Minggu, 23 November 2014

makalah etika profesi guru



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu. Depdiknas  merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Kompetensi Guru merupakan
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwasanya  kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi Guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung.Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam makalah ini yakni antara lain kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi perkembangan anak sedangkan Pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
Kinerja dan kompetensi guru memikul tanggung jawab utama dalam transformasi orientasi peserta didik dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari ketergantungan menjadi mandiri, dari tidak terampil menjadi terampil, dengan metode-metode pembelajaran bukan lagi mempersiapkan peserta didik yang pasif, melainkan peserta didik berpengetahuan yang senantiasa mampu menyerap dan menyesuaikan diri dengan informasi baru dengan berikir, bertanya, menggali, mencipta dan mengembangkan cara-cara tertentu dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupannya.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas masalah yang berkaitan dengan ranah kompetensi guru. Dimana dalam makalah ini menjelaskan aspek yang terdapat dalam ranah kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik guru, kompetensi kepribadian guru, kompetensi sosial guru, kompetensi profesional suatu keterampilan mendesain kurikulum dan model strategi pembelajaran PAKEM dan PAIKEM.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik guru?
2.      Bagaimana aspek kompetensi kepribadian guru?
3.      Apakah pengertian kompetensi sosial?
4.      Apa saja indikator kompetensi sosial guru?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian kompetensi pedagogik guru
2.      Agar memahami aspek kompetensi kepribadian guru
3.      Dapat memahami kompetensi sosial
4.      Untuk mengetahui indikator kompetensi sosial guru











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kompetensi Pedagogik Guru
1.      Pedagogik Teoritis
Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat (10) disebutkan, “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.”(UU RI No 14 Tahun 2009:4)
Pedagogik berasal dari bahasa Yunani yakni paedos yang artinya anak laki- laki, dan agogos yang artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah membantu laki-laki zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya pergi ke sekolah, (Saudagar, 2009: 32).
Menurut Musfah (2011: 31) bahwa: Kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman tentang peserta didik; (c) pengembangan kurikulum / silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Menurut Sagala (2009: 31) bahwa: Kompetensi pedagogik adalah terdiri dari Sub- Kompetensi (1) berkontribusi dalam pengembangan KTSP yang terkait dalam mata pelajaran yang diajarkan; (2) mengembangkan silabus mata pelajaran berdasarkan standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD); (3) merencanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus yang telah dikembangkan; (4) merancang manajemen pembelajaran dan manajemen kelas; (5) melaksankan pembelajaran yang pro- perubahan (aktif, kreatif, inovatif, eksperimentif, efektif dan menyenangkan); (6) menilai hasil belajar peserta didik secara otentik; (7) membimbing peserta didik dalam berbagai aspek, misalnya: pelajaran, kepribadian, bakat, minat, dan karir dan (8) mengembangkan profesionalisme diri sebagai guru.
Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak ia “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”.
Jadi pedagogik adalah Ilmu Pendidikan Anak Langveld (1980) membedakan istilah “pedagogik” dengan istilah “pedagogi”. Pedagogik diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan kepada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak. Pedagogik merupakan suatu teori yang secara teliti, kritis dan objektif mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan.
Berdasarkan pengertian diatas, maka kompetensi pedagogik guru yaitu kemampuan dan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2.      Pedagogik Praktis
a.      Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identi­fikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin, (Mulyasa, 2005:37).
Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan berma­syarakat.
Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan, (Mulyasa, 2005:37).
Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik, dan lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan mengambil keputusan secara cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran, terutama berkaitan dengan masalah pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala sekolah, (Mulyasa,  2005:37).
Sedangkan disiplin; dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata terib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya, (Mulyasa, 2005:38).
b.      Guru sebagai Pengajar
Sejak adanya kehidupan, sejak itu Pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari, (Mulyasa, 2005:38).
Berkembangnya teknologi, khususnya teknologi informasi yang begitu pesat perkembangannya, belum mampu menggantikan peran dan fungsi guru, hanya sedikit menggeser atau mengubah fungsi­nya, itupun terjadi di kota-kota besar saja, ketika para peserta didik memiliki berbagai sumber belajar di rumahnya.
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyaknya buku dengan harga relatif murah, kecuali atas ulah guru. Di samping itu, peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber seperti radio, televisi, berbagai macam film pembelajaran, bahkan program internet atau electronic learning (e-learning), (Mulyasa. 2005:38).
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keteram­pilan guru dalam berkomunikasi. Jika faktor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Sehubungan dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalam memecahkan masalah, (Mulyasa, 2005:37).
c.       Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey) yang berdasarkan pengetahuan dan penglamanya bertanggun jawab atas kelancaran perjalanan itu, (Mulyasa, 2005:35).
d.      Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keteram­pilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar, dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing, (Mulyasa, 2005:42).
Pelatihan yang dilakukan, di samping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik, dan lingkungannya. Untuk itu, guru harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua hal, dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin. Benar bahwa guru tidak dapat mengetahui sebanyak yang harus diketahui, tetapi dibanding orang yang belajar bersamanya dalam bidang tertentu yang menjadi tangung jawab­nya, ia harus lebih banyak tahu. Meskipun demikian, tidak mustahil kalau suatu ketika menghadapi kenyataan bahwa guru tidak tahu tentang sesuatu yang seharusnya tahu. Dalam keadaan demikian, guru harus berani berkata jujur, dan berkata, “saya tidak tahu”. Kebenaran adalah sesuatu yang amat mulia, namun jika guru terlalu banyak berkata “saya tidak tahu” maka bukanlah guru profesional. Untuk itu guru harus selalu belajar, belajar sepanjang hayat, dan belajar adalah sesuatu yang tidak dapat diwakilkan kepada orang lain, (Mulyasa, 2005:42-45).
Pelaksanaan fungsi ini tidak harus mengalahkan fungsi lain, ia tetap sadar bahwa walaupun tahu, tidak harus memberitahukan semua yang diketahuinya. Secara didaktis, guru menciptakan situasi agar peserta didik berusaha menemukan sendiri apa yang seharusnya diketahui. Guru harus bisa menahan emosinya untuk menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya, sehingga kewenangan yang dimiliki tidak membunuh kreativitas peserta didik, (Mulyasa, 2005:43).
e.       Guru sebagai Pendorong Kreativitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembe­lajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menun­jukkan proses kreativitas tersebut. Kreativitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan mencip­takan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu, (Mulyasa, 2005: 51).
Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator, yang berada di pusat prosespendidikan. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilainya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang  akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya dan apa yang dikerjakan di masa mendatang lebih baik dari sekarang, (Mulyasa, 2005: 51-52).
f.       Guru Sebagai Motivator

g.      Guru Sebagai Problem Solver dan Helper Bagi Masyarakat

B.     Kompetensi Kepribadian Guru
Menurut Irfan  (2012: 28) Kompetensi kepribadian diartikan sebagai kemampuan yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa yang akan menjadi teladan bagi peserta didik serta berahlak mulia.
Kepribadian guru memang harus mencerminkan sikap yang baik seprti stabil dan menjadi teladan karena akan ditiru oleh peserta didiknya di sekolah, sehingga jika guru berkepribadian baik akan memiliki murid yang baik pula maka sebalinya jika guru itu bersikap jelek maka muridnya pun kemungkinan akan bersifat jelek pula.
Ada beberapa pengertian kepribadian menurut Psikolog antara lain sebagai berikut:
1.      Menurut W. Stern, pengertian person adalah suatu kesatuan yang dapat menentukan diri sendiri dengan mereka dan mempunyai dua tujuan yaitu mengembangkan diri dan mempertahankan diri (Ngainun, Naim. 2009:36).
2.      Gordon W. Allport, memberikan definisi kepribadian sebagai organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
3.      Sedangan menurut Witherington, kepribadian adalah keseluruhan tingkah laku seseorang yang diintegrasikan, sebagaimana yang tampak pada orang lai. Kepribadian ini bukan yang melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil daripada suatu pertumbuhan yang lama dalam suatu lingkungan kultural.
Berikut ini dijelaskan beberapa kompetensi kepribadian guru yaitu sebagai berikut:
1.       Berakhlak Mulia
Menurut BSNP (dalam Musfah, 2011:43) Berakhlak mulia, “Pendidikan Nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Arahan Pendidikan nasional ini hanya mungkin terwujud jika guru memiliki akhlak mulia, sebab murid adalah cermin dari gurunya.
Sulit mencetak siswa yang saleh jika gurunya tidak saleh. Selain guru, untuk melahirkan siswa yang saleh, perlu dukungan: pertama, komunitas sekolah yang saleh (pimpinan dan staf). Kedua, budaya sekolah yang saleh, seperti disiplin, demokratis, adil, jujur, syukur, dan amanah. Hadis Rasulullah yang diriwayatkan Thabrani dan Ibnu Amr menunjukknan bahwa, “Seorang mukmin yang paling utama imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”, ( Musfah, 2011: 31).
Mengapa guru harus seorang yang berakhlak mulia atau berkarakter yang baik? Karena diantara tugas yang amat pokok seorang guru ialah memperkukuhkan daya positif yang dimiliki siswa agar mencapai tingkatan perbuatan ketuhanan (af’al ilahiyyat) meminjam istilah Ibn Miskawih, ( Musfah, 2011: 31)
2.      Dewasa
Menurut Mulyasa (dalam Musfah, 2011: 31) bahwa: “Guru harus memiliki standar kulalitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Menurut Mulyasa ( dalam Musfah, 2011: 31) minimal ada tiga ciri kedewasaan antara lain:
Pertama, orang yang telah dewasa memilki tujuan dan pedoman hidup, sekumpulan nilai yang ia yakini kebenarannya dan menjadi pegangan dan pedoman hidupnya. Kedua, orang dewasa adalah orang yang mampu melihat segala sesuatu secara objektif. Tidak banyak dipengaruhi oleh subjektivitas dirinya
3.      Arif dan Bijaksana
Menurut Husain dan Ashraf (dalam Musfah, 2011: 46) bahwa: “Guru bukan hanya menjadi seorang manusia pembelajar tetapi menjadi pribadi bijak, seorang saleh yang dapat memengaruhi pikiran generasi muda.” Seorang guru todak boleh sombong dengan ilmunya, karena merasa paling mengetahui dan terampil dibanding guru yang lainnya, sehingga menganggap remeh dan rendah rekan sejawatnya. Allah SWT mengingatkan orang- orang yang sombong dengan firmannya:
yt6sù OÎgÏGuÏã÷rr'Î/ Ÿ@ö6s% Ïä!%tæÍr ÏmÅzr& §NèO $ygy_t÷tGó$# `ÏB Ïä!%tæÍr ÏmÅzr& 4 šÏ9ºxx. $tRôÏ. y#ßqãÏ9 ( $tB tb%x. xè{ù'uŠÏ9 çn$yzr& Îû ÈûïÏŠ Å7Î=yJø9$# HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4 ßìsùötR ;M»y_uyŠ `¨B âä!$t±®S 3 s-öqsùur Èe@à2 ÏŒ AOù=Ïæ ÒOŠÎ=tæ ÇÐÏÈ

“...kami tinggikan derajat orang yang kami kehendaki; dan di atas tiap- tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (QS:Yusuf:76)
 Sepintar dan seluas apapun pengetahuan manusia, tidak akan mampu menandingi keluasan Allah SWT, dengan ilmu sesama manusia pun, pasti ada yang lebih tinggi dan luas lagi. Masalahnya, manusia kadang memilki sifat sombong.
4.      Menjadi Teladan
Menurut Mulyasa (dalam Musfah, 2011: 47) “Pribadi guru sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya.” Secara teoritis, menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab menjadi teladan.
Rasulullah SAW adalah teladan utama bagi kaum muslimin. (QS. Al- Ahzab:21). Ia teladan dalam keberanian, konsisten dalam kebenaran, pemaaf, rendah hati dalam pergaulan dengan tetangga, sahabat dan keluarganya.
5.      Evaluasi Diri
Pengalaman adalah guru terbaik (experience is the best teacher). Pengalaman merupakan modal besar guru untuk meningkatkan mengajar di kelas. Pengalaman di kelas memberikan wawasan bagi guru untuk memahami karakter anak- anak, dan bagaimana cara terbaik untuk menghadapi keragaman tersebut. Guru jadi tahu metode apa yang terbaik bagi mata pelajaran apa, karena pernah mencobanaya berkali- kali, (Musfah, 2011: 48)
Menurut Ajami (dalam Musfah, 2011: 48) Tujuan evaluasi kinerja diri adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran di masa mendatang. Umar bin Utbah berkata kepada guru anaknya: “Hal pertama yang harus anda lakukan dalam mendidik anakku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena matanya melihatmu. Kebaikan baginya adalah apa yang kau lakukan, dan keburukan adalah apa yang kau tinggalkan.”
Guru dapat mengetahui mutu pengajarnya dari respons dan/ atau umpan balik yang diberikan para siswa saat pembelajaran berlangsung atau setelahnya, baik di dalam maupun luar kelas. Guru dapat menggunakan  umpan balik tersebut sebagai bhan evaluasi kinerjanya. Guru belajar dari respons murid. Oleh karena itu, guru harus berjiwa terbuka; tidak anti kritik. Guru siap menerima saran dari kepala sekolah, rekan sejawat, tenaga kependidikan, termasuk dari para siswa.
Hasil ujian siswa juga dapat dijadikan ukuran keberhasilan guru dalam mengajar di kelas. Jika lebih dari 60 persen siswa mampu menjawab soal ujian, berarti guru berhasil dalam pengajarannya. Guru harus meninjau ulang caranya mengajar jika hasil ujian menunjukkan kegagalan di atas 60 persen. Kesuksesan guru mengajar dapat dilihat dari kemampuan para murid menguasai materi pelajaran untuk tidak melupakan aspek afektif dan keterampilan siswa, (Musfah, 2011:48-49)
6.      Mengembangkan Diri
Di antara sifat yang harus dimiliki guru ialah pembelajaran yang baik atau pembelajaran yang baik atau pembelajaran mandiri, yaitu semangat yang besar untuk menuntut ilmu. Sebagai contoh kecil yaitu kegemarannya membaca dan berlatih keterampilan yang dapat menunjang profesinya sebagai pendidik. Berkembang dan bertumbuh hanya dapat terjadi jika guru mampu konsisten sebagai pembelajar mandiri, yang cerdas memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada di sekolah dan lingkungannya.
Menurut Husain dan Ashraf (dalam Musfah, 2011: 49) mengutip pendapat Hossein Nasr, Baloch, Aroosi, dan Badawi terkait dengan eksistensi dan peran guru:
Pertama, poros utama sistem pendidikan adalah guru; kedua, guru tidak hanya menjadi manusia pembelajar (man of learning) namun juga harus menjadi manusia yang bermoral tinggi; ketiga, dia harus menjadi manusia yang mampu menginspirasi orang lain untuk antusias pada moral dan etika yang dia katakan dan juga ia contohkan; keempat, dia  harus menjadi orang yang mengajarkan keyakinannya. Tidak boleh ada kontradiksi antara apa yang di ajarkan dan keyakinan pribadinya.
7.      Religius
Kompetensi kepribadian yaitu religius atau religiositas kaitannya erat dengan akhlak mulia dan kepribadian seorang muslim. Akhlak mulia timbul karena seseorang percaya pada Allah sebagai pencipta yang memilki nama- nama baik (asmaul husna) dan sifat yang terpuji. Budi pekerti yang baik tumbuh subur dalam pribadi yang khusyuk dalam menjalankan ibadah vertikal dan horizontal. Pribadi yang selalu menghayati ritual ibadah dan mengingat Allah akan meliharkan sikap terpuji.
Dikatakan: carilah guru yang baik agamanya untuk mengajar anak-anak, karena agama anak tergantung pada agama gurunya. Menurut Whitehead (dalam Musfah, 2011: 50)  menulis bahwa, “Esensi Pendidikan adalah menjadikan orang yang religius.” Menurut Al- Nahlawi (dalam Musfah, 2011: 50) bahwa “Seorang pendidik muslim harus memilki sifat sifat” berikut ini:
a)      Pengabdi Allah. Tujuan, sikap, dan pemikirannya untuk mengabdi pada Allah, seperti dijelaskan dalam QS. Ali Imran : 79,
$tB tb%x. @t±u;Ï9 br& çmuŠÏ?÷sムª!$# |=»tGÅ3ø9$# zNõ3ßsø9$#ur no§qç7Y9$#ur §NèO tAqà)tƒ Ĩ$¨Z=Ï9 (#qçRqä. #YŠ$t6Ïã Ík< `ÏB Èbrߊ «!$# `Å3»s9ur (#qçRqä. z`¿ÍhŠÏY»­/u $yJÎ/ óOçFZä. tbqßJÏk=yèè? |=»tGÅ3ø9$# $yJÎ/ur óOçFZä. tbqßâôs? ÇÐÒÈ

Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang rabbani, karena kamu selalu mengajarkannya Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinnya.”
b)      Ikhlas. Tujuannya menyebarkan ilmu hanya semata mencari keridhaan Allah SWT.
c)      Sabar. Sabar dalam menyampaikan pembelajaran kepada para siswa, karena belajar perlu pengulangan, menggunakan berbagai metode, dan biasanya peserta didik putus asa untuk menguasai pelajaran.
d)     Jujur. Tanda kejujuran adalah guru menjalankan apa yang dikatakannya pada siswa. Allah mencela orang-orang mukmin yang tidak jujur pada apa yang mereka katakan.
Allah berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 šcqä9qà)s? $tB Ÿw tbqè=yèøÿs? ÇËÈ uŽã9Ÿ2 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB Ÿw šcqè=yèøÿs? ÇÌÈ

Wahai orang- orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?(2); Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (3).”(QS.ash- Shaf : 2-3)
Menurut Al- Zarnuji (dalam Musfah, 2011: 50), “Seseorang guru harus seorang pembelajar, saleh, dan berpengalaman”. Guru pembelajar akan memberikan ilmu yang luas, yang dibutuhkan siswa. Guru yang saleh akan menjaga sisiwanya, tidak hanya dalam aspek teknis kehidupan akademis, tetapi juga kehidupan religiusnya. Guru harus berpengalaman. Ini menunjukkan bahwa belajar mencakup proses bebagai pengalaman.
Sia- sia seorang guru mengajarkan kebaikan jika ia sendiri bukan sosok pribadi yang baik. Pribadi guru yang baik, mengajar dan mendidik dengan perkataan dan perilakunnya di hadapan murid, disengaja maupun tidak disengaja. Disadari ataupun tidak, peserta didik selalu belajar dari figur guru dan orang- orang yang dianggapnya baik. Dengan demikian, harus ada banyak sosok guru, kepala sekolah, orang tua, yang benar baik dan saleh, sehingga mereka selalu belajar nilai- nilai dan perilaku dari sebanyak mungkin figur. Anak- anak membutuhkan contoh nyata tentang apa itu yang baik melalui sikap dan perilaku orang dewasa. Hal ini lebih mudah dan efektif bagi anak- anak dibanding sekedar ucapan dan/ atau tulisan.
C.    Kompetensi Sosial Guru
Sebelum kita masuk lebih dalam lagi mengenai apa makna dari kompetensi sosial ada baiknya kita pahami terlebih dahulu makna kompetensi sosial dari segi susunan katanya, kompetensi sosial tersusun dari 2 kata yaitu kompetensi dan sosial, kompetensi dapat diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dari seorang tenaga profesional. Kompetensi dapat juga dipahami sebagai spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapanya dalam pekerjaan, sesuai dengan setandar kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat atau dunia kerja (Sudarwan Danim, 2011: 111) Sedangkan kata sosial berasal dari kata socio yang artinya menjadikan teman dan secara terminologis sosial dapat dimengerti sebagai sesuatu yang dihubungkan, diakitkan dengan teman, atau masyarakat (Damsar, 2011: 96).
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang. Seseorang dinyatakan kompeten di bidang tertentu jika menguasai kecakapan bekerja pada satu bidang tertentu.  Secara nyata orang yang kompeten mampu bekerja di bidangnya secara efektif- efisien, (Samana, 2003: 42)
Kompetensi sosial seorang guru berarti  kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga Negara. Lebih dalam lagi kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 salah satu kewajiban dari seorang pendidik adalah member teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam bekomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru.
Menurut Ross Krasnor (dalam Denham, 2003: 238-256) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai keefektifan dalam berinteraksi, hasil dari perilaku-perilaku teratur yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada masa perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Bagi anak pra sekolah, perilaku yang menunjukkan kompetensi sosial berkisar pada tugas-tugas utama perkembangan yaitu menjalin ikatan positif dan self regulations selama berinteraksi dengan teman sebaya. Dalam pandangan teoritis kompetensi sosial, terdapat dua fokus pengukuran yaitu pada diri atau orang lain, dalam hal ini adalah mengukur kesuksesan anak dalam memenuhi tujuan pribadi atau hubungan interpersonal anak.
Kompetensi sosial sendiri dapat dimengerti sebagai kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (Farida, Sarimaya. 2008:22). Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:
1.      Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat.
2.      Menggunakan tekhnologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
3.      Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua/wali peserta didik.
4.      Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Dalam kompetensi sosial ini terdapat sub kompetensi, diantaranya adalah: seorang guru harus mampu bergaul secara efektif dengan peserta didik, mampu begaul secara efektif dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang lain, dan yang terakhir adalah mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitanya (Kunandar. 2007:77).
Dalam kompetensi sosial jelaslah seorang guru dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan baik tidak hanya sebatas pada peserta didik yang menjadi bagian dari proses pembelajaran didalam kelas dan sesama pendidik yang merupakan teman sejawat dalam dunia pendidikan namun juga seorang guru harus dapat berkomunikasi dengan baik dengan tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat sekitar yang juga bagian dari lembaga pendidikan yang seharusnya saling bekerja sama untuk dapat menciptakan suasana kondusif dalam proses belajar dan mengajar, serta dapat terjalinya kantinuitas antara apa yang diajarkan dalam kelas dapat diterapkan dan dipelajari kembali dalam lingkup keluarga dan masyarakat demi tercapainya tujuan pendidikan.
Jadi kompetensi sosial adalah kemampuan yang memiliki hubungan yang erat dengan penyesuaian sosial dan kualitas interaksi antar pribadi guna untuk kebutuhan-kebutuhan pada masa perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Sebagai seorang pendidik dan sekaligus sebagai warga masyarakat, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator :
1.      interaksi guru dengan siswa
2.      interaksi guru dengan kepala sekolah
3.      interaksi guru dengan rekan kerja
4.      interaksi guru dengan orangtua siswa
5.      interaksi guru dengan masyarakat.

1.        Hubungan Intrapersonal
Intrapersonal Communication Skill adalah komunikasi kedalam diri sendiri (pengenalan jati diri) misalnya melalui meditasi, pengenalan hati nurani, kehendak bebas, dan imajinasi kreatif, dan lain lain. Proses komunikasi intrapersonal masuk melalui proses stimulus kedalam pikiran bawah sadar manusia.
Stimulus (pengaruh) kedalam pikiran manusia melalui dua cara yaitu:
a)      Stimulus ke pikiran sadar masuk dan melalui pancaindra: telinga (aspek pendengaran), mata (aspek penglihatan),  mulut (aspek rasa), hidung (aspek penciuman), kulit (aspek peraba). Dari pengalaman stimulus ini manusia dapat mengenal sesuatu dan dapat berkomunikasi secara sadar.
b)      Stimulus ke pikiran bawah sadar melalui kata-kata yang masuk secara tidak sadar kemudian tampil dalam bentuk bahasa gambar. Deepak Chopra dalam salah satu bukunya menyebutkan bahwa manusia akan mendapat stimulus kata-kata kedalam bawah sadarnya sebesar 55.000 sampai 60.000 kata per harinya. Sayangnya, sebagian besar 77 % kata-kata bersifat negatif tanpa mempertimbangkan latar belakang seseorang dari suku (budaya), agama, ras, status sosial atau golongan. Jadi, stimulus negatif sangat merugikan seseorang jika tidak mampu mengendalikannya.
Dampak dari kata-kata negatif yang masuk kedalam bawah sadar, akan merusak percaya diri, konsep diri, citra diri seseorang. Dampak lebih jauh dari manusia tersebut adalah terkena penjara mental (mental blocking). Ciri-ciri seseorang terkena penjara mental, yaitu prasangka buruk (visualisasi negatif), kata-kata negatif terhadap diri sendiri dan pihak lain, banyak alasan, ketakutan, perasaan bersalah,  kemalasan, rendah diri, dan lain lain.
Sudah dapat dibayangkan, jika mental blocking terjadi pada seseorang maka dampaknya akan merusak sistim komunikasi intrapersonal (komunikasi ke dalam dirinya). Akhirnya akan mengalami banyak hambatan, bahkan kesulitan dalam berkomunikasi secara interpersonal (berkomunikasi dengan pihak lain). Sudah dipastikan seseorang yang tidak mampu berkomunikasi secara interpersonal akan sulit mencapai tujuan hasil akhir dari komunikasi.
Cara efektif mencegah dan keluar dari belenggu penjara mental agar komunikasi kedalam diri sendiri menjadi lebih baik adalah kemampuan mengelola setiap stimulus negatif (self talk negatif) yang masuk kedalam pikiran manusia, misalnya:
·         Pendekatan Spiritual
Pendekatan spiritual melalui doa yang tidak terputus, mengucapkan ayat-ayat suci saat diwaktu senggang (terencana), menyanyikan lagu-lagu rohani, meditasi dengan tujuan mengendalikan pikiran dengan menyetop kata-kata yang masuk kedalam pikiran dan lain lain.
·         Afirmasi (self talk) positif
Gunakan kata-kata positif setiap berbicara dengan diri sendiri (self-talk) mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur. Bahkan kata-kata positif kedalam diri dapat dijadikan sebagai bentuk doa aktif. Misalnya, “Setiap hari tubuh saya semakin sehat dan bugar,  rejeki melimpah kedalam hidup saya”; “Tidak ada kata gagal yang ada proses belajar”, “Persoalan hidup, membuat saya semakin dewasa”; “Setiap orang yang saya temui adalah sahabat, membuat hidup saya lebih baik” dan lain- lain.
·         Visualiasi positif
Imajinasikan gambar-gambar positif dalam pikiran kita. Lawan dengan cara mengganti setiap gambar atau imajinasi negatif yang muncul dalam pikiran kita.
·         Kemampuan Pengalihan (Switching Technique)
Banyak yang dapat digunakan sebagai teknik pengalihan, yaitu gerakan atau pindah posisi tubuh Anda sehingga sudut pandang berubah (olah raga, jogging, refreshing, nonton film, dengar musik, melukis, menulis), teknik olah nafas, teknik jepret dengan karet gelang, teknik cubit, dan lain- lain. 
Dengan demikian, setelah kita mampu mengendalikan pengaruh stimulus kata negatif (77% dari jumlah 60.000 kata per harinya) kedalam pikiran dengan cara-cara pengendalian tersebut diatas maka diharapkan kita dapat berkomunikasi interpersonal secara efektif.
2.        Interpersonal Communication Skill (kemampuan komunikasi dengan pihak lain)
Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship.
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
Hubungan interpersonal sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Dua hal ini tak terpisahkan: hubungan interpersonal terjalin melalui komunikasi. Dengan kata lain, komunikasi merupakan dasar bagi pengembangan hubungan interpersonal. Disisi lain keterampilan komunikasi itu sendiri juga di tentukan oleh keterampilan tertentu yang merupakan bagian dari ketrampilan hubungan interpersonal.
Menurut Miller (Rakhmat, 2005:120) memahami proses komunikasi interpersonal menuntut pemahaman hubungan simbiosis antara komunikasi dengan perkembangan relasional: Komunikasi mempengaruhi perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.
Interpersonal Communication Skill adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula, (Mangunhardjana, 2003: 85)
Menurut De Vito  (dalam A.Liliweri 1997: 13) ”komunikasi interpersonal memiliki lima ciri-ciri, yaitu: keterbukaan. Empati, dukungan, kepositifan atau rasa positif dan kesamaan”.
a.       Keterbukaan
Untuk menunjukkan kualitas keterbukaan dari komunikasi interpersonal ini paling sedikit ada dua aspek yakni aspek keinginan untuk terbuka bagi setiap orang yang berinteraksi dengan orang lain dan keinginan untuk menanggapi secara jujur semua stimuli yang datang kepadanya. Menurut Depdikbud (1995:151) “keterbukaan adalah kemampuan seseorang untuk bersifat tidak tertutup terhadap perasaan”. Keterbukaan ini mengacu kepada tiga aspek komunikasi interpersonal yakni menciptakan sifat terbuka kepada semua orang yang berinteraksi secara jujur dalam melakukan komunikasi dan mengacu pada perasaan kepribadian serta pemikiran untuk rasa keingintahuan terhadap orang lain
b.      Empati
Dengan empati dimaksudkan untuk merasakan sebagaimana yang dirasakan oleh orang lain suatu perasaan bersama yakni mencoba merasakan dalam cara yang sama dengan perasaan orang lain. Menurut de vito (1986:70) “empati adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan apa yang dialami orang lain pada moment-moment tertentu”. Untuk dapat menimbulkan empati pada diri seseorang adalah dengan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Sedangkan untuk menimbulkan rasa simpati dapat dilakukan dengan cara menolong orang lain dan merasakan apa yang dirasakan orang lain serta adanya kemauan untuk meminta maaf dalam upaya menimbulkan simpati.
c.       Dukungan
Dukungan adakalanya terucap dan adakalanya tidak terucap. Dukungan yang tidak terucap tidaklah mempunyai nilai yang negatif, melainkan merupakan aspek positif dari komunikasi
d.      Kepositifan/ rasa positif
Dalam komunikasi interpersonal, kualitas ini paling sedikit terdapat tiga aspek perbedaan atau unsur. Pertama, komunikasi interpersonal akan berhasil jika terdapat perhatian yang positif terhadap diri seseorang. Kedua, komunikasi interpersonal akan terpelihara baik jika perasaan positif terdapat orang lain dikomunikasikan. Ketiga, suatu perasaan positif dalam situasi komunikasi umum amat bermanfaat untuk mengefektifkan kerja sama. Menurut Depdikbud (1995:83) “berfikir positif adalah berfikir akan kebenaran pasti dan terbukti”. Seseorang berperilaku positif dalam berkomunikasi interpersonal akan terlibat dari adanya pemikiran positif  pada kepribadian dan menilai kepribadian orang lain secara positif pula serta juga dapat merasakan suatu naluri dalam berkomunikasi dengan orang lain.
e.       Kesamaan
Ini merupakan karakteristik yang istimewa, karena kenyataannya manusia tidak ada yang sama. Komunikasi interpersonal akan efektif jika orang-orang yang berkomunikasi itu terdapat kesamaan. Menurut  Depdikbud (1995:100) “persamaan adalah suatu keadaan yang menghapuskan kedua belah pihak tidak berbeda atau tidak berlainan”. Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam membina hubungan antar pribadi terjadi kondisi dimana seseorang memiliki kesamaan keribadiannya  tidak bisa berkomunikasi. Jadi persamaan berarti kemauan menerima dan membuktikan adanya perbedaan seseorang  dengan mencari persamaan mereka.
Dengan demikian jika kita mampu mengendalikan atau mengontrol ciri-ciri Interpersonal communication skill atau komunikasi dengan pihak lain maka kita akan lebih efektif dalam menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan juga  dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula.
Jadi komunikasi intrapersoal dan interpersonal saling berkaitan dan berhubungan  sangat kuat sehingga mempengaruhi kualitas seseorang dalam berkomunikasi. Contohnya, jika kita berbicara dan berpikir negatif dengan diri sendiri tentang seseorang (misalnya, pimpinan, pasangan hidup, rekan, dll) dalam bentuk prasangka buruk maka kemungkinan besar seseorang akan kehilangan rasa nyaman saat berkomunikasi dengan orang tersebut.  
Dari contoh tersebut diatas, sudah dapat dipastikan komunikasi secara interpersonal menjadi tidak efektif manakala gagal dalam mengendalikan komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal). Jika dikembangkan lebih jauh dalam setiap proses komunikasi antara intrapersonal dan interpersonal, akan semakin jelas hubungan saling keterkaitan antara proses komunikasi dan pikiran manusia.





DAFTAR PUSTAKA
Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta:Prenada Media
Farida Sarimaya. 2008. Sertifikasi Guru. Bandung:Yrama Widya
Irfan, Ali. 2012. B’Right Teacher. Tegal: Xaivera
Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum KTSP. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi guru professional. Bandung: Rosdakarya
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Musfah, Jejen. 2011. Peningkatan Kompetensi Guru (Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik). Jakarta: Kencana
Samana, 2003. Profesionalisme keguruan. Yogyakarta: Kanisius
Sudarwan Danim. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta:Prenada media.
Usman, Moh. Uzer.1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar