BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kompetensi adalah
karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif
dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer
& Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying
characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan
melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan
jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi
menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced,
karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya
baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu. Depdiknas
merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Kompetensi Guru merupakan
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007
tentang Guru, dinyatakan bahwasanya kompetensi yang harus dimiliki oleh
Guru meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social,
dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi Guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang
satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung.Kompetensi pedagogik
yang dimaksud dalam makalah ini yakni antara lain kemampuan pemahaman tentang
peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik.
Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi
perkembangan anak sedangkan Pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan merancang
pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran,
dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
Kinerja dan kompetensi guru memikul
tanggung jawab utama dalam transformasi orientasi peserta didik dari
ketidaktahuan menjadi tahu, dari ketergantungan menjadi mandiri, dari tidak
terampil menjadi terampil, dengan metode-metode pembelajaran bukan lagi mempersiapkan
peserta didik yang pasif, melainkan peserta didik berpengetahuan yang
senantiasa mampu menyerap dan menyesuaikan diri dengan informasi baru dengan
berikir, bertanya, menggali, mencipta dan mengembangkan cara-cara tertentu
dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupannya.
Dalam
makalah ini, penulis akan membahas masalah yang berkaitan dengan ranah
kompetensi guru. Dimana dalam makalah ini menjelaskan aspek yang terdapat dalam
ranah kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik guru, kompetensi
kepribadian guru, kompetensi sosial guru, kompetensi profesional suatu
keterampilan mendesain kurikulum dan model strategi pembelajaran PAKEM dan
PAIKEM.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik guru?
2. Bagaimana
aspek kompetensi kepribadian guru?
3. Apakah
pengertian kompetensi sosial?
4. Apa saja
indikator kompetensi sosial guru?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian kompetensi pedagogik guru
2. Agar
memahami aspek kompetensi kepribadian guru
3. Dapat
memahami kompetensi sosial
4. Untuk mengetahui
indikator kompetensi sosial guru
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kompetensi
Pedagogik Guru
1.
Pedagogik
Teoritis
Menurut UU
Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat (10) disebutkan,
“kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang
harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan.”(UU RI No 14 Tahun 2009:4)
Pedagogik
berasal dari bahasa Yunani yakni paedos yang artinya anak laki- laki,
dan agogos yang artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara
harfiah membantu laki-laki zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantarkan
anak majikannya pergi ke sekolah, (Saudagar, 2009: 32).
Menurut
Musfah (2011: 31) bahwa: Kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam
pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) Pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan; (b) pemahaman tentang peserta didik; (c) pengembangan kurikulum /
silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Menurut
Sagala (2009: 31) bahwa: Kompetensi pedagogik adalah terdiri dari Sub-
Kompetensi (1) berkontribusi dalam pengembangan KTSP yang terkait dalam mata
pelajaran yang diajarkan; (2) mengembangkan silabus mata pelajaran berdasarkan
standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD); (3) merencanakan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus yang telah dikembangkan; (4)
merancang manajemen pembelajaran dan manajemen kelas; (5) melaksankan
pembelajaran yang pro- perubahan (aktif, kreatif, inovatif,
eksperimentif, efektif dan menyenangkan); (6) menilai hasil belajar peserta
didik secara otentik; (7) membimbing peserta didik dalam berbagai aspek,
misalnya: pelajaran, kepribadian, bakat, minat, dan karir dan (8) mengembangkan
profesionalisme diri sebagai guru.
Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik
adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu,
yaitu supaya kelak ia “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”.
Jadi pedagogik adalah Ilmu Pendidikan Anak Langveld (1980)
membedakan istilah “pedagogik” dengan istilah “pedagogi”. Pedagogik diartikan
dengan ilmu pendidikan, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan
tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik
anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan
kepada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak.
Pedagogik merupakan suatu teori yang secara teliti, kritis dan objektif
mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat
tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan.
Berdasarkan
pengertian diatas, maka kompetensi pedagogik guru yaitu kemampuan dan
keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran,
dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
2.
Pedagogik
Praktis
a.
Guru
Sebagai Pendidik
Guru adalah
pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta
didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas
pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin,
(Mulyasa, 2005:37).
Berkaitan
dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma
moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai
dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala
tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.
Berkenaan
dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai
spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta
memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai
dengan bidang yang dikembangkan, (Mulyasa, 2005:37).
Guru juga
harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent), terutama
dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan
kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik, dan
lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan mengambil keputusan secara cepat,
tepat waktu, dan tepat sasaran, terutama berkaitan dengan masalah pembelajaran
dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala sekolah,
(Mulyasa, 2005:37).
Sedangkan
disiplin; dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata
terib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena mereka bertugas
untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah, terutama dalam
pembelajaran. Oleh karena itu, dalam menanamkan disiplin guru harus memulai
dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya, (Mulyasa,
2005:38).
b. Guru sebagai
Pengajar
Sejak adanya
kehidupan, sejak itu Pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal
tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru
membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang
belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang
dipelajari, (Mulyasa, 2005:38).
Berkembangnya
teknologi, khususnya teknologi informasi yang begitu pesat perkembangannya,
belum mampu menggantikan peran dan fungsi guru, hanya sedikit menggeser atau
mengubah fungsinya, itupun terjadi di kota-kota besar saja, ketika para
peserta didik memiliki berbagai sumber belajar di rumahnya.
Perkembangan
teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi
pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar.
Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyaknya buku
dengan harga relatif murah, kecuali atas ulah guru. Di samping itu, peserta
didik dapat belajar dari berbagai sumber seperti radio, televisi, berbagai
macam film pembelajaran, bahkan program internet atau electronic learning
(e-learning), (Mulyasa. 2005:38).
Kegiatan
belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi,
kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat
kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika faktor-faktor
di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan
baik. Sehubungan dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu,
guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan
berusaha lebih terampil dalam memecahkan masalah, (Mulyasa, 2005:37).
c. Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat
diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey) yang berdasarkan
pengetahuan dan penglamanya bertanggun jawab atas kelancaran perjalanan itu,
(Mulyasa, 2005:35).
d. Guru Sebagai Pelatih
Proses
pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual
maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini
lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena
tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan
kompetensi dasar, dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang
dikembangkan sesuai dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan
sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan
kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing, (Mulyasa, 2005:42).
Pelatihan
yang dilakukan, di samping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi
standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik, dan
lingkungannya. Untuk itu, guru harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua
hal, dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin.
Benar bahwa guru tidak dapat mengetahui sebanyak yang harus diketahui, tetapi
dibanding orang yang belajar bersamanya dalam bidang tertentu yang menjadi
tangung jawabnya, ia harus lebih banyak tahu. Meskipun demikian, tidak
mustahil kalau suatu ketika menghadapi kenyataan bahwa guru tidak tahu tentang
sesuatu yang seharusnya tahu. Dalam keadaan demikian, guru harus berani berkata
jujur, dan berkata, “saya tidak tahu”. Kebenaran adalah sesuatu yang amat
mulia, namun jika guru terlalu banyak berkata “saya tidak tahu” maka bukanlah
guru profesional. Untuk itu guru harus selalu belajar, belajar sepanjang hayat,
dan belajar adalah sesuatu yang tidak dapat diwakilkan kepada orang lain,
(Mulyasa, 2005:42-45).
Pelaksanaan
fungsi ini tidak harus mengalahkan fungsi lain, ia tetap sadar bahwa walaupun
tahu, tidak harus memberitahukan semua yang diketahuinya. Secara didaktis, guru
menciptakan situasi agar peserta didik berusaha menemukan sendiri apa yang
seharusnya diketahui. Guru harus bisa menahan emosinya untuk menjawab semua
pertanyaan yang ditujukan kepadanya, sehingga kewenangan yang dimiliki tidak
membunuh kreativitas peserta didik, (Mulyasa, 2005:43).
e.
Guru sebagai Pendorong Kreativitas
Kreativitas
merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk
mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreativitas tersebut. Kreativitas
merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia
kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan
sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya
kecenderungan untuk menciptakan sesuatu, (Mulyasa, 2005: 51).
Sebagai
orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal
dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh
kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator, yang berada di
pusat prosespendidikan. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk
menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta
didik akan menilainya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu
secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan
oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya dan apa
yang dikerjakan di masa mendatang lebih baik dari sekarang, (Mulyasa, 2005: 51-52).
f.
Guru Sebagai
Motivator
g.
Guru Sebagai
Problem Solver dan Helper Bagi Masyarakat
B. Kompetensi Kepribadian Guru
Menurut
Irfan (2012: 28) Kompetensi kepribadian diartikan sebagai kemampuan yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa yang akan menjadi teladan bagi
peserta didik serta berahlak mulia.
Kepribadian guru memang harus
mencerminkan sikap yang baik seprti stabil dan menjadi teladan karena akan
ditiru oleh peserta didiknya di sekolah, sehingga jika guru berkepribadian baik
akan memiliki murid yang baik pula maka sebalinya jika guru itu bersikap jelek
maka muridnya pun kemungkinan akan bersifat jelek pula.
Ada beberapa
pengertian kepribadian menurut Psikolog antara lain sebagai berikut:
1. Menurut W.
Stern, pengertian person adalah suatu kesatuan yang dapat menentukan diri
sendiri dengan mereka dan mempunyai dua tujuan yaitu mengembangkan diri dan
mempertahankan diri (Ngainun, Naim. 2009:36).
2. Gordon W.
Allport, memberikan definisi kepribadian sebagai organisasi dinamis dalam
individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan
diri terhadap lingkungan.
3. Sedangan
menurut Witherington, kepribadian adalah keseluruhan tingkah laku seseorang
yang diintegrasikan, sebagaimana yang tampak pada orang lai. Kepribadian ini
bukan yang melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil daripada
suatu pertumbuhan yang lama dalam suatu lingkungan kultural.
Berikut ini dijelaskan beberapa kompetensi kepribadian
guru yaitu sebagai berikut:
1. Berakhlak
Mulia
Menurut BSNP (dalam Musfah, 2011:43) Berakhlak
mulia, “Pendidikan Nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Arahan
Pendidikan nasional ini hanya mungkin terwujud jika guru memiliki akhlak mulia,
sebab murid adalah cermin dari gurunya.
Sulit mencetak siswa yang saleh jika gurunya tidak
saleh. Selain guru, untuk melahirkan siswa yang saleh, perlu dukungan: pertama,
komunitas sekolah yang saleh (pimpinan dan staf). Kedua, budaya sekolah yang
saleh, seperti disiplin, demokratis, adil, jujur, syukur, dan amanah. Hadis
Rasulullah yang diriwayatkan Thabrani dan Ibnu Amr menunjukknan bahwa, “Seorang
mukmin yang paling utama imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”, (
Musfah, 2011: 31).
Mengapa guru harus seorang yang berakhlak mulia atau
berkarakter yang baik? Karena diantara tugas yang amat pokok seorang guru ialah
memperkukuhkan daya positif yang dimiliki siswa agar mencapai tingkatan
perbuatan ketuhanan (af’al ilahiyyat) meminjam istilah Ibn Miskawih, (
Musfah, 2011: 31)
2. Dewasa
Menurut Mulyasa (dalam Musfah, 2011: 31) bahwa: “Guru
harus memiliki standar kulalitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab,
wibawa, mandiri dan disiplin. Menurut Mulyasa ( dalam Musfah, 2011: 31) minimal
ada tiga ciri kedewasaan antara lain:
Pertama, orang yang telah dewasa memilki
tujuan dan pedoman hidup, sekumpulan nilai yang ia yakini kebenarannya dan
menjadi pegangan dan pedoman hidupnya. Kedua, orang dewasa adalah orang
yang mampu melihat segala sesuatu secara objektif. Tidak banyak dipengaruhi
oleh subjektivitas dirinya
3. Arif dan
Bijaksana
Menurut Husain dan Ashraf (dalam Musfah, 2011: 46)
bahwa: “Guru bukan hanya menjadi seorang manusia pembelajar tetapi menjadi
pribadi bijak, seorang saleh yang dapat memengaruhi pikiran generasi muda.”
Seorang guru todak boleh sombong dengan ilmunya, karena merasa paling
mengetahui dan terampil dibanding guru yang lainnya, sehingga menganggap remeh
dan rendah rekan sejawatnya. Allah SWT mengingatkan orang- orang yang sombong
dengan firmannya:
yt6sù OÎgÏGuÏã÷rr'Î/ @ö6s% Ïä!%tæÍr ÏmÅzr& §NèO $ygy_t÷tGó$# `ÏB Ïä!%tæÍr ÏmÅzr& 4
Ï9ºxx. $tRôÏ. y#ßqãÏ9 (
$tB tb%x. xè{ù'uÏ9 çn$yzr& Îû ÈûïÏ Å7Î=yJø9$# HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4
ßìsùötR ;M»y_uy `¨B âä!$t±®S 3
s-öqsùur Èe@à2 Ï AOù=Ïæ ÒOÎ=tæ ÇÐÏÈ
“...kami
tinggikan derajat orang yang kami kehendaki; dan di atas tiap- tiap orang yang
berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (QS:Yusuf:76)
Sepintar dan seluas apapun pengetahuan manusia,
tidak akan mampu menandingi keluasan Allah SWT, dengan ilmu sesama manusia pun,
pasti ada yang lebih tinggi dan luas lagi. Masalahnya, manusia kadang memilki
sifat sombong.
4. Menjadi
Teladan
Menurut Mulyasa (dalam Musfah, 2011: 47) “Pribadi guru
sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi
karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh
pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya.” Secara teoritis, menjadi teladan
merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti
menerima tanggung jawab menjadi teladan.
Rasulullah SAW adalah teladan utama bagi kaum
muslimin. (QS. Al- Ahzab:21). Ia teladan dalam keberanian, konsisten
dalam kebenaran, pemaaf, rendah hati dalam pergaulan dengan tetangga, sahabat
dan keluarganya.
5. Evaluasi
Diri
Pengalaman adalah guru terbaik (experience is the
best teacher). Pengalaman merupakan modal besar guru untuk meningkatkan
mengajar di kelas. Pengalaman di kelas memberikan wawasan bagi guru untuk
memahami karakter anak- anak, dan bagaimana cara terbaik untuk menghadapi
keragaman tersebut. Guru jadi tahu metode apa yang terbaik bagi mata pelajaran
apa, karena pernah mencobanaya berkali- kali, (Musfah, 2011: 48)
Menurut Ajami (dalam Musfah, 2011: 48) Tujuan evaluasi
kinerja diri adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran di masa mendatang.
Umar bin Utbah berkata kepada guru anaknya: “Hal pertama yang harus anda
lakukan dalam mendidik anakku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena matanya
melihatmu. Kebaikan baginya adalah apa yang kau lakukan, dan keburukan adalah
apa yang kau tinggalkan.”
Guru dapat mengetahui mutu pengajarnya dari respons
dan/ atau umpan balik yang diberikan para siswa saat pembelajaran berlangsung
atau setelahnya, baik di dalam maupun luar kelas. Guru dapat menggunakan
umpan balik tersebut sebagai bhan evaluasi kinerjanya. Guru belajar dari
respons murid. Oleh karena itu, guru harus berjiwa terbuka; tidak anti kritik.
Guru siap menerima saran dari kepala sekolah, rekan sejawat, tenaga
kependidikan, termasuk dari para siswa.
Hasil ujian siswa juga dapat dijadikan ukuran
keberhasilan guru dalam mengajar di kelas. Jika lebih dari 60 persen siswa
mampu menjawab soal ujian, berarti guru berhasil dalam pengajarannya. Guru
harus meninjau ulang caranya mengajar jika hasil ujian menunjukkan kegagalan di
atas 60 persen. Kesuksesan guru mengajar dapat dilihat dari kemampuan para
murid menguasai materi pelajaran untuk tidak melupakan aspek afektif dan
keterampilan siswa, (Musfah, 2011:48-49)
6. Mengembangkan
Diri
Di antara sifat yang harus dimiliki guru ialah
pembelajaran yang baik atau pembelajaran yang baik atau pembelajaran mandiri,
yaitu semangat yang besar untuk menuntut ilmu. Sebagai contoh kecil yaitu
kegemarannya membaca dan berlatih keterampilan yang dapat menunjang profesinya
sebagai pendidik. Berkembang dan bertumbuh hanya dapat terjadi jika guru mampu
konsisten sebagai pembelajar mandiri, yang cerdas memanfaatkan fasilitas
pendidikan yang ada di sekolah dan lingkungannya.
Menurut Husain dan Ashraf (dalam Musfah, 2011: 49)
mengutip pendapat Hossein Nasr, Baloch, Aroosi, dan Badawi terkait dengan
eksistensi dan peran guru:
Pertama, poros utama sistem pendidikan
adalah guru; kedua, guru tidak hanya menjadi manusia pembelajar (man
of learning) namun juga harus menjadi manusia yang bermoral tinggi; ketiga,
dia harus menjadi manusia yang mampu menginspirasi orang lain untuk antusias
pada moral dan etika yang dia katakan dan juga ia contohkan; keempat,
dia harus menjadi orang yang mengajarkan keyakinannya. Tidak boleh ada
kontradiksi antara apa yang di ajarkan dan keyakinan pribadinya.
7. Religius
Kompetensi kepribadian yaitu religius atau
religiositas kaitannya erat dengan akhlak mulia dan kepribadian seorang muslim.
Akhlak mulia timbul karena seseorang percaya pada Allah sebagai pencipta yang
memilki nama- nama baik (asmaul husna) dan sifat yang terpuji. Budi
pekerti yang baik tumbuh subur dalam pribadi yang khusyuk dalam menjalankan
ibadah vertikal dan horizontal. Pribadi yang selalu menghayati ritual ibadah
dan mengingat Allah akan meliharkan sikap terpuji.
Dikatakan: carilah guru yang baik agamanya untuk
mengajar anak-anak, karena agama anak tergantung pada agama gurunya. Menurut
Whitehead (dalam Musfah, 2011: 50) menulis bahwa, “Esensi Pendidikan
adalah menjadikan orang yang religius.” Menurut Al- Nahlawi (dalam Musfah,
2011: 50) bahwa “Seorang pendidik muslim harus memilki sifat sifat” berikut
ini:
a)
Pengabdi Allah. Tujuan, sikap, dan
pemikirannya untuk mengabdi pada Allah, seperti dijelaskan dalam QS. Ali
Imran : 79,
$tB tb%x. @t±u;Ï9 br& çmuÏ?÷sã ª!$# |=»tGÅ3ø9$# zNõ3ßsø9$#ur no§qç7Y9$#ur §NèO tAqà)t Ĩ$¨Z=Ï9 (#qçRqä. #Y$t6Ïã Ík< `ÏB Èbrß «!$# `Å3»s9ur (#qçRqä. z`¿ÍhÏY»/u $yJÎ/ óOçFZä. tbqßJÏk=yèè? |=»tGÅ3ø9$# $yJÎ/ur óOçFZä. tbqßâôs? ÇÐÒÈ
“Hendaklah kamu menjadi orang-orang
yang rabbani, karena kamu selalu mengajarkannya Al-Kitab dan disebabkan kamu
tetap mempelajarinnya.”
b)
Ikhlas. Tujuannya menyebarkan ilmu hanya
semata mencari keridhaan Allah SWT.
c)
Sabar. Sabar dalam menyampaikan
pembelajaran kepada para siswa, karena belajar perlu pengulangan, menggunakan
berbagai metode, dan biasanya peserta didik putus asa untuk menguasai
pelajaran.
d)
Jujur. Tanda kejujuran adalah guru
menjalankan apa yang dikatakannya pada siswa. Allah mencela orang-orang mukmin
yang tidak jujur pada apa yang mereka katakan.
Allah berfirman:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 cqä9qà)s? $tB w
tbqè=yèøÿs? ÇËÈ uã92 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB w
cqè=yèøÿs? ÇÌÈ
“Wahai orang- orang yang beriman,
mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?(2); Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan
(3).”(QS.ash- Shaf : 2-3)
Menurut Al- Zarnuji (dalam Musfah, 2011: 50),
“Seseorang guru harus seorang pembelajar, saleh, dan berpengalaman”. Guru
pembelajar akan memberikan ilmu yang luas, yang dibutuhkan siswa. Guru yang
saleh akan menjaga sisiwanya, tidak hanya dalam aspek teknis kehidupan
akademis, tetapi juga kehidupan religiusnya. Guru harus berpengalaman. Ini
menunjukkan bahwa belajar mencakup proses bebagai pengalaman.
Sia- sia seorang guru mengajarkan kebaikan jika ia
sendiri bukan sosok pribadi yang baik. Pribadi guru yang baik, mengajar dan
mendidik dengan perkataan dan perilakunnya di hadapan murid, disengaja maupun
tidak disengaja. Disadari ataupun tidak, peserta didik selalu belajar dari
figur guru dan orang- orang yang dianggapnya baik. Dengan demikian, harus ada
banyak sosok guru, kepala sekolah, orang tua, yang benar baik dan saleh,
sehingga mereka selalu belajar nilai- nilai dan perilaku dari sebanyak mungkin
figur. Anak- anak membutuhkan contoh nyata tentang apa itu yang baik melalui
sikap dan perilaku orang dewasa. Hal ini lebih mudah dan efektif bagi anak-
anak dibanding sekedar ucapan dan/ atau tulisan.
C. Kompetensi Sosial Guru
Sebelum kita masuk lebih dalam lagi mengenai apa makna dari kompetensi
sosial ada baiknya kita pahami terlebih dahulu makna kompetensi sosial dari
segi susunan katanya, kompetensi sosial tersusun dari 2 kata yaitu
kompetensi dan sosial, kompetensi dapat diartikan sebagai seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak dari seorang tenaga profesional. Kompetensi
dapat juga dipahami sebagai spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang dimiliki seseorang serta penerapanya dalam pekerjaan, sesuai dengan
setandar kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat atau dunia kerja (Sudarwan Danim, 2011: 111) Sedangkan kata sosial berasal dari kata socio yang artinya menjadikan
teman dan secara terminologis sosial dapat dimengerti sebagai sesuatu yang
dihubungkan, diakitkan dengan teman, atau masyarakat (Damsar, 2011: 96).
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency
yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang. Seseorang dinyatakan kompeten
di bidang tertentu jika menguasai kecakapan bekerja pada satu bidang
tertentu. Secara nyata orang yang kompeten mampu bekerja di bidangnya
secara efektif- efisien, (Samana, 2003: 42)
Kompetensi sosial seorang guru berarti kemampuan
guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga Negara.
Lebih dalam lagi kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan
diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan
tugasnya sebagai guru. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 salah satu kewajiban dari
seorang pendidik adalah member teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi
dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Kompetensi
sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam
bekomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru
tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan
memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain
yang bukan guru.
Menurut Ross Krasnor (dalam Denham, 2003: 238-256)
mendefinisikan kompetensi sosial sebagai keefektifan dalam berinteraksi,
hasil dari perilaku-perilaku teratur yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada
masa perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Bagi anak
pra sekolah, perilaku yang menunjukkan kompetensi sosial berkisar pada
tugas-tugas utama perkembangan yaitu menjalin ikatan positif dan self
regulations selama berinteraksi dengan teman sebaya. Dalam pandangan teoritis kompetensi
sosial, terdapat dua fokus pengukuran yaitu pada diri atau orang lain,
dalam hal ini adalah mengukur kesuksesan anak dalam memenuhi tujuan pribadi
atau hubungan interpersonal anak.
Kompetensi
sosial sendiri dapat dimengerti sebagai kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (Farida,
Sarimaya. 2008:22). Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang guru,
bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat
yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:
1.
Berkomunikasi secara lisan, tulisan,
dan isyarat.
2.
Menggunakan tekhnologi komunikasi
dan informasi secara fungsional.
3.
Bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua/wali peserta
didik.
4.
Bergaul secara santun dengan
masyarakat sekitar.
Dalam kompetensi sosial ini terdapat sub kompetensi, diantaranya adalah:
seorang guru harus mampu bergaul secara efektif dengan peserta didik, mampu
begaul secara efektif dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang lain, dan
yang terakhir adalah mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitanya (Kunandar. 2007:77).
Dalam
kompetensi sosial jelaslah seorang guru dituntut untuk dapat berkomunikasi
dengan baik tidak hanya sebatas pada peserta didik yang menjadi bagian dari
proses pembelajaran didalam kelas dan sesama pendidik yang merupakan teman
sejawat dalam dunia pendidikan namun juga seorang guru harus dapat
berkomunikasi dengan baik dengan tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat
sekitar yang juga bagian dari lembaga pendidikan yang seharusnya saling bekerja
sama untuk dapat menciptakan suasana kondusif dalam proses belajar dan mengajar,
serta dapat terjalinya kantinuitas antara apa yang diajarkan dalam kelas dapat
diterapkan dan dipelajari kembali dalam lingkup keluarga dan masyarakat demi
tercapainya tujuan pendidikan.
Jadi kompetensi sosial adalah kemampuan yang memiliki
hubungan yang erat dengan penyesuaian sosial dan kualitas interaksi antar
pribadi guna untuk kebutuhan-kebutuhan pada masa perkembangan dalam jangka
pendek maupun dalam jangka panjang.
Sebagai seorang pendidik dan sekaligus sebagai warga
masyarakat, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator :
1.
interaksi guru dengan siswa
2.
interaksi guru dengan kepala sekolah
3.
interaksi guru dengan rekan kerja
4.
interaksi guru dengan orangtua siswa
5.
interaksi guru dengan masyarakat.
1.
Hubungan Intrapersonal
Intrapersonal
Communication Skill adalah komunikasi kedalam diri sendiri (pengenalan jati
diri) misalnya melalui meditasi, pengenalan hati nurani, kehendak bebas, dan
imajinasi kreatif, dan lain lain. Proses komunikasi intrapersonal masuk melalui
proses stimulus kedalam pikiran bawah sadar manusia.
Stimulus (pengaruh) kedalam pikiran
manusia melalui dua cara yaitu:
a)
Stimulus ke pikiran sadar masuk dan
melalui pancaindra: telinga (aspek pendengaran), mata (aspek
penglihatan), mulut (aspek rasa), hidung (aspek penciuman), kulit (aspek
peraba). Dari pengalaman stimulus ini manusia dapat mengenal sesuatu dan dapat
berkomunikasi secara sadar.
b)
Stimulus ke pikiran bawah sadar
melalui kata-kata yang masuk secara tidak sadar kemudian tampil dalam bentuk
bahasa gambar. Deepak Chopra dalam salah satu bukunya menyebutkan bahwa manusia
akan mendapat stimulus kata-kata kedalam bawah sadarnya sebesar 55.000 sampai
60.000 kata per harinya. Sayangnya, sebagian besar 77 % kata-kata bersifat
negatif tanpa mempertimbangkan latar belakang seseorang dari suku (budaya),
agama, ras, status sosial atau golongan. Jadi, stimulus negatif sangat
merugikan seseorang jika tidak mampu mengendalikannya.
Dampak dari
kata-kata negatif yang masuk kedalam bawah sadar, akan merusak percaya diri, konsep
diri, citra diri seseorang. Dampak lebih jauh dari manusia tersebut adalah
terkena penjara mental (mental blocking). Ciri-ciri seseorang terkena penjara
mental, yaitu prasangka buruk (visualisasi negatif), kata-kata negatif terhadap
diri sendiri dan pihak lain, banyak alasan, ketakutan, perasaan bersalah,
kemalasan, rendah diri, dan lain lain.
Sudah dapat
dibayangkan, jika mental blocking terjadi pada seseorang maka dampaknya akan
merusak sistim komunikasi intrapersonal (komunikasi ke dalam dirinya). Akhirnya
akan mengalami banyak hambatan, bahkan kesulitan dalam berkomunikasi secara
interpersonal (berkomunikasi dengan pihak lain). Sudah dipastikan seseorang
yang tidak mampu berkomunikasi secara interpersonal akan sulit mencapai tujuan
hasil akhir dari komunikasi.
Cara efektif
mencegah dan keluar dari belenggu penjara mental agar komunikasi kedalam diri
sendiri menjadi lebih baik adalah kemampuan mengelola setiap stimulus negatif
(self talk negatif) yang masuk kedalam pikiran manusia, misalnya:
·
Pendekatan Spiritual
Pendekatan
spiritual melalui doa yang tidak terputus, mengucapkan ayat-ayat suci saat
diwaktu senggang (terencana), menyanyikan lagu-lagu rohani, meditasi dengan
tujuan mengendalikan pikiran dengan menyetop kata-kata yang masuk kedalam pikiran
dan lain lain.
·
Afirmasi (self talk) positif
Gunakan
kata-kata positif setiap berbicara dengan diri sendiri (self-talk) mulai
dari bangun tidur sampai menjelang tidur. Bahkan kata-kata positif kedalam diri
dapat dijadikan sebagai bentuk doa aktif. Misalnya, “Setiap hari tubuh saya
semakin sehat dan bugar, rejeki melimpah kedalam hidup saya”; “Tidak ada
kata gagal yang ada proses belajar”, “Persoalan hidup, membuat saya semakin
dewasa”; “Setiap orang yang saya temui adalah sahabat, membuat hidup saya lebih
baik” dan lain- lain.
·
Visualiasi positif
Imajinasikan
gambar-gambar positif dalam pikiran kita. Lawan dengan cara mengganti setiap
gambar atau imajinasi negatif yang muncul dalam pikiran kita.
·
Kemampuan Pengalihan (Switching
Technique)
Banyak yang dapat
digunakan sebagai teknik pengalihan, yaitu gerakan atau pindah posisi tubuh
Anda sehingga sudut pandang berubah (olah raga, jogging, refreshing, nonton
film, dengar musik, melukis, menulis), teknik olah nafas, teknik jepret dengan
karet gelang, teknik cubit, dan lain- lain.
Dengan
demikian, setelah kita mampu mengendalikan pengaruh stimulus kata negatif (77%
dari jumlah 60.000 kata per harinya) kedalam pikiran dengan cara-cara
pengendalian tersebut diatas maka diharapkan kita dapat berkomunikasi interpersonal
secara efektif.
2.
Interpersonal Communication Skill
(kemampuan komunikasi dengan pihak lain)
Hubungan
interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar
menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya.
Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content
melainkan juga menentukan relationship.
Dari
segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan
interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat
persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif
komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
Hubungan
interpersonal sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Dua hal ini tak
terpisahkan: hubungan interpersonal terjalin melalui komunikasi. Dengan kata lain, komunikasi
merupakan dasar bagi pengembangan hubungan interpersonal. Disisi lain keterampilan komunikasi itu sendiri juga di tentukan oleh keterampilan tertentu yang merupakan bagian dari
ketrampilan hubungan interpersonal.
Menurut
Miller (Rakhmat, 2005:120) memahami proses komunikasi interpersonal
menuntut
pemahaman hubungan simbiosis antara komunikasi dengan perkembangan relasional:
Komunikasi mempengaruhi perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara
serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak
pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.
Interpersonal Communication Skill adalah interaksi tatap muka
antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara
langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula,
(Mangunhardjana, 2003: 85)
Menurut De Vito (dalam A.Liliweri 1997:
13) ”komunikasi interpersonal memiliki lima ciri-ciri, yaitu: keterbukaan.
Empati, dukungan, kepositifan atau rasa positif dan kesamaan”.
a.
Keterbukaan
Untuk menunjukkan kualitas keterbukaan dari komunikasi interpersonal ini
paling sedikit ada dua aspek yakni aspek keinginan untuk terbuka bagi setiap
orang yang berinteraksi dengan orang lain dan keinginan untuk menanggapi secara
jujur semua stimuli yang datang kepadanya. Menurut Depdikbud (1995:151)
“keterbukaan adalah kemampuan seseorang untuk bersifat tidak tertutup terhadap
perasaan”. Keterbukaan ini mengacu kepada tiga aspek komunikasi interpersonal
yakni menciptakan sifat terbuka kepada semua orang yang berinteraksi secara
jujur dalam melakukan komunikasi dan mengacu pada perasaan kepribadian serta
pemikiran untuk rasa keingintahuan terhadap orang lain
b.
Empati
Dengan empati dimaksudkan untuk merasakan sebagaimana yang dirasakan oleh
orang lain suatu perasaan bersama yakni mencoba merasakan dalam cara yang sama
dengan perasaan orang lain. Menurut de vito (1986:70) “empati
adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan apa yang dialami orang lain pada
moment-moment tertentu”. Untuk dapat menimbulkan empati pada diri seseorang
adalah dengan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Sedangkan untuk
menimbulkan rasa simpati dapat dilakukan dengan cara menolong orang lain dan
merasakan apa yang dirasakan orang lain serta adanya kemauan untuk meminta maaf
dalam upaya menimbulkan simpati.
c.
Dukungan
Dukungan adakalanya terucap dan adakalanya tidak terucap. Dukungan yang
tidak terucap tidaklah mempunyai nilai yang negatif, melainkan merupakan aspek
positif dari komunikasi
d.
Kepositifan/
rasa positif
Dalam komunikasi interpersonal, kualitas ini paling sedikit terdapat tiga
aspek perbedaan atau unsur. Pertama, komunikasi interpersonal akan berhasil
jika terdapat perhatian yang positif terhadap diri seseorang. Kedua, komunikasi
interpersonal akan terpelihara baik jika perasaan positif terdapat orang lain
dikomunikasikan. Ketiga, suatu perasaan positif dalam situasi komunikasi umum
amat bermanfaat untuk mengefektifkan kerja sama. Menurut Depdikbud (1995:83)
“berfikir positif adalah berfikir akan kebenaran pasti dan terbukti”. Seseorang
berperilaku positif dalam berkomunikasi interpersonal akan terlibat dari adanya
pemikiran positif pada kepribadian dan menilai kepribadian orang lain
secara positif pula serta juga dapat merasakan suatu naluri dalam berkomunikasi
dengan orang lain.
e.
Kesamaan
Ini merupakan karakteristik yang istimewa, karena kenyataannya manusia
tidak ada yang sama. Komunikasi interpersonal akan efektif jika orang-orang
yang berkomunikasi itu terdapat kesamaan. Menurut Depdikbud (1995:100)
“persamaan adalah suatu keadaan yang menghapuskan kedua belah pihak tidak
berbeda atau tidak berlainan”. Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam
membina hubungan antar pribadi terjadi kondisi dimana seseorang memiliki
kesamaan keribadiannya tidak bisa berkomunikasi. Jadi persamaan berarti
kemauan menerima dan membuktikan adanya perbedaan seseorang dengan
mencari persamaan mereka.
Dengan
demikian jika kita mampu mengendalikan atau mengontrol ciri-ciri Interpersonal
communication skill atau komunikasi
dengan pihak lain maka kita akan lebih efektif dalam menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan juga dapat
menerima dan menanggapi secara langsung pula.
Jadi
komunikasi intrapersoal dan interpersonal saling berkaitan dan
berhubungan sangat kuat sehingga mempengaruhi kualitas seseorang dalam
berkomunikasi. Contohnya, jika kita berbicara dan berpikir negatif dengan diri
sendiri tentang seseorang (misalnya, pimpinan, pasangan hidup, rekan, dll) dalam
bentuk prasangka buruk maka kemungkinan besar seseorang akan kehilangan rasa
nyaman saat berkomunikasi dengan orang tersebut.
Dari contoh
tersebut diatas, sudah dapat dipastikan komunikasi secara interpersonal menjadi
tidak efektif manakala gagal dalam mengendalikan komunikasi dengan diri sendiri
(intrapersonal). Jika dikembangkan lebih jauh dalam setiap proses komunikasi
antara intrapersonal dan interpersonal, akan semakin jelas hubungan saling
keterkaitan antara proses komunikasi dan pikiran manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Damsar.
2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta:Prenada Media
Farida
Sarimaya. 2008. Sertifikasi Guru. Bandung:Yrama Widya
Irfan, Ali.
2012. B’Right Teacher. Tegal: Xaivera
Kunandar.
2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum KTSP. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi guru professional.
Bandung: Rosdakarya
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Musfah, Jejen. 2011. Peningkatan Kompetensi Guru
(Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik). Jakarta: Kencana
Samana,
2003. Profesionalisme keguruan. Yogyakarta: Kanisius
Sudarwan
Danim. 2011. Pengembangan
Profesi Guru.
Jakarta:Prenada
media.
Usman, Moh. Uzer.1995. Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar