Minggu, 23 November 2014

MAKALAH PENGANTAR STUDI HADITS Pengertian Istilah-Istilah dalam Hadits



MAKALAH
PENGANTAR STUDI HADITS
Pengertian Istilah-Istilah dalam Hadits
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Pengantar Studi Hadits
Dosen pengampu : H. Jajang Aisyul Muzakki M.Pd.I


Description: C:\Users\Asus X43U\Documents\logo.jpg



Di susun oleh kelompok 1 :
1.      Kiki Taqyudin
2.      Nopan Dwi Santoso
3.      Moh. Saefullah

TARBIYAH IPA BIOLOGI-B/2



KEMENTRIAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2012


PENDAHULUAN

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah dengan judul             “ Istilah-istilah dalam Hadits”.
            Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang terang benderang.
            Hakekat hidup manusia di dunia adalah sebagai makhluk yang mempunyai fitrah agama. Fungsinya untuk memahami nilai-nilai kebenaran dan kesucian yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, dan fitrah agama itu merupakan pedoman hidup di dunia.
            Perkembangan fitrah agama saat ini dilihat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, telah memberikan dukungan moril yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu agama, contohnya dengan berdirinya masjid-masjid yang megah, alat telekomunikasi, pondok pesantren yang sudah modern dari segi peralatannya, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Yang sudah sangat jelas berguna sebagai pedoman dan tuntunan dalam mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini.
            Hadits, sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an, merupakan pedoman dan tuntunan bagi umat Islam dalam melakukan seluruh aktivitasnya, baik masalah ibadah, budi pekerti, sosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat, dan lain sebagainya. Hadits merupakan sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW  dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak terlepas dari tuntunan Allah SWT yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, sudah sepantasnya dijadikan suri tauladan bagi umat manusia. Akan tetapi, tidak sedikit jumlah Hadits yang pemahamannya sering menyesatkan, padahal Hadits itu fungsinya sebagai pembenaran hukum untuk kehidupan manusia setelah Al-Qur’an.




DAFTAR ISI

PENDAHULUAN......................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................. 2
PEMBAHASAN
A.  Pengertian istilah-istilah dalam hadits
Hadis.......................................................................................................... 3
Sunnah....................................................................................................... 5
Khabar....................................................................................................... 6
Atsar.......................................................................................................... 7
B. Pengertian Hadits Qudsi dan perbedaannya dengan Al-Qur’an dan Hadits Nabawi
Pengertian Hadis Qudsi ............................................................................ 8
Perbedaan Al-Qur’an dengan Hadis Qudsi .............................................. 9
Perbedaan Hadis Nabawi dengan Hadis Qudsi...................................... 11
KESIMPULAN........................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 14














PEMBAHASAN

A.  Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar
1.      Hadits
Menurut bahasa Hadits berarti الجد يد , yaitu sesuatu yang baru, menunjukan sesuatu yang dekat dan waktu yang singkat,[1] seperti perkataan : هو حديث العهد فى الاء سلام
Artinya dia baru masuk / memeluk Islam. Lawan kata  الحديث  adalah القديم   , yang berarti sesuatu yang lama
      Hadits juga berarti  الخبر , “berita”, yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Disamping itu, Hadits juga berarti  القريب,”dekat” , tidak lama lagi terjadi, sedangkan lawannya adalah   البعيد  , artinya “jauh”.[2]   
      Sedangkan pengertian hadits menurut istilah, terdapat perbedaan antara beberapa ulama terutama antara ulama muhadditsun, ushuliyyun, dan fuqaha.
-          Menurut muhadditsun
Menurut ahli hadits atau muhadditsun, pengertian hadist ialah:
آقوالالنبي صلي ا لله عليه و سلم و آفعاله وحواله وقال الاخر : كل ما آ ثرر عن ا لنبي صلي ا لله عليه و سلم من قول آو فعل آو اقرار
Artinya : “ seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW. sedangkan menurut yang lainnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.”
Menurut Al-Hafidz dalam syarh al-Bukhary, dan al-hafizh dari Shakhawy ialah :
اقواله صلي ا لله عليه و سلم وا فعله و احواله
“segala ucapan, perbuatan. Dan keadaan Nabi SAW.”

Sebagian muhadditsin berpendapat bahwa pengertian Hadits diatas adalah pengertian yang sempit. Menurut mereka, Hadits mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, yang tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (Hadits marfu’) saja, melainkan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat (Hadits maqtu).
-          Menurut Ushuliyyun
Hadits menurut ahli Ushul adalah   
Artinya : “ semua perkataan, perbuatan, dan takrir Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum syara dan ketetapannya”
Sedangkan Hadits menurut ahli Hadits yang lain adalah :
اقواله صلي ا لله عليه و سلم وافعاله وتقاريره ممايتعلق به حكم بنا
segala perkataan, perbuatan, dan takrir Nabi yang bersangkutan dengan hukum
-          Menurut Fuqaha
Menurut fuqaha, selain keterbatasan “materi”, dari sisi sumber rujukan pun Hadits hanya terbatas kepada Nabi (Hadits marfu). Keyakinan sebgian besar ulama Hadits yang menyebutkan sumber Hadits dapat saja dari sahabat (Hadits mauquf) dan dari tabiin (Hadits maqtu) menjadi tidak berlaku bagi kaum fuqaha. Diskusi bagi ulama fiqih,  Hadits itu satu sumber , yakni Nabi dan dari sisi substansi materi hanya yang menyangkut aspek-aspek hukum. Menurut fuqaha juga dalam kacamata hukum, Hadits dibatasi hanya pada hal-hal yang berhubungan dengan hukum saja. Hal-hal yang ada kaitannya dengan sifat basyariyah  Nabi, seperti cara makan, tidur, berjalan, berpakaian, memakai minyak wangi dan kebiasaan Nabi lainnya , tidak termasuk dalam kategori Hadits.[3]



1)        Hadis Qauli
Hadis qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi SAW. Dengan kata lain, hadis qauli adalah hadis berupa perkataan Nabi SAW. Yang berisi berbagai tuntutan dan petunnjuk syara, peristiwa, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syariat, maupun akhlak. Diantara contoh hadis qauli adalah:
عن ابى هريرة قال: قال رسول الله ص.ل. قال : من كذ ب على متعمدا فاليتبوأ مقعده من النار. ( رواه مسلم )
Dari Abu Hurairah r.a. , Rasulullah SAW bersabda : “barangsiapa sengaja berdusta atas diriku, hendaklah dia bersiap-siap menempati tempat tinggalnya di neraka” (H.R.Muslim)
2)        Hadis Fi’li
Hadis fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan pada Nabi SAW. Dalam hadis tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi SAW. Yang menjadi anutan perilaku para sahabat pada saat itu, dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk mengikutinya.
                        Hadis yang termasuk kategori ini diantaranya hadis-hadis yang di dalamnya terdapat kata-kata kana/yakunu atau raitu/raina.[4] Contohnya hadis berikut ini :
عن عا ئشة ان النبى ص.م. كان يقسم بين نسا ئه فيعد ل ويقول: اللهم هده قسمتى فيما املك فلا تلمنى فيما تملك ولا املك.( رواه ابو داود والترمذى والنسائ وابن ماجه )
Dari Aisyah, Rasulullah SAW membagi (nafkah dan gilirannya) antara istri-istrinya dengan adil. Beliau bersabda “ ya Allah ! inilah pembagianku pada apa yang aku miliki. Janganlah Engkau mencelaku dalam hal yang tidak aku miliki” (H.R. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)
3)        Hadis Taqriri
Hadis taqriri adalah hadis berupa ketetapan Nabi SAW. Terhadap apa yang datang atau dilakukan oleh para sahabatnya. Nabi SAW. Mebiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau mempermasalahkannya. Sikap Nabi yang demikian itu dijadikan dasar oleh para sahabat sebagai dalil taqriri, yang dapat dijadikan hujjah atau mempunyai kekuatan hukum untuk menetapkan suatu kepastian syara.[5]
Contohnya :
لايصلين احدالعصر إلا فى بنى قريضه (رواه البخارى)
Janganlah seorangpun shalat ashar, kecuali nanti di Bani Quraidhah. (H.R.Bukhari)
2.      Sunnah
Dari segi bahasa, sunnah berarti jalan. Arti sunnah ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang mengatakan : “ Barangsiapa yang membuat sunnah (jalan) kebaikan dalam Islam, baginya pahala sunnah itu dan pahala dari orang yang mengikuti sesudahnya tanpa berkurang pahala sedikitpun. Dan barangsiapa yang membuat sunnah (jalan) buruk dalan  Islam (tidak sesuai dengan syariat agama), maka baginya dosa sunah itu dan dosa dari orang yang mengikuti sunnahnya sesudahnya tanpa berkurang dosanya sedikitpun”.[6]
Sedangkan pengertian sunah menurut istilah, terdapat perbedaan antara beberapa ulama terutama antara ulama muhadditsun, ushuliyyun, dan fuqaha.
-          Menurut Muhadditsun
Sunnah menurut istilah muhadditsun ialah
كل ما اثر عن النبي صلي ا لله عليه و سلم من قول اوفعل اوتقريراوصفةخلقيةاوخلقية اوسيرة سواءاكان ذا لك قبل البعثة ام بعد ها
segala seseuatu yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, budi pekerti, perjalanan hidup Nabi SAW. sebelum diangakat manjadi Rasul, maupun sesudahnya.
Sebagian besar muhadditsun menjelaskan, bahwa sunnah dalam arti ini menjadi muradif [7]  bagi kata  hadits [8]
-          Menurut Ushuliyyun
Berbeda dengan ahli hadits, maka ahli ushul mengatakan,
كل ما صدر عن النبي صلي ا لله عليه و سلم غيرالقرا ن الكريم من من قول اوفعل اوتقرير مما يصلح ان يكون دليلا لحكم شرعي   
sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW selain Al-Qur’anul karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang berhubungan dengan hukum syara dan pantas dijadikan dalil bagi hukum syara.
-          Menurut fuqaha
Ahli Fiqih mengartikan sunnah sebagai berikut :
ما ثبت عن عن النبي صلي ا لله عليه و سلم من غيرافتراض وتقا بل الواجب وغيره من الاحكا م ا لخمسة وقد تطلق عندهم على ما يقا بل البدعة
segala ketetapan yang berasal dari Nabi SAW. selain yang difardukan dan diwajibkan. Menurut mereka, sunnah merupakan salah satu hukum yang lima (wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah) dan yang tidak termasuk kelima hukum ini desebut bid’ah”
3.      Khabar
Secara bahasa, khabar berarti berita (warta) yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Jamaknya Akhbar. Muradifnya naba’ yang jamaknya anba’. Orang yang banyak menyampaikan khabar dinamai khabir.
pengertian khabar menurut istilah, terdapat perbedaan antara beberapa ulama terutama antara ulama muhadditsun, ushuliyyun, dan fuqaha.
-          Menurut muhadditsun
Menurut ahli hadits, makna khabar hampir sama dengan atsar dan hadits. Perbedaannya terletak hanya dari sisi pengertian istilah ulama hadits yang membatasi khabar hanya bersumber dari sahabat dan Nabi, tidak sampai pada tabiin. Tetapi pemaknaan umum terhadap khabar memiliki makna yang sama, yakni segala ucapan, perbuatan, taqrir dan hal ihwal tentang Nabi, marfu, sahabat (mauquf) dan tabiin (maqtu). Tetapi ulama muhadditsun yang berasal dari Khurasan mengkhususkan arti atsar dengan apa-apa yang datang dari sahabat saja (mauquf) , dan khabar berasa; dari Nabi (marfu’) saja.[9]
-          Menurut Ushuliyyun
Khabar meliputi warta dari Nabi SAW. maupun dari sahabat, ataupun dari tabiin. Ada yang berpendapat bahwa khabar digunakan untuk segala warta yang diterima dari yang selain Nabi SAW. mengingat hal inilah, orang yang meriwayatkan hadis disebut muahaddits, dan orang yang meriwayatkan sejarah dinamai akhbar atau khabary. Adapula yang mengatakan bahwa khabar lebih umum daripada hadis, karena yang termasuk ke dalam khabar segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi SAW. maupun dari selainnya, sedangkan hadis khusus terhadap yang diriwayatkan dari Nabi SAW. saja. Ada juga yang mengatakan , khabar dan hadis,  di-ithlaq[10]-kan kepada yang sampai dari Nabi SAW. saja, sedangkan yang diterima dari sahabat dinamai atsar.
-          menurut Fuqaha
khabar adalah sesuatu yang datang, selain dari Nabi Muhammad SAW. karena yang datang dari Nabi Muhammad SAW. disebut hadis. Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa hadis lebih umum daripada khabar, sehingga tiap hadis dapat diakatakan khabar, tetapi tidak setiap khabar dapat dikatakan hadis.
Contoh yang berupa perkataan:
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barang siapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintahnya dari kami maka ia tertolak.” (HR. Muslim)
Contoh yang berupa perbuatan:
كان صلى الله هليه و سلم إذ دخل بيته بدأ با لسيواك
“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam rumahnya, maka yang dilakukan pertama kali adalah bersiwak.” (HR. Muslim)
Contoh yang berupa persetujuan:
تقريره الجارية حين سألها : أين الله ؟ قالت : في السماء، فأقر ها على ذلك صلى الله هليه
و سلم
Persetujuan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pada budak wanita ketika ia bertanya padanya, “Dimana Allah”. Budak itu menjawab, “Di langit”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujuinya. (HR. Muslim)
4.      Atsar
Atsar dari segi bahasa berarti “ bekas sesuatu“ , “sisa sesuatu “, “sisa waktu “ atau “sesuatu yang dinukilkan “.
pengertian atsar menurut istilah, terdapat perbedaan antara beberapa ulama terutama antara ulama muhadditsun, ushuliyyun, dan fuqaha.
-          Menurut Muhadditsun
Atsar berarti segala ucapan, perbuatan, taqrir dan hal ihwal tentang Nabi, sahabat, dan tabiin.
Atsar cakupannya lebih luas daripada hadis. Sumber rujukan atsar tidak terbatas hanya pada Nabi, tetapi sahabat dan tabiin.[11]
-          Menurut Ushuliyyun
atsar adalah segala sesuatu yang didasarkan kepada Nabi Muhammad SAW. sahabat dan tabiin. Atsar ditujukan untuk yang mauquf, sedangkan khabar ditujukan untuk yang marfu’
-          Menurut Fuqaha
Para fuqaha memakai istilah atsar untuk perkataan-perkataan ulama salaf, tabiin, dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa atsar lebih ‘aam (umum) daripada khabar. Atsar dihubungkan kepada yang datang dari Nabi SAW. dan yang selainnya, sedangkan khabar dihubungkan kepada yang datang dari Nabi SAW. saja.
Contoh Atsar
Perkataan Hasan Al-Bashri rahimahullaahu tentang hukum shalat di belakang ahlul bid’ah:
                                                                              وَقَالَ الْحَسَنُ: صَلِّ وَعَلَيْهِ بِدَعَتُه
“Shalatlah (di belakangnya), dan tanggungan dia bid’ah yang dia kerjakan.”
B.   Pengertian Hadits Qudsi dan perbedaannya dengan Al-Qur’an dan Hadits Nabawi
1.    Pengertian hadits Qudsi
Hadits qudsi secara bahasa berasal dari kata qadasa, yaqdusu, qudsan, artinya suci atau bersih. Jadi hadits qudsi secara bahasa adalah hadits yang bersih.[12]
Secara terminologi, terdapat banyak definisi dengan redaksi yang berbeda-beda. Akan tetapi, dari semua definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hadits qudsi adalahsegala sesuatu yang di berikan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW. Selain Al-Quran, yang redaksinya disusun oleh Nabi Muhammad SAW.
Untuk lebih jelasnya, kami akan mengemukakan beberapa definisi tersebut,
مايخبراالله تعالي به النبي صلي الله عايه وسلم بالالهام اوبالمنام فاخبرالنبي من دلك المعني بعبارة نفسه
Sesuatu yang diberikan Allah SWT. Kepada Nabi-Nya dengan ilham atau mimpi, kemudian Nabi Muhammad SAW. Menyampaikan berita itu dengan ungkapan-ungkapan sendiri.
كل حد يث يضيف فيه رسول الله صلي الله عليه وسلم قولا الي الله عزوجل
Segala hadits Rasulullah SAW. Yang berupa ucapan, yang disandarkan kepada Allah ‘Azza wa jalla.[13]
ما اخبرالله نبيه تارة بالوحي وتارة بالإالهام وتارة بالمنام مفوضا اليه التعبير باي
عبارة شاء
Sesuatu yang diberikan Allah SWT. Terkadang melalui wahyu, ilham, atau mimpi, dengan redaksinya yang diserahkan kepada Nabi SAW.
Disebut hadits karena redaksinya disusun sendiri oleh Nabi Muhammad SAW. Dan disebut Qudsu karena hadits ini suci dan bersih ( Ath-Thaharah wa At-Tanzih) dan datang dari dzat yang maha suci. Hadits qudsi ini juga sering disebut dengan hadits ilahiyah atau hadits rabbaniyah. Disebut ilahi atau rabbani karna hadits ini datang dari Allah SWT. Rabbil ‘alamiin.[14]
Contoh hadis qudsi :
عن ابى هريرة قال: قال رسول الله ص.ل. قال : قال الله : ثلا ثة انا خصمهم يوم القيامة رجل اعطى بى ثم غدر ورجل باع حرا فاكل ثمنه ورجل ااااستأ جراجيرا فاستوفى منه ولم يعط اجره.( رواه البخارى وابن ماجه واحمد )
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi SAW. Bersabda, “Allah SWT berfirman, ‘Ada tiga golongan yang Aku menjadi musuh mereka kelak di hari kiamat. Siapa yang Aku menjadi musuhnya, maka Aku akan menjadi musuhnya. Seseorang yang memberikan (janji) kepada-Ku lalu mengingkari. Seseorang yang mennjual orang merdeka, lalu memakan hasil penjualannya. Dan seseorang yang memperkerjakan karyawan, lalu karyawan itu memenuhi tugasnya, tetapi orang itu tidak memenuhi upahnya’.” (H.R. Bukhari, Ibnu Majah dan Ahmad)
عن ابى ذ ر عن النبي ص.ل. فيما روى عن الله تبا رك وتعالى انه قال: ياعبادي إنى حرمت الظلم على نفسى وجعلته بينكم محرما فلا تظا لموا.( رواه مسلم )
Dari Abu Dzar dari Nabi SAW. Seperti yang beliau riwayatkan dari Allah, bahwa Allah azza wa jalla berfirman,”wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan aniaya pada dri-Ku sendiri, dan Aku jadikan ia diharamkan diantara kalian. Karena itu, janganlah kalian berbuat saling aniaya.” (H.R Muslim)
2.    Perbedaan Al-Quran dengan Hadits Qudsi
Ada beberapa perbedaan antara Al-Quran dan Hadits Qudsi diantaranya sebagai berikut.
a)    Al-Quran Al-Karim adalah kalam Allah yang di wahyukan kepada Rasulullah dengan lafalnya. Dengan kalam Allah itu pula, orang Arab ditantang untuk membuat yang serupa dengannya, sepuluh surat yang serupa itu, bahkan satu surat, tetapi mereka tidak mampu membuatnya. Tantangan itu tetap berlaku karena Al-Quran adalah mukjizat abadi hingga hari kiamat, sedangkan hadits qudsi tidak digunakan untuk menantang dan tidak pula untuk mukjizat.
b)   Al-Quran Al-Karim hanya di nisbatkan kepada Allah sehingga dikatakan, “Allah ta’ala telah berfirman”, sedangkan hadits qudsi terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah sehingga nisbat hadits Qudsi kepada Allah merupakan nisbat yang dibuatkan. Maka dikatakan, “Allah ta’ala berfirman atau Allah berfirman.” Terkadang pula diriwayatkan dengan disandarkan kepada Rasulullah SAW., tetapi nisbatnya adalah nisbat khabar. Karena Nabi yang menyampaikan hadits itu dari Allah, dikatakan Rasulullah SAW. Mengatakan mengenai apa yang diriwayatkan tuhannya.
c)    Seluruh isi Al-Quran dinukil secara mutawatir sehingga kepastiannya sudah mutlak. Hadits-hadits qudsi kebanyakannya adalah khabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan. Ada kalanya hadits qudsi itu shahih, terkadang hasan (baik), dan terkadang pula dhaif (lemah).
d)   Al-Quran Al-Karim, baik lafalnya maupun maknanya maka Al-Quran adalah wahyu, baik dalam lafal maupun maknanya. Adapun hadits qudsi, maknanya aja yang dari Allah, sedangkan lafalnya dari Rasulullah SAW. Hadits qudsi adalah wahyu dalam makna, tetapi bukan dalam lafal. Oleh karena itu, menurut sebagian besar ahli hadits, diperbolehkan meriwayatkan hadits qudsi dengan maknanya saja.
e)    Membaca Al-Quran Al-Karim merupakan ibadah sehingga dibaca dalam shalat. Seebagaimana Allah SWT. Berfirman,
فاقرءواماتيسرمنه... ( المزمل:20)...
maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Quran itu. (Q.S. Al-Muzammil:20)
Adapun hadits qudsi tidak disuruh dibaca dadalam shalat. Allah memberikan pahala membaca hadits Qudsi secara umum saja. Membaca hadits qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadits mengenai membaca Al-Quran bahwa pada setiap huruf terdapat kebaikan.[15]
3.    Perbedaan Hadits Nabawi dengan Hadits Qudsi
Perbedaan antara hadits nabawi dan hadits qudsi dapat dilihat dari segi penisbatan, yaitu hadits nabawi dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Dan diriwayatkan dari beliau sehingga dinamakan hadits nabawi. Adapun hadits qudsi dinisbatkan kepada Allah, sedangkan Rasul SAW. Menceritakan dan meriwayatkan dari Allah SWT. Oleh karena itu, beliau dibatasi dengan sebutan “Al-quds” atau “Al-ilah” sehingga disebut hadits qudsi atau hadits ilah, yakni penisbatan kepada Dzat Yang Maha Tinggi.
Jika dalam suatu hadits terdapat kata-kata seperti,
قال رسول الله صلّي الله عليه وسلّم فيمايرويه عن ربّه.
Rasuluuah SAW. Telah bersabda, sebagai mana yang diterima dari tuhannya.
Atau kata-kata,
قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : قاللل الله عزوجلّ
Rasulullah SAW. Telah bersabda, “Allah SWT. Berfirman....”
Bisa dipastikan bahwa hadits tersebut adalah hadits qudsi.


KESIMPULAN

Menurut bahasa Hadits berarti الجد يد , yaitu sesuatu yang baru, menunjukan sesuatu yang dekat dan waktu yang singkat.
Menurut istilah : seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW. sedangkan menurut yang lainnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
Dari segi bahasa, sunnah berarti jalan.
Menurut istilah : segala seseuatu yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, budi pekerti, perjalanan hidup Nabi SAW. sebelum diangakat manjadi Rasul, maupun sesudahnya.
Secara bahasa, khabar berarti berita (warta) yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Jamaknya Akhbar. Muradifnya naba’ yang jamaknya anba’. Orang yang banyak menyampaikan khabar dinamai khabir.
Menurut istilah : segala ucapan, perbuatan, taqrir dan hal ihwal tentang Nabi, marfu, sahabat (mauquf) dan tabiin (maqtu).
Atsar dari segi bahasa berarti “ bekas sesuatu“ , “sisa sesuatu “, “sisa waktu “ atau “sesuatu yang dinukilkan “.
 Secara istilah : segala ucapan, perbuatan, taqrir dan hal ihwal tentang Nabi, sahabat, dan tabiin. Atsar cakupannya lebih luas daripada hadis. Sumber rujukan atsar tidak terbatas hanya pada Nabi, tetapi sahabat dan tabiin.
Hadits qudsi secara bahasa berasal dari kata qadasa, yaqdusu, qudsan, artinya suci atau bersih. Jadi hadits qudsi secara bahasa adalah hadits yang bersih.
Secara terminologi, adalah segala sesuatu yang di berikan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW. Selain Al-Quran, yang redaksinya disusun oleh Nabi Muhammad SAW.
Al-Quran Al-Karim adalah kalam Allah yang di wahyukan kepada Rasulullah dengan lafalnya. Dengan kalam Allah itu pula, orang Arab ditantang untuk membuat yang serupa dengannya, sepuluh surat yang serupa itu, bahkan satu surat, tetapi mereka tidak mampu membuatnya. Tantangan itu tetap berlaku karena Al-Quran adalah mukjizat abadi hingga hari kiamat, sedangkan hadits qudsi tidak digunakan untuk menantang dan tidak pula untuk mukjizat.
Perbedaan antara hadits nabawi dan hadits qudsi dapat dilihat dari segi penisbatan, yaitu hadits nabawi dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Dan diriwayatkan dari beliau sehingga dinamakan hadits nabawi. Adapun hadits qudsi dinisbatkan kepada Allah, sedangkan Rasul SAW. Menceritakan dan meriwayatkan dari Allah SWT.




















DAFTAR PUSTAKA

Hasbi ash-Shiddieqy,T.M.2009.Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis.Semarang :
            PUSTAKA RIZKI PUTRA
Mudasir.2010.Ilmu Hadis.Bandung : PUSTAKA SETIA
Saefullah,Yusuf,dkk.2004.Pengantar Ilmu Hadis.Bandung : PUSTAKA BANI QURAISY
Solahudin, Agus,dkk.2011.Ulumul Hadis.Bandung : PUSTAKA SETIA


























[1]  Dzafar Ahmad Utsmani al Tahawuni, Qowa’id al Ulum al-Hadits, cet III ( Beirut : Maktab al Mathba’ah al Islamiyah, 1972) hal.24
[2] Ajaj, Al-Khatib, As-Sunnah Qabla At-Tadwin, Darul Fikr, Beirut, 1971, hlm.20
[3]  Ajaj al Khatib, op.cit.hal.27
[4] Ibid. Hlm.15
[5] Utang Ranuwijaya. Ilmu hadis. Jakarta : gaya media pratama.1996.hlm.15
[6] Mustafa al Siba’i, loc.cit
[7] Derivasi, padanan kata-ed
[8] Lihat Qawai’d at-Tahdits : 35, Taujih an-Nazhar : 2, Miftah as-Sunnah : 5.
[9] Ajaj al Khatib, op.cit.hal.28
[10] di-ithlaq[10]-kan = dimutlakkan, dibatasi-ed
[11] Muhammad al Wiy al Maliki, al Qawa’id al Ulum al Hadis, cet.IV (Jeddah : al Maktabah al Ilmiyah, 1402) , hal.15
[12] Ibid. Hlm. 38.
[13] Al-Khatib. Ushul.... op.cit. hlm. 28.
[14] Lihat shubhi As-Shalih. ‘ulum Al-Hadits wa Musthlahuh. Beirut: Dar Al-‘Ilm li Al-Malayin. 1959 M/1379 H. Hlm. 11-13, dan Muhammad Utsman Al-Khusyat. Ma fatih ‘ulum Al-Hadits. Kairo: Maktabah Al-Quran. T.t. hlm. 48.
[15] http://www.eramuslim.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar