian Prancis, Spanyol, dan selanjutnya hingga menyebar ke seluruh Eropa. Di antara tokoh- tokohnya adalah Leonardo da Vinci, Michaelangelo, Machiavelli, dan Giordano Bruno.
b.      Humanisme
Humanisme pada mulanya dipakai sebagai suatu pendirian ahli pikir Renaissance yang mencurahkan perhatiannya terhadap pengajaran kesusastraan Yunani dan Romawi, serta perikemanusiaan. Humanisme berubah fungsinya menjadi gerakan untuk kembali melepaskan ikatan dari gereja dan berusaha menemukan kembali sastra Yunani atau Romawi. Tokoh-tokoh penganut Humanisme diantaranya Boccaccio, Petrarcus, Lorenco Vallia, Erasmus, dan Thomas Morre.
c.       Reformasi
Reformasi merupakan revolusi keagamaan di Eropa Barat pada abad ke-16. Revolusi tersebut dimulai dari gerakan terhadap perbaikan keadaan gereja Katolik. Kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestantisme. Para tokoh Reformasi antara lain Jean Calvin dan Martin Luther, (Anonim. 2012).
      Pemikiran yang ingin menempatkan manusia  pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan. Abad pertengahan disebut masa kelam bagi pemikiran filsafat, kerena kebebasan berpikir manusia telah dipangkas dan didominasi oleh dogma Gereja. Tetapi  justru abad pertengahan menjadi titik balik bagi munculnya cahaya baru pemikiran filsafat yang ditandai dengan gerakan Renaisance yang kembali melahirkan budaya berfikir ilmiah. Renaisance inilah yang menjadi cikal-bakal bagi munculnya pemikiran filsafat modern. Namun pemikiran filsafat modern dengan budaya berpikir ilmiah yang berujung pada lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir juga memberikan karakteristik negatif berupa menurunya kepercayaan atas dogma Gereja  dan mulai tumbuh masyarakat anti agama, (Anonim. 2012).
      Perubahan yang sangat mendasar sebagaimana dijelaskan Muzair (2009: 88-89) bagi corak pemikiran pada abad pertengahan dan modern adalah para filsuf dan ilmuan modern berpikir mengandalkan rasio, mereka bebas mengungkapkan argumen-argumen tanpa adanya batasan dari otoritas Gereja sehingga filsafat dapat berkembang luas. Teori dan argumen yang diungkapkan dimasa modern merupakan teori dan argumen terbuka yang bisa menerima kritik, efaluasi, verifikasi, modifikasi ataupun falsifikasi, bukan berupa dogma-dogma yang kaku dan tidak dapat diubah sebagaimana yang diajarkan pada abad pertengahan oleh Gereja. Era modern ditandai dengan munculnya ilmu-ilmu praktis, dengan ditemukannya alat-alat produksi berbasis mesin, juga listrik dan mesin uap. Bahkan ilmu teoritis-spekulatif hampir lumpuh dan tergantikan oleh ilmu-ilmu praktis yang manfaatannya dapat dirasakan secara langsung oleh manusia. Lahirnya zaman modern tidak bisa lepas dari kontribusi filsuf-filsuf  seperti Descartes, Spinoza, Leibniz, John locke, David Hume, Imanuel Kant, Berkeley, dan Hegel.  Masing-masing filsuf tersebut mempunyai corak pemikiran tersendiri dalam memandang realitas yang dari pemikiran merekalah filsafat pemikiran modern muncul dan berkembang  pesat.



III.            PENUTUP
A.     Kesimpulan
1.      Makna dari partisik yang berasal dari kata Latin patres yang berarti bapa-bapa Gereja, yaitu ahli-ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen berada.  Agama ini mulai tersebar dengan ajaran tentang tuhan, manusia dan etika.
2.      Tokoh-tokoh filosof partisik diantaranya Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos, dan Augustinus.
3.      Ajaran-ajaran dari para bapa Gereja adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak dipengaruhi Plotinos.
4.      Sebutan skolastik berasal dari kata latin scholasticus yang bermakna “murid”. Hal ini dikarenakan dalam pengajaran filsafat  zaman ini diajarkan pada sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang tetap dan yang bersifat internasional.
5.      Terdapat beberapa tokoh yang berperan dalam mengembangkan filsafat skolastik awal, diantaranya adalah Johanes Scotes Eriugena, Peter Lombard, Jhon Salisbury, Santo Anselmus dan Peter Abaelardus.
6.      Sumbangan pada zaman skolastik awal adanya perkembangan di Eropa mengalami kemajuan yang luar biasa, karena berdirinya universitas-universitas dan perserikatan-perserikatan biarawan yang ikut serta menyelenggarakan ilmu. 
7.      Faktor pendorong kejayaan filsafat skolastik seperti adanya pengaruh Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, sejak abad ke-12 sampai ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas. Tahun 1200 didirikan Universitas Almamater di Prancis dan berdirinya ordo-ordo.
8.      Tokoh-tokoh filsafat skolastik pada zaman kejayaan seperti Albertus Magnus, Thomas Aquinas, dan Yohanes Duns Scotus.
9.      Zaman kejayaan terbukalah kesempatan bagi para pemikir Kristiani abad pertengahan untuk mempelajari filsafat Yunani secara lebih lengkap dan lebih menyeluruh daripada sebelumnya. Hal ini semakin didukung dengan adanya biara-biara yang antara lain memeng berfungsi menerjemahkan, menyalin, dan memelihara karya sastra.
10.  Zaman skolastik akhir terjadi ditandai dengan pemikiran Islam yang berkembang kearah nominalisme yaitu aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal.
11.  Zaman akhir skolastik ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh filosofi skolastik Arab diantaranya Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, & Ibnu Rusyd.
12.  Zaman peralihan ditandai dengan munculnya renaissance, humanisme, dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 -16.
B.     Kritik dan Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan.




DAFTAR PUSTAKA







Tidak ada komentar:

Posting Komentar